Ahmad Fatir Ahdar
Penulis Kolom

Mahasiswa IIQ AN-NUR Yogyakarta, Santri di PP. Al-Fitrah Jejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Kunci Kemuliaan Siti Aisyah dan RA. Kartini

Sejarah Hari Kartini 21 April1

Tepat pada tanggal 21 April 2020 ini kita merayakan Hari Kartini, hari untuk mengenang seseorang yang digadang-gadang sebagai peletak semangat emansipasi wanita, terutama di Indonesia. Ya, dialah RA. Kartini, perempuan kelahiran Jepara, 21 April 1879 ini dikenal luas sebagai sosok yang gigih menyuarakan hak-hak wanita dalam hak politik maupun kesetaraan. Ia lahir dan besar dimasa ketika Indonesia masih berada dibelenggu kekuasaan kolonial penjajah, dan wanita masih “direndahkan”.

Wanita layaknya seorang budak, hanya disuruh dan dipekerjakan tanpa adanya upah. Jelas sangat sulit pada waktu itu bagi para wanita untuk bersuara, mereka tidak punya ruang maupun kesempatan. Mau bagaimana lagi, mereka hanya menjadi bawahan, pendidikan pun tak didapatkan karena pendidikan hanya diprioritaskan untuk kaum lelaki. Kalaupun ada wanita yang memperolehnya, itupun hanya bagi kalangan elit pejabat saja.

Kartini merupakan seorang yang sangat cerdas, tidak hanya cerdas dalam pendidikan tetapi juga mengenai “rasa sosialnya”. Hal ini sangat terlihat dari usahanya untuk menjunjung derajat kaum wanita ke taraf yang “sama” dengan kaum lelaki. Sederhananya, ia mengupayakan agar apa yang dapat diperoleh kaum lelaki juga dapat diperoleh kaum perempuan. Ia sendiri merupakan contoh nyata dari semangat emansipasi yang ia usung. Baik kecerdasan, semangat, kesabaran, keuletan, semua itu ada pada dirinya sebagai bahan utama untuk dapat bersaing dengan kaum lelaki. Hanya dengan cara itulah wanita dapat dihargai, dihormati, dan dapat disamakan dengan kaum lelaki untuk mendapatkan kesempatan yang sama.

Baca juga:  Perempuan dan Nobel (3): Andrea Ghez, Peraih Nobel Bidang Fisika

Jika membahas emansipasi wanita, menurut saya, ada satu hal yang menjadi kunci utama, yaitu tentang “semangat juang wanita”. Tidak hanya terbatas pada soal pendidikan, apapun itu wanita harus mempunyai semangat juang. Dalam kepemimpinan misalkan, wanita harus mampu menjadi salah seorang yang berdiri pada barisan terdepan, memperjuangkan apa yang ia pimpin, dengan begitu seorang wanita akan berada sejajar atau malah lebih tinggi dari kaum lelaki.

Kita ambil contoh Ibu Susi Pudjiastuti, seorang wanita yang pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Semua orang pasti tahu akan ketegasan, keuletan, serta kesabaran beliau dalam menjelaskan tugas-tugasnya. Mungkin saja banyak orang akan menyangka bahwa ia lebih garang dan tegas dari pada menteri-menteri lain yang notabene mayoritas laki-laki.

Semangat yang sama juga ditunjukkan oleh seorang wanita terhormat, jauh pada era awal- awal Islam. Siapa sangka, Siti Aisyah, seorang wanita yang dinikahi Nabi pada umur yang masih belia–jika dilihat dengan kacamata sekarang–suatu saat akan menjadi seorang yang sangat berpengaruh dalam Islam terutama dalam proses penyebarluasan hadis Nabi. Aisyah merupakan salah satu perawi hadis terbanyak mengalahkan perawi hadis yang lain. Ia merupakan salah satu Ummal Mu’minin yang sering dijadikan rujukan oleh kalangan sahabat untuk menanyakan suatu permasalahan yang bisa saja tidak terjawab jika ditanyakan kepada perawi dikalangan sesama sahabat.

Baca juga:  Perempuan Perdamaian (1): Tantangan Indonesia Menyelesaikan Konflik Sosial

Pernah suatu ketika Siti Aisyah ditanya tentang hukum mencium istri pada saat berpuasa, apakah membatalkan atau tidak? Beliau menjawab bahwa Nabi biasa menciuminya sedang Nabi berpuasa. Ini menunjukan bahwa Siti Aisyah adalah orang yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam sejarah Islam. Begitu banyak ilmu yang kita dapatkan hanya melalui jalur Aisyah. Hadis-hadis Nabi yang berhubungan dengan hal-ihwal kepribadian Nabi, hubungan dengan istri-istri Nabi, banyak sekali yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah secara gamblang. Bagaimana jadinya jika tidak ada Aisyah, kepada siapa sahabat akan bertanya, karena terkadang istri Nabi yang lain pun tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh Aisyah. Dengan ini pula terlihat jelas akan kecerdasan Aisyah, ia begitu jeli memperhatikan Nabi. Jika ada hal-ihwal Nabi yang bermuatan hukum, maka ia akan meriwayatkannya. Tak heran mengapa begitu banyak riwayat yang ia sampaikan dan begitu banyak sahabat yang hormat kepadanya.

Kecerdasan, kesalihan dan dedikasinya pada keilmuan merupakan tiga hal yang menjadikan beliau begitu terhormat dikalangan para sahabat. Memang Aisyah tidaklah seperti RA Kartini yang begitu terang-terangan mengedepankan emansipasi wanita, akan tetapi, seperti apa yang saya sampaikan tadi, bahwa “semangat juang wanita” benar-benar dimiliki oleh Siti Aisyah. Dengan semangat beliau dalam meriwayatkan hadis, juga melalui majelis ilmu, beliau benar-benar menjadi sosok wanita yang mulia, tanpa adanya gerakan emansipasi pun, Siti Aisyah telah menunjukan apa yang harus dilakukan kaum wanita, yakni “semangat juang wanita”.

Baca juga:  Duo Fatimah di Rumah Rasul yang Menginspirasi

Inilah yang seharusnya para wanita kini tiru, mengenai semangat juang, apapun keadaannya, apapun profesinya, wanita memiliki kesempatan yang sama, semangat, kegigihan, dedikasi yang tinggi, merupakan modal utama. Bukan tentang siapa yang paling berpengaruh, apakah wanita ataupun laki-laki, lebih dari itu, melainkan siapa yang paling berjuang. Wallahu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top