Dalam musik terdapat berbagai macam tema, salah satunya tema musik yang memuat tujuan keagamaan Islam yang di dalamnya ada berbagai genre, antara lain, nasyid, marawis, qawwali, hadrah dan lain-lain.  
Dengan teknologi digital era modern saat ini musik tidak lagi hanya didengar dalam pelataran-pelataran masjid maupun tempat atau acara keagamaan saja, musik bisa hadir didengarkan melalui berbagai platform media, seperti Youtube, Spotify, Instagram, maupun yang lainnya.
Dengan mendengarkan musik, seseorang dapat terpengaruhi emosinya karena musik berkaitan erat dengan emosi manusia yang dapat menimbulkan perasaan sedih, senang, maupun tenang yang dapat berdampak positif pada kesejahteraan individu.
Lagu-lagu religi Islami seperti Love and Live karya Baraa masoud, Salat Salam, al-Hijratu karya Mohamed Tarek dan Mohamed Youssef, Assalamu Alayka milik Maher Zain, atau jika dari Indonesia ada Tombo Ati karya Opick serta masih banyak musik religi Islami lainnya yang kini bertambah banyak dan digandrungi banyak penikmat musik. Ini menjadi contoh bagaimana musik religi Islami yang membawa pesan ketuhanan bisa diterima luas di tengah arus hiburan global.
Dalam fenomena ini menunjukkan bahwa budaya populer dan agama tidak berdiri sendiri sebagai dunia yang saling terpisah, melainkan saling berdialog dan berinteraksi satu sama lain. Musik religi Islami ini bisa menjadi ruang dimana nilai-nilai sakral disampaikan melalui bahasa yang ringan yang modern serta emosional.
Melalui pesan-pesan yang terkandung dalam lirik lagu ini, pencipta musik dapat menyampaikan gagasan dan ide mereka dengan cara yang santai dan menyenangkan sehingga sang pendengar bisa memahami serta merespons sesuai dengan tingkat pemahaman masing-masing.
Makna spiritualitas dalam musik religi
Jika kita melihat musik religi Islami seperti contoh yang sudah disebutkan seperti Love and Life karya Baraa Masoud, lagu ini memiliki inti pesan tentang keindahan Islam sebagai agama yang dekat dengan rasa cinta dan kedamaian. Kemudian lagu Salat Salam karya Mohamed Tarek dan Mohamed Youssef yang memiliki inti pesan sebuah ungkapan cinta, kerinduan, pujian, serta harapan dan kebaikan yang mendalam terhadap Nabi Muhammad Saw.
Selanjutnya ada lagu religi Islami dari Indonesia yang populer yaitu ada Tombo Ati karya Opick yang berisikan pesan lima cara untuk menyembuhkan hati dan cara mendekatkan diri pada Allah Swt. Ini menjadi salah satu contoh yang dimana musik religi bisa diterima luas dalam tengah arus global. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa agama dan budaya saling berdialog dan berinteraksi di antara keduanya, dimana musik religi ini menjadi ruang di mana nilai-nilai ketuhanan disampaikan melalui bahasa modern yang ringan dan emosional.
Kacamata Max Weber Melihat Agama dan Budaya Populer
Dalam konteks ini musik religi dapat dilihat sebagai bentuk dialektika antara agama dan budaya populer. Untuk memahami ini, teori Max Weber mengenai tindakan sosial dapat menjadi acuan dalam hal ini. Weber memiliki pendapat bahwa setiap tindakan manusia memiliki makna subjektif yang dipahami oleh sang pelaku. Maka, dengan mendengarkan atau menciptakan sebuah musik religi dalam hal ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga bisa menjadi sebuah tindakan yang bermakna religius.
Weber tidak memandang agama sekadar ajaran moral atau ritual keagamaan, melainkan sebagai kekuatan sosial yang mampu membentuk sistem nilai dan perilaku ekonomi. Melalui penelitian-penelitiannya, Weber menunjukkan bahwa ajaran dan keyakinan agama tertentu dapat menciptakan etos kerja, semangat dan pola perilaku yang mendorong manusia untuk hidup disiplin, rajin, serta rasional.
Dalam kajiannya, Weber lebih menitikberatkan pada konsep tindakan sosial, yaitu setiap tindakan manusia yang memiliki makna dan dapat memengaruhi orang lain di sekitarnya. Pandangan ini menunjukkan bahwa pemahaman Weber tentang agama tidak terlepas dari konteks sosial, karena tindakan keagamaan seseorang juga turut membentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Dari sini Max Weber memberikan pandangan yang lebih kompleks tentang agama. Ia tidak melihat agama hanya sebagai sebuah alat penindasan seperti Marx, tetapi juga sebagai sumber nilai dan motivasi yang dapat mengubah perilaku manusia, ini bisa dikaitkan dengan seseorang yang membuat musik yang dimana di dalamnya terdapat makna-makna keagamaan yang dapat mempengaruhi lingkungan sosialnya.
Menurut Weber makna menjadi inti dari tindakan sosial, ketika seseorang menciptakan atau mendengarkan sebuah musik religi, itu berarti dirinya sedang memproses pengalaman spiritualnya yang khas. Musik menjadi media refleksi yang mudah diingat dan menyenangkan.
Namun, dialektika keduanya antara agama dan budaya populer tidak selalu berjalan mulus, lagu-lagu religi  dapat menjadi tren yang musiman, seperti misal hanya ramai di bulan Ramadan saja atau pada masa-masa tertentu saja lalu sudah tidak ramai setelahnya. Jika pendengar menafsirkan musik religi sebagai salah satu usaha mendekatkan diri dengan Tuhan, maka makna spiritual itu akan tetap ada, meski disampaikan dengan cara bermusik.
Dalam pandangan Weber, inilah esensi tindakan sosial, yakni manusia yang selalu berusaha memberi makna pada tindakan-tindakannya, dan musik religi bisa menjadi salah satu bentuk usaha tersebut.
Pada akhirnya, musik religi bukan hanya sekedar hiburan atau komoditas pasar saja. Ini adalah ruang perjumpaan antara nada, doa, dan iman, yang saling bertemu.