Sedang Membaca
Kisah Kayu Manis, dari Dupa Doa hingga Penyedap Rasa

Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Kisah Kayu Manis, dari Dupa Doa hingga Penyedap Rasa

Aku tinggalkan dia yang sedang mencoba salep milik Peron/Membungkuk meramu narwastu dan kayu manis untuk wewangianmu.

Demikian salah satu bait dari penyair dan komedian abad pertengahan, Anthipanes, yang menyebut seorang peracik wewangian, Peron, yang dibuat selama 380-370 SM (Turner; 215).

Bila menelisik syair tersebut, diketahui bahwa salah satu bahan utama untuk membuat wewangian adalah kayu manis. Di Yunani, aroma wangi sangat digemari dan berkaitan dengan seks. Menurut Theophrastus yang menulis buku tentang wewangian menyatakan bahwa aromatik paling ampuh di antaranya adalah kayu manis.

Sebelum dikenal di Yunani, masyarakat Mesir lebih dulu mengenal dan menggunakan kayu manis sebagai pewangi dan juga pengawet. Dalam cerita mengenai salah satu ratunya yang terkenal, Cleopatra, disebutkan bahwa selain memiliki kecantikan juga tubuhnya mengeluarkan aroma wangi. Cleopatra suka dengan aroma harum. Untuk perawatan tubuhnya bahan yang digunakan adalah berbagai rempah-rempah. Ruangannya selalu diberi wewangian dari bahan alami, dan untuk pewangi badan menggunakan sejenis kemenyan.

Dikisahkan juga bahwa dengan aroma tubuh yang wangi menjadi salah satu daya tarik bagi lawan jenis, salah satu yang terpikat adalah Aleksander. Kayu manis sudah sangat dikenal dan digemari oleh bangsa Mesir saat itu, terutama para bangsawannya.

Penggunaan kayu manis diwariskan seiring dengan perpindahan peradaban. Fungsi kayu manis sebagai pewangi, pengawet makanan dan mayat, bumbu dapur, aprosidiak atau penguat stamina pria terus dipercaya. Sedemikian populer dan melekat dalam kehidupan sehingga kayu manis bahkan memiliki kesakralan. Bagi bangsa Romawi, khususnya, kayu manis tidak hanya melambangkan kesucian, melainkan berfungsi mensucikan (Turner; 156).

Baca juga:  Lingkar Setan Politik dalam Islam

Demikian juga bagi bangsa Eropa abad pertengahan. Kayu manis dan rempah-rempah lainnya merupakan komoditas penting yang hanya bisa dimiliki dan dinikmati oleh para bangsawan. Memiliki dan membawa kayu manis dalam pergaulan saat itu sama bergengsinya dengan membawa mobil mewah saat ini. Strata sosial ditandai dengan kepemilikan rempah-rempah, termasuk kayu manis.

Sedemikian populer rempah-rempah, termasuk kayu manis bagi kalangan bangsawan Eropa kala itu sehingga keberadaan komoditas tersebut harus selalu tersedia. Kebutuhan akan rempah-rempah yang mendorong bangsa Eropa menjelajahi berbagai belahan dunia untuk mencari sumber pertama bahan-bahan yang dibutuhkan supaya tidak tergantung pada para pedagang dari bangsa lain. Nafsu menguasai sumber daya rempah-rempah yang melahirkan kolonialisme dan persaingan antara bangsa Eropa.

Walaupun sudah demikian populer dan melintasi banyak peradaban, tetap saja bagi sebagian masyarakat kita, mengenal kayu manis mungkin sebatas bahan bumbu dapur yang berfungsi untuk memberikan efek rasa manis pada makanan. Beberapa orang mungkin sudah memanfaatkan sebagai bahan minuman dan jamu. Dengan ditambahkan kayu manis minuman atau jamu akan memiliki citarasa manis yang enak dikonsumsi dan dipercaya dapat meningkatkan gairah.

Jarang yang mengetahui bahwa tumbuhan kayu manis ini memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatannya. Dalam aspek pemanfaatan, tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi tersebar di hampir seluruh pelosok dunia. Tumbuhan ini juga, bersama dengan tumbuhan yang lain telah menyebabkan ribuan kapal berlayar dan singgah di Indonesia.

Baca juga:  Menelisik Hubungan Sunan Ampel dengan Wali-Wali Lain di Jawa

Tumbuhan kayu manis atau Cinnamomum burmannii Blume diketahui pada masa 2000 SM bangsa Mesir sudah menggunakan kayu manis untuk mengawetkan mayat, aromaterapi, parfume dan dupa. Banyak spekulasi terkait dengan temuan tersebut, di antaranya adalah kemungkinan adanya perdagangan antara Nusantara dan Mesir pada masa lalu. Jika memang terjadi transaksi ekonomi ketika itu, maka salah satu komoditas yang dijual adalah kamper dan kayu manis.

Kayu manis itu sendiri ada banyak jenis. Salah satu jenis hanya ada di Indonesia, yaitu Cinnammum burmanii. Tumbuhan ini merupakan jenis yang hanya ada di Indonesia yang terkenal dalam perdagangan sebagai Koerintji. Merujuk pada penamaan tersebut berasal dari kawasan Kerinci, Jambi. Penduduk Kerinci sampai sekarang masih membudidayakan kayu manis di kebun-kebunnya untuk dijual dan memenuhi pasar internasional.

Kayu manis merupakan salah satu komoditas perdagangan yang menghasilkan defisa tidak sedikit. Berdasarkan data yang dirilis oleh organisasi pangan dunia (FAO) antara tahun 2000-2014, Indonesia masih merupakan produser terbesar kayu manis dengan mengirim (83,176.79 ton), disusul oleh China (53,176.79 ton), Sri Lanka (13,938.21 ton), Vietnam (13,894.43 ton) dan Madagascar (1797.36 ton).

Sebelum dikenal sebagai rempah-rempah yang berfungsi untuk makanan, batang kayu manis terlebih dulu digunakan sebagai pewangi dan pengawet. Adapun bagian yang digunakan adalah kulit batang. Pohon yang sudah besar akan dikupas kulit batangnya, makin berusia tua makin bagus kualitasnya. Sedangkan batang dari pohon tersebut digunakan sebagai perabot atau bahan bangunan.

Baca juga:  Islam dan Kemenyan: Wangi yang Abadi

Tradisi di beberapa masyarakat India sampai sekarang masih menggunakan kayu manis sebagai campuran dupa. Secara taknonomi tumbuhan, dikenal ada kurang lebih 250 spesies kayu manis telah diidentifikasi. Dari jumlah jenis tersebut, empat di antaranya sebagai rempah-rempah.

Di pasar internasional dikenal juga empat kayu manis, yaitu kayu manis Ceylon (Cinnamomum zeylanicum Blume), asli dari Sri Lanka; kayu manis Cassia atau kayu manis China (Cinnamomum aromaticum Nees) dari Cina; Cassia Indonesia (Cinnamomum burmannii (Nees & T. Nees) Blume) dari pulau-pulau Indonesia Sumatra dan Jawa dan kayu manis Vietnam (Cinnamomum loureiroi Ness) dari Vietnam.

Penggunaan bahan pengharum ruangan dari kayu manis dikenal dalam tradisi Arab (Islam), Yahudi, Kristem, Hindu dan Budha. Dalam tradisi agama-agama, sampai sekarang kayu manis sebagai bahan dupa yang mengharumkan ruangan masih digunakan. Efek wangi yang lembut dan harum membantu orang dalam berkonsentrasi sehingga mudah mencapai pencerahan.

Memang, sekarang ini pemanfaatan kayu manis untuk pewangi tidak populer di kalangan umat Islam. Sebab, kayu manis membutuhkan bahan-bahan lain untuk dibakar sebagai dupa. Berbeda dengan jenis-jenis lainnya yang bisa dimanfaatkan tersendiri. Faktor lainnya, kayu manis yang digunakan adalah kulit batang sehingga relatif lebih keras dan susah dibakar sedangkan pada tumbuhan lain adalah resin atau batang yang sudah lapuk dan kering sehingga mudah dibakar.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
3
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top