Sedang Membaca
Peran Perempuan dalam Mewujudkan Moderasi Beragama

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang bidang Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Peran Perempuan dalam Mewujudkan Moderasi Beragama

Mungkin kita sudah tidak asing lagi jika mendengar kata “Moderasi Beragama”. Moderasi beragama sendiri dalam bahasa Arab berasal dari kata wasath yang memiliki arti tengah-tengah atau tidak terlalu berlebihan. Atau dalam konteks ini, moderasi beragama berarti beragama dengan cara moderat tidak melebih-lebihkan dengan cara ekstrem.

Sebagai contoh seperti dalam hal sholat. Sholat subuh dilakukan 2 roka’at, tetapi jika terlalu bersemangat hingga ingin menambahkan menjadi 3 roka’at, maka itu disebut berlebihan dalam beribadah. Ada juga jika dalam satu hari, seseorang melakukan sholat fardhu sebanyak 4 kali saja, maka hal itu disebut menggampangkan dalam hal agama. Oleh sebab itu, kita dituntut agar bersikap di tengah-tengah saja dalam melakukan suatu hal. Tidak berlebihan dan juga tidak kurang.

Moderasi beragama juga termasuk dari sikap adil dalam melakukan suatu hal. Menurut Quraish Shihab, keadilan ada empat, yang pertama adalah keadilan dalam arti “kesetaraan atau sama”, yang berarti persamaan disini adalah persamaan hak. Yang kedua hanya dalam arti “seimbang”. Yang ketiga adil dalam arti “mengurus hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”. Dan yang keempat adalah kebenaran yang dikaitkan dengan yang ilahi.

Dalam hal ini, perempuan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kata keadilan. Sebagai contoh kecil dalam lingkungan keluarga, seorang ibu mampu memberikan rasa kasih sayang yang sama antara anak satu dengan lainnya, tidak membeda-bedakan antar anak pertama, kedua, maupun ketiga. Akan tetapi belum tentu semua perempuan di dunia ini dapat berlaku adil sesuai dengan yang dibayangkan, terkadang masih ada satu dua perempuan yang ingin menang sendiri tanpa memperdulikan orang disekitarnya. Dan itu kembali lagi dengan bagaimana pendidikan yang diterima anak sewaktu dini.

Baca juga:  Ummu Ziyad Al-Asyja’iyyah, Emak-Emak Pejuang Agama

Hal ini berkaitan dengan salah satu hadits yang berbunyi:

اطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْد

 Artinya: “Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur.”

Dari penjelasan hadits di atas, sangat jelas diterangkan bahwa memang pendidikan di waktu kecil sangatlah berpengaruh dalam perkembangan seorang anak.

Peran perempuan

Perempuan memiliki kemampuan yang besar dalam mewujudkan toleransi di Negara ini. Secara intelektual, perempuan mempunyai peranan sebagai seorang ibu, yang pada hakikatnya seorang ibu mampu bekerja sama dalam mengerjakan suatu hal, mewujudkan komitmen yang besar dengan diri sendiri maupun orang lain, bersikap sabar, tidak mementingkan ego sendiri, mempunyai sikap keibuan.

Menurut para ahli psikologi, perempuan memiliki empat pokok emosi keibuan, yang pertama yaitu sifat yang cenderung mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri, yang kedua memiliki kelembutan hati, yang ketiga mempunyai rasa kasih sayang yang tinggi, dan yang keempat memiliki aktivitas tersendiri.

Dapat kita ambil contoh sederhana saja dalam berkeluarga. Seorang ibu memiliki peran penting dalam mendidik anaknya, karena ibu adalah pendidikan pertama dalam keluarga. Kita dapat menanamkan moderasi beragama itu dalam hal sederhana seperti mengajarkan anak kita apa yang dimaksud dengan fanatik, radikal, kekerasan, bagaiamana cara mewujudkan rasa toleransi, menghargai antarsesama manusia dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh anak-anak seusia mereka.

Baca juga:  Midah, Perempuan Muda yang Bertahan Hidup di Jakarta

Perempuan juga memiliki kuasa atau dampak yang kuat bagi keluarga, maka sebagai wanita wajib untuk belajar, dalam artian perempuan harus mampu dalam memilah apa yang telah kita dengar maupun kita lihat agar dapat diterapkan maupun disampaikan kepada generasi selanjutnya.

Hal ini didukung dalam hadits yang berbunyi:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Artinya: “Mencari ilmu itu merupakan wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

Pada hakikatnya wanita lebih sering menggunakan perasaannya dibanding logikanya, maka dengan berpendidikan hal itu sangat membantu perempuan untuk menentukan pilihannya. Dan dengan pendidikan, perempuan mampu melahirkan generasi-generasi islam yang tahan arus.

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Artinya: “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Perempuan harus mampu dalam memposisikan derajatnya sama dengan kaum adam, karena perempuan sebenarnya memiliki potensi lebih dan berhak untuk menjadi maju.

Sebagai perempuan, harus bisa menjadi pelopor dan berkontribusi di negeri ini dalam mewujudkan rasa toleransi yang tinggi terhadap setiap agama, agar kita dapat hidup rukun dan damai. Karena agama mengajarkan agar selalu berbuat baik kepada siapa saja.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top