Perjuangan Imam Syafi’i untuk menegakkan ijma’ sebagai dalil hukum Islam penuh dengan tantangan. Banyak skandal-skandal yang menguji beliau. Diantaranya, ketika ditanya tentang landasan Al-qur’an yang mendukung ijma’ oleh seseorang yang sudah tua, beliau kebingungan untuk menjawabnya hingga sekitar satu jam.
Pada akhirnya, kakek itu memberi kesempatan kepada Imam Syafi’i selama tiga hari untuk menjawab pertanyaannya. Sampai pada waktu yang ditentukan, Imam Syafi’i akhirnya dapat menemukan dalil ijma’ dalam Al-Qur’an, tepatnya surah An-Nisa [ayat:115], sebagaimana diriwayatkan dari Al-Muzanni dan Al-Rabi’ selaku murid langsung Imam Syafi’i yang menyaksikan fenomena-fenomena yang terjadi dalam keseharian Imam Syafi’i. [tafsir Imam Syafi’i: 670/2]
Persoalan konsep ijma’ sebagai dalil dalam hukum islam tidak berhenti disitu, jika tadi ditanya soal dalil yang menjadi landasan ijmak dalam Al-Qur’an kini imam Syafi’i ditanya soal teknis kemungkinan apakah ijmak itu mungkin terjadi.
Imam Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya Mafatihu al-Ghaib [415/2] menceritakan bahwa Imam Syafi’i pernah ditanya oleh Bisyr Al-Marisiy dengan pertanyaan agak “merendahkan”. Tidak tanggung-tanggung pertanyaan retoris itu di ajukan kepada Imam Syafi’i saat berkumpul dengan Amirul Mukmini Harun Al-Rasyid. Dengan niatan ingin mempermalukan imam Syafi’i di hadapan Amirul Mukminin karena karena Imam Syfi’i dikagumi oleh Hasyan Al-Syaibani pengikut Hanafiyah yang pernah menjadi guru Imam Syafi’i. [Mafatihu al-Ghaib hal: 415 juz 2]
Bisyru Al-Marisyi salah satu tokoh muktazilah yang paling kemuka dan dekat dengan Harun Al-Rasyid. Ia pula orang pertama kali yang mengajukan konsep Al-Qur’an adalah Mahluk dengan argumen-argumen yang disusun rapi baik dari Al-Qur’an maupun secara akal. Bisyri salah satu orang yang paling membenci Imam Syafi’i karena beliau orang yang sangat menentang terhadap pemikiran muktazilah terlebih lagi konsep kemakhlukan al-qur’an.
Bisyr Al-Marisiy bertanya, “Bagaimana mungkin engkau (Syafi’i) mengklaim ijmak bisa terjadi? dengan pengertian konsensus seluruh ulama yang ada di parsada bumi ini, padahal umat islam terpisah-pisah dan ulamanya pun juga berjauhan sehingga tidak mungkin berkumpul dalam satu majlis, ada yang di barat, timur dan semua penjuru dunia yang luas ini”
Imam Syafi’i sebenarnya enggan untuk menjawab pertanyaan skeptis itu namun karena ditanyakan di hadapan Amirul Mukminin, mau tidak mau mesti menjawab demi menjaga reputasinya. Dengan kecerdikannya yang dimiliki, Beliau menjawab pertanyaan itu menggunakan pertanyaan pula lalu di analogikan dengan ijmak dalam bai’at dan pengangkatan Amirul Mukminin, ia mengatakan, “apakah engakau mengetahui? Bahwa semua orang yang berada di seluruh penjuru dunia ini sepakat terhadap kekhaliafaan yang di baiat?
Mendengar jawaban Imam Syafi’i, Al-Bisyri itu lalu bungkam seribu bahasa dan mengakui kemungkinan Ijmak karena untuk melanjutkan diskusi ketakutan. Karena menyerempet kepada konsensus tentang kekhalifaan Harun Al-Rasyid. Sementara dia sendiri tahu bahwa pengangkatan khalifah tidak benar-benar terjadi konsensus karena sebagian umat islam ada yang menentangnya semisal kelompok Alawiyun.
Bisyru Al-Marisyi dilema ketika mendengar jawaban imam syafi’i karena kalau ia menjawab tidak mungkin terjadi ijmak dalam pengangkatan Khalifah maka pasti Amirul Mukminin akan murka dan bahkan bisa menghukum Al-Bisyru. Sementara kalau kalau setuju maka berarti ia mengakui terhadap terjadinya ijmak. [mafatihu Al-Ghaib hal: 451 juz: 2] Itulah salah satu kecerdikan imam Syafi’i meskiun jawaban yang di lontarkan bisa dibilang tidak ilmiah namun dalam konteks seperti itu jawaban tersebut sangat efektif. Dan jawaban tidak harus senantiasa ilmiah sekiranya tidak efektif.