Ribuan umat Islam kembali menggelorakan semangat bela Palestina di Lapangan Monumen Nasional, pada Minggu pagi (3/8). Aksi tersebut digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina. Sejumlah tokoh ikut hadir dan berorasi, termasuk Menteri Luar Negeri RI, Sugiono. Ia menegaskan dukungan tak putus dari pemerintah Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.
“Ratusan miliar Rupiah, jutaan Dollar sudah terkirim ke sana, selama beberapa lama ini. (Sebanyak) 4.400 ton bantuan logistik sudah terkirimkan ke sana. Ini merupakan bentuk dan wujud dari aksi nyata yang kita sebagai bangsa Indonesia lakukan. Namun perjuangan ini belum selesai. Masih banyak yang harus kita lakukan lewat pintu-pintu diplomasi, lewat meja-meja perundingan,” ujar Sugiono dalam orasinya.
Ia juga menekankan konsistensi Indonesia dalam menentang genosida, kelaparan yang dijadikan senjata, dan pemindahan paksa rakyat Palestina dari tanah airnya.
“Kita akan mengirimkan bantuan makanan, 10.000 ton beras, dalam waktu dekat kepada Palestina. Sekali lagi ini adalah rasa kemanusiaan kita yang terusik. Banyak anak-anak, banyak wanita, banyak orang-orang yang tidak berdosa yang menjadi korban dari kekejian dan kekejaman ini,” tambah Sugiono yang didampingi Wakil Menlu Anis Matta.
Dukungan negara-negara Barat untuk Palestina Merdeka
Pekan ini, satu persatu negara kuat di Barat menyatakan sikap untuk mendukung ‘two state solutions’ atau dua negara terpisah: Israel dan Palestina. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, secara resmi akan menyampaikan dukungan Prancis atas kedaulatan Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB di New York, pada September mendatang. Menyusul Prancis adalah Kanada dan Inggris.
Sikap Inggris mendapatkan reaksi cukup besar dari dunia Islam, mengingat sejarah panjang awal mula pendudukan Israel di wilayah Palestina yang tidak bisa dilepaskan dari peran Inggris.
“Ini tentu melihat perkembangan perang di Gaza yang semakin tidak jelas tujuannya dan dipastikan bahwa pembersihan etnis sedang berlangsung. Jadi kalau perang ini tidak dihentikan, maka dunia secara umum membiarkan terjadinya sebuah pembersihan etnis dari sebuah bangsa Palestina,” ungkap pakar Timur Tengah dan Kajian Islam Universitas Indonesia, Yon Machmudi, kepada Alif.id, Minggu (3/8).
Genosida, tambah Yon, baik itu melalui perang maupun dalam skema menciptakan kelaparan secara masif hingga mengakibatkan kematian, harus dihentikan. Ia berpendapat dukungan negara-negara Barat dipicu oleh anomali perang yang bertentangan dengan peradaban Barat.
“Saya kira peradaban Barat mulai melihat adanya ketidaknormalan sedang terjadi di Gaza dan itu harus dihentikan. Salah satu cara terbaik adalah mengakui kemerdekaan Palestina untuk mewujudkan perdamaian, dalam kerangka dua negara terpisah,” jelas Yon.
Namun, komitmen tersebut—terutama Inggris, belum dapat dilihat sebagai komitmen yang sifatnya jangka panjang. Pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana, menilai dukungan dari negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris tidak akan serta merta membuat Palestina segera merdeka, karena ini semua bergantung pada Israel.
“Jika Israel sampai kapanpun tidak mau memerdekaan Palestina, maka (kemerdekaan) itu tak akan serta merta tercapai, meskipun sudah ada pengakuan dari negara-negara Eropa,” kata Hikmahanto, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi. Ia lalu mencontohkan kasus pengakuan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia.
“Meskipun Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kemudian Mesir memberikan pengakuan sekitar tahun 1946, tapi di mata Belanda Indonesia belum lepas dari mereka. Di mata Belanda, kemerdekaan Indonesia baru diakui tahun 1949. Maka pada waktu Belanda menyerang Indonesia pada 1946-1947, mereka menyatakan itu bukan agresi antara satu negara dengan negara lain sebagaimana diargumentasikan oleh Indonesia. Demikian juga dengan Israel yang tetap menggenggam Palestina, mau berapapun negara yang mengakui, bahkan negara-negara Barat sekalipun,” papar Hikmahanto kepada Alif.id.
Masih adakah ruang untuk optimistis di tengah situasi kelaparan akut yang mengancam eksistensi bangsa Palestina, ataukah dukungan negara-negara Eropa akan sia-sia belaka?
“Masalahnya, Israel mendapatkan cukup dukungan dari AS untuk bisa terus menduduki Palestina. Oleh karena itu, kalau dibilang optimistis sih nggak ada optimistis-nya ya. Tetapi (dukungan) ini bagus untuk menyudahi tindakan tidak manusiawi Israel di Gaza, karena kita tahu bahwa Israel kan bertujuan untuk melenyapkan rakyat di Gaza. Apakah mereka akhirnya harus keluar dari Gaza, dievakuasi, atau secara sukarela diminta keluar, sehingga tanah Gaza itu benar-benar dikuasai oleh Israel? Itu yang mereka kehendaki,” ungkap Hikmahanto.
Perkembangan yang menarik justru datang dari rakyat di negara-negara Eropa. Aksi protes yang disuarakan secara masif menunjukkan rakyat di Eropa menganggap tindakan Israel telah melebihi batas kemanusiaan. Mereka tidak membela kelompok Hamas atau Fatah, namun konsisten membela rakyat Palestina. Dari sisi kemanusiaan, aksi-aksi besar semacam ini bagus untuk menekan Israel.