Pandemi telah berlangsung selama hampir dua tahun. Berbagai kalangan usia terkena dampak akibat pandemi Covid-19 termasuk di antaranya anak-anak. Sebagaimana dilansir dalam news.detik.com/08/07/2021 sejak Juli 2021 sebanyak 250.000 anak di Indonesia terinfeksi virus Covid-19. Tingkat kematian anak mencapai 676 kasus dan 50 persen diantaranya masih berusia di bawah 5 tahun. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.
Di masa yang penuh dengan keterbatasan ini, anak juga mengalami banyak penyesuaian. Ruang gerak anak semakin terbatas menyebabkan tingkat stress pada anak meningkat. Maka, orang tua harus memperhatikan cara perawatan anak di masa pandemi ini antara lain pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemberian imunisasi, dan sosialisasi anak.
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Anak
Anak merupakan generasi penerus bangsa. Merawat anak dengan baik berarti turut serta membentuk generasi unggul bagi bangsa. Gizi merupakan komponen penting untuk mendukung tumbuh kembang anak. Apabila gizi anak tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan malnutrisi dan stunting. Di masa pandemi ini pembatasan kegiatan masyarakat membuat kemampuan ekonomi keluarga berkurang. Lemahnya perekonomian turut mempengaruhi pemenuhan gizi anak. Sebagaimana dilaporkan oleh suara.com/15/12/2021 usaha dalam mengatasi gizi kurang yang telah dirintis selama 10 tahun mengalami kemunduran dalam 9 sampai 10 bulan dikarenakan pandemi.
Makanan sehat tidak perlu mahal. Makanan bergizi seimbang dapat diperoleh dari bahan yang didapat di lingkungan sekitar. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya makanan. Orang tua hanya perlu membekali diri dengan ilmu agar makanan yang diolah dan diberikan kepada anaknya merupakan makanan yang bergizi seimbang. Mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Anak yang terpenuhi kecukupan gizinya tidak akan mudah tertular penyakit. Anak yang sehat akan memiliki sistem imun yang baik, tidak mudah sakit dan terhindar dari virus Covid-19. Selain memenuhi kebutuhan nutrisi anak, penerapan protokol kesehatan juga harus dilakukan. Mengajarkan anak memakai masker adalah hal yang penting dilakukan, meskipun tidak mudah. Sebagaimana dilansir oleh kompas.com/22/08/2020, World Health Organization (WHO) menganjurkan anak-anak di atas usia 12 tahun wajib memakai masker seperti halnya orang dewasa, Sedangkan anak-anak di bawah usia 5 tahun tidak dianjurkan memakai masker. Anak dalam rentang usia 6-11 tahun dapat menggunakan masker di tempat yang berisiko tertular Covid-19.
Pemberian Imunisasi untuk Membentuk Antibodi
Pemberian imunisasi pada bayi cenderung menurun pada masa pandemi. Sebagaimana dilaporkan oleh kompas.com/23/04/2021, Kementerian Kesehatan mencatat 786.000 anak Indonesia belum mendapat imunisasi dasar lengkap pada tahun 2020. Cakupan imunisasi dasar lengkap juga turun di bawah 95 persen. Dikhawatirkan tidak akan terbentuk kekebalan komunitas.
Mukhti dan Madise (2021) dalam penelitiannya menemukan faktor yang mempengaruhi penurunan cakupan imunisasi antara lain pemberhentian sementara pelayanan imunisasi, kurangnya alat pelindung diri (APD), tenaga kesehatan terinfeksi Covid-19 dan tenaga imunisasi dialihkan untuk pelayanan Covid-19. Masalah pada orang tua antara lain keraguan untuk membawa anaknya imunisasi karena takut tertular Covid-19 dari tenaga kesehatan ataupun pasien lain, Posyandu ditutup, adanya peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan masalah transportasi.
Penurunan cakupan imunisasi selama masa pandemi dikhawatirkan dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) karena munculnya penyakit infeksi lain, seperti difteri, pertussis, tetanus, campak, tuberculosis, polio dan sebagainya. Imunisasi harus segera dilakukan apabila kondisi memungkinkan. Anak yang telah di imunisasi akan memiliki kekebalan tubuh dan dapat melindungi diri dari Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Menurut Prof. Sri yang dikutip oleh kompas.com/25/4/2021 berikut adalah cara agar anak tetap dapat imunisasi ditengah pandemi, antara lain mengatur jadwal kedatangan anak agar tidak berkerumun, memisahkan antara anak yang sehat dan sakit, memastikan anak tidak memiliki kontak erat Covid-19, menyediakan sabun dan antiseptik, menerapkan physical distancing, dan menjauhi orang yang batuk pilek. Maka, orang tua tetap harus membawa anak untuk mendapat imunisasi jika situasi telah kondusif. Agar anak sehat, tidak mudah sakit, dan terhindar dari infeksi virus Covid-19.
Stimulasi Emosi dan Sosialisasi Anak di dalam Rumah
Di masa pandemi, ruang gerak anak berkurang sebab anak dianjurkan berada di dalam rumah. Anak tidak dapat bermain bebas di luar rumah, sekolah yang dilaksanakan secara daring menyebabkan anak tidak dapat bertemu langsung dengan teman sebayanya. Hal ini menyebabkan anak kurang bersosialisasi. Maka orang tua perlu memperhatikan kebutuhan sosialisasi anak selama di dalam rumah.
Salah satu pencapaian perkembangan yang optimal adalah kemampuan dalam mengelola emosi dan sosialisasi. Bayi baru lahir hingga anak usia sekolah perlu dilatih kemampuan emosi dan sosialisasi. Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) biasanya dilakukan di posyandu oleh tenaga kesehatan atau kader, di PAUD atau TK. SDIDTK perlu dilakukan agar tumbuh kembang anak optimal sesuai dengan usianya. Apabila mengalami penyimpangan atau keterlambatan sejak dini, maka dapat dilakukan intervensi atau perbaikan sebelum terlambat.
Komponen penilaiannya deteksi dini penyimpangan mental emosional meliputi kuesioner masalah (KMPE), perilaku emosional atau deteksi autism (M-CHAT), dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH) (Kemenkes, 2016). Namun, di masa pandemi diharapkan orang tua juga dapat melakukan stimulasi pada anak secara mandiri di rumah.
Aktivitas stimulasi yang dilakukan tentu berbeda pada tiap tahapan usia anak. Maka orang tua dapat melihat panduan stimulasi sesuai usia dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Biasanya sejak pemeriksaan awal kehamilan ibu mendapat buku berwarna merah muda yang berisi informasi penting mulai dari kehamilan hingga perawatan anak sampai usia 6 tahun.
Anak yang terlalu sering di rumah tentu mudah bosan, akibatnya anak sering rewel. Orang tua terkadang tidak menyadari bahwa anak merasa kesepian dan membutuhkan perhatian. Anak tidak memerlukan banyak mainan mahal, namun membutuhkan waktu bermain dengan orang tuanya. Hadirlah untuk anak meskipun hanya sebentar, posisikan kita sebagai teman bermain anak, ajak anak untuk bercerita, bacakan dongeng untuk anak, ajak anak bermain peran. Apabila orang tua dapat melakukan hal itu paling tidak anak dapat melatih kemampuan bersosialisasi meskipun hanya di dalam rumah.