Sedang Membaca
Relasi Haji dan Riba Bank dalam Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun Karya Kiai Maimoen Zubair
Akmal Khafifudin
Penulis Kolom

Alumnus Fakultas Syari'ah UIN KH. Achmad Shiddiq Jember dan Ponpes Darul Ulum Jombang, kini nyantri di Ponpes Darul Amien Banyuwangi. Bisa disapa di @akmalkh_313

Relasi Haji dan Riba Bank dalam Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun Karya Kiai Maimoen Zubair

Relasi Haji dan Riba Bank dalam Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun Karya Kiai Maimoen Zubair

Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh tiap umat Islam bagi mereka yang mampu. Merujuk fatwa MUI No. 01 Tahun 2004 jumhur ulama’ mengharamkan praktik transaksi di bank konvensional yang mengandung unsur riba. Namun apa jadinya jika bank konvensional oleh pemerintah dijadikan perantara dalam hal pembayaran ONH (Ongkos Naik Haji), maka Mbah Moen dalam tafsir Safinah Kalla Saya’lamun memberikan perspektif yang berbeda mengenai hal demikian.

Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun merupakan interpretasi khazanah pemikiran KH. Maimoen Zubair atau kerap disapa Mbah Moen yang kala itu menyelenggarakan pengajian umum kitab tafsir Jalalain setiap hari ahad. Adapun hasil faidah pemikiran beliau tersebut dikodifikasikan oleh Lora Muhammad Ismail Al – Ascholy (putra pasangan KH. Ali Ridho Hasyim dan Ny. Hj. Muthmainnah Aschal) menjadi satu kitab tafsir yang terdiri atas dua jilid.

Dalam penyampaiannya, Mbah Moen memaparkan makna beberapa ayat dalam Al-Qur’an versi beliau sendiri dengan bahasa Jawa yang kemudian keterangan tersebut ditulis oleh Lora Ismail ke dalam bahasa Arab. Pemaparan yang disampaikan oleh Mbah Moen tersebut seolah Al-Qur’an sendiri diturunkan sebagai kado terindah bagi Negara Indonesia.[1]

Lora Ismail dalam muqoddimahnya menyampaikan bahwa kitab tafsir ini ditulis dalam bahasa Arab sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) kepada para ulama terdahulu yang sering menulis karyanya ke dalam bahasa Arab, seperti Mbah Moen sendiri, Ky. Abu Fadhol Senori Tuban (yang juga guru daripada Mbah Moen), kemudian Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Mashduqi Lasem, dsb.[2]

Baca juga:  Tafsir Surah At-Takatsur (Bagian 1)

Adapun jilid pertama kitab tafsir ini diselesaikan pada tanggal 29 Januari 2020, sedangkan jilid kedua selesai pada tahun 2022 dan dicetak oleh Nahdhatut Turots pada tanggal 28 Dzulqo’dah 1444 H / 17 Juni 2023. Serta dicetak kembali untuk kedua kalinya pada tanggal 10 Shafar 1446 H / 15 Agustus 2024.

Bentuk penafsiran dalam kitab ini tergolong unik dan tidak terfokus kepada satu bentuk, adakalanya bil ma’tsur dan adakalanya bil ra’yi. Adapun metode yang tergambar dalam tafsir ini menggunakan tahlili (deskriptif – analitis), ijmali (global), muqarran (perbandingan), dan maudhu’I (tematik). Jika kita pelajari lebih dalam, corak dalam tafsir ini cukup beragam. Ada tafsir ilmi, fiqhi, tasawuf, lughawi, al adab wal ijtima’i, ijtima’i dan lain sebagaiannya sesuai dengan bidang kepakaran sang mufassir.[3]

Salah satu penafsiran unik yang Mbah Moen kemukakan disini adalah mengenai ayat-ayat riba dalam QS. Al-Baqarah : 245. Dalam ayat ini Mbah Moen memberikan pemaparan bahwa transaksi di bank tidaklah dihukumi haram secara mutlak. Permasalahan tersebut menurut beliau sama hal nya dengan proses penerjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa selain arab. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab tafsir tersebut demikian :

و حكم البنك عندنا كحكم ترجمة القرآن, لا نحرّمه حق الحرمة ولا نحثّ الناس إليه

Baca juga:  Tafsir Alam Nasyrah Karya Kiai Abdul Majid Tamim: Bukti Keluasan Bacaan Sang Mufassir

Dan hukum bank bagi kami, (hukumnya) seperti menerjemahkan Al-Qur’an. Keharamannya tidaklah dihukumi secara mutlak haram dan tidaklah (kami) menganjurkan seseorang untuk bertransaksi kepada bank”.[4]

Kemudian pada QS. Al-Baqarah : 275 yang pembahasannya masih sama, Mbah Moen juga memaparkan bahwa transaksi di bank selain tidak sepenuhnya haram, maka apabila ditinggalkan itupun lebih baik. Lalu beliau (Mbah Moen) memberikan perumpamaan :

لو أطلق الحرمة عليها, فكأنما حرّم جميع الحجاج في بقاع هذه البلاد

Jikalau ditetapkan secara absolut (mutlak) keharamannya (bank), maka seakan – seakan dihukumi haram semua orang yang menunaikan ibadah haji pada negeri ini secara kekal.”[5]

Melihat dari corak pemikiran Mbah Moen tersebut, dapat kita tarik garis lurus. Bahwasannya dalam menyikapi satu permasalahan, beliau tidaklah gegabah dan kaku. Namun dapat kita lihat jikalau konsep maslahah mursalah terlebih dahulu beliau kedepankan yang tentunya menyesuaikan kondisi pada zamannya.

Apabila pada zaman dahulu transaksi melalui bank yang mengandung unsur riba masih dapat kita hindari, maka pada zaman-zaman akhir ini transaksi melalui bank yang mengandung unsur riba seakan tidak dapat dihindari lagi dalam kehidupan kita sehari-hari apalagi digunakan sebagai perantaraan pembayaran biaya ibadah haji. Maka terdapat suatu illat hukum menurut Mbah Moen, bahwa segala bentuk transaksi dan simpanan harta di bank dihukumi darurat.[6] Seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa ulama’ fiqih dalam kaidahnya :

Baca juga:  Bani Israel dalam Al-Qur'an

ما أُبيحَ للضّرورة يقدّرُ بقدْرهَا

Sesuatu yang diperbolehkan karena alasan darurat, maka wajib ditakar sesuai dengan takaran kedharuratannya”. [7]

Waba’du, demikian tadi sedikit pemaparan dalam kitab Tafsir Safinatu Kalla Saya’lamun mengenai relasi haji dan riba bank sebagaimana yang telah kami paparkan diatas. Wallahu a’lam.

[1] Fatah Choirul Chaq, Corak Penafsiran KH. Maimoen Zubair Dalam Kitab Safinatu Kalla Saya’lamun Fii Tafsir Syaikhina Maimun, (Surakarta, Jurnal Skripsi, UMS : 2024), halaman 3

[2] Ismail Al Ascholy, Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun, (Bangkalan : Nahdlatut Turots, 2024), halaman ش ش

[3] Fatah Choirul Chaq, Corak Penafsiran KH. Maimoen Zubair Dalam Kitab Safinatu Kalla Saya’lamun Fii Tafsir Syaikhina Maimun, (Surakarta, Jurnal Skripsi, UMS : 2024), halaman 3

[4] Ismail Al Ascholy, Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun, (Bangkalan : Nahdlatut Turots, 2024), halaman 19.

[5] Ismail Al Ascholy, Tafsir Safinah Kalla Saya’lamun, (Bangkalan : Nahdlatut Turots, 2024), halaman 20.

[6] Ibid, 21

[7] Imam Nakhe’I, Mengenal Qawaid Fiqhiyyah, (Situbondo : Tanwirul Afkar, 2021), halaman 124.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top