Fatimah Khanum atau Esmat al-Dowleh adalah nama yang beberapa waktu lalu banyak diperbincangkan publik baik di media nasional maupun internasional. Ya, Esmat merupakan putri kerajaan Qajar Persia yang fotonya banyak beredar dengan judul-judul yang sedikit menyudutkan.
‘Princess Qajar, Simbol Kecantikan Persia’, ‘Inilah Putri-putri Qajar; Bukti Indahnya Simbol Wanita Dalam Sejarah Persia, ‘Ini Dia Perempuan Berkumis Lambang Kecantikan Abad 18, ’13 Laki-laki Bunuh Diri Karena Ditolak Putri ini’, adalah sekian dari beberapa headline bombastis media ketika mengangkat foto-foto Esmat al-Dowle, ibunya dan saudari-saudarinya ketika berpose di istana Harem, kerajaan Qajar.
Menjadi kebiasaan netizen untuk bergegas mengomentari foto-foto tersebut tanpa mengetahui lebih detail dan benar terkait dengan penampilan para putri Qajar yang dinilai tidak sesuai standar kecantikan masa kini. Ya, foto-foto warisan kerajaan Qajar yang sekarang disimpan di Golestan Palace Archives, Teheran tersebut hanya mampu dilihat sebatas luarnya saja, khususnya sebatas penampilan dua perempuan berpengaruh kerajaan Qajar, Esmat al-Dowleh dan juga ibunya Anis al-Dowleh.
Kedua perempuan ini tidak lagi dilihat dari seberapa besar kiprah mereka untuk membuka tabir dan juga ruang perempuan harem saat itu, dan juga bagaimana keduanya mempunyai peran besar terhadap isu-isu reformasi, nasionalisme dan juga hak-hak perempuan Iran modern. Sayang sekali, perhatian publik justru lebih banyak mengulas keduanya dengan menonjolkan hal-hal tak penting nan patriarkis.
Anis al-Dowleh dan Esmat al-Dowleh merupakan perempuan yang punya pengaruh besar terhadap kerajaan Qajar, Persia. Anis al-Dowleh (1842:92) tak lain adalah istri dari Nasir al-Din Shah, seorang raja Persia keturunan Qajar yang memimpin Persia dari 1848-1896. Dalam catatan sejarah, Anis al-Dowleh dikenal sebagai perempuan berpengaruh dalam dinasti Qajar setelah kematian Jayran (1860 dan Mahd el-Oelya (1873). Ia banyak berperan dalam ‘Tobacco Protest’, sebuah gerakan protes terhadap kebijakan suaminya sendiri yang diinisiasi oleh rakyat Iran dari berbagai kalangan karena ketidakpuasan atas monopoli Inggris dalam penjualan serta ekspor tembakau.
Protes ini lahir dari istana harem, bahkan konon saat itu para perempuan harem turut bergabung untuk menolak dan mengutuk keras aktivitas merokok yang justru dapat memperkaya Inggris. Bahkan dalam sebuah catatatan dikatakan Anis al-Dowleh menolak untuk berhubungan dengan Nasir al-Din Shah selama keputusan kerajaan Qajar terhadap monopoli tembakau tidak berubah. Aksi protes dan sikap Anis al-Dowleh dan beberapa petinggi harem menginspirasi yang lain, dan dari sinilah awal mula kesadaran dan sentimen nasionalisme mulai tumbuh yang kemudian dilanjutkan oleh putrinya Esmat al-Dowleh (Taj Sultana) yang merupakan nasionalis sejati dan turut bergabung dan mensupport Revolusi Konstitusional melawan kakaknya sendiri Mozaffar al-Din Shah yang memimpin Persia dari 1896-1907.
Selain itu, Anis al-Dowleh juga kerapkali membantu Perdana Menterinya Mirza Hossein Khan Moshir dalam mengambil beberapa keputusan penting kerajaan. Anis muda dikenal aktif dalam gerakan sosial selain tentu saja ia juga gemar sekali membaca dan menulis. Bagi perempuan Iran kala itu membaca dan menulis merupakan hal yang sangat tidak populer dan asing, namun tidak bagi Anis al-Dowle. Melalui buku dan tulisan ia mampu membuka ruang baru yang sebelumnya seakan tertutup rapat bagi publik, yaitu keterlibatan perempuan di wilayah publik. Anis dinilai cukup vokal menyuarakan hak-hak perempuan bahkan dari ruang yang dianggap tertutup dan tak mampu dilampaui siapapun.
Lain Anis, lain Esmat. Esmat al-Dowle merupakan putri kesayangan Nasir al-Din Shah dan Anis al-Dowle. Ia hidup di istana harem sang ayah dari semenjak lahir, yang mana foto-fotonya paling banyak mendominasi album foto kerajaan Qajar. Dokumentasi foto Esmat menjadi terlengkap diantara profil penghuni kerajaan lainnya. Konon, Esmat gemar dengan fotografi. Bahkan ia mempunyai studio khusus dalam kerajaan yang ia pakai untuk mendokumentasikan saudara-saudaranya. Ia juga dikenal sebagai fotografer perempuan pertama yang kerapkali memotret kehidupan harem melalui lensa kamera dan mengenalkannya ke publik Iran modern.
Kehidupan istana harem terekam dari bidikan kamera Esmat al-Dowleh dan juga suaminya, Amir Doost Mohammad Khan Mo’ayyer al-Mamalek (1856-1913). Mereka acapkali memotret figur-figur penting di kerajaan Qajar, termasuk istri dan anak-anaknya. Esmat belajar memotret sejak ia kecil ketika Anis al-Dowleh mengenalkan hal-hal baru termasuk kamera ketika berkunjung ke Eropa. Ya, keluarga Nasir al-Din Shah merupakan keluarga pertama dari Persia yang berkunjung ke Eropa.
Kumpulan album foto kerajaan Qajar yang dipelopori oleh Anis dan Esmat dengan memperlihatkan kehidupan perempuan harem dan juga keluarga kerajaan kemudian banyak diminati dan diadopsi oleh para elit serta studio-studio foto komersil. Bahkan beberapa sejarawan menyebutkan bahwa kumpulan album foto kerajaan Qajar tersebut menjadi salah satu faktor atau titik awal terbentuknya kesadaran nasionalisme, peran dan hak perempuan Iran modern yang berujung pada Revolusi Konstitusional.
Peran perempuan dalam harem menjadi penting dan signifikan ketika mereka berada dan masuk dalam lingkup harem, khususnya era Nashir al-Din Shah. Jayran Forugh al-Sultana, Anis al-Dowleh, dan Amina Aqdas merupakan perempuan berpengaruh kerajaan Qajar yang dihasilkan dari institusi harem. Harem tak lagi dapat dipandang sebagai ruang tertutup dan tak berpengaruh, karena sejarah mampu mencatat bahwa gerakan nasionalisme modern bahkan dapat lahir dari balik bilik istana harem.