Sedang Membaca
Sholawat Nariyah: Sejarah dan Khasiatnya
Zubairi
Penulis Kolom

Pemuda asli Sumenep Madura | Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) | Sekarang menetap di Rajun Pasongsongan.

Sholawat Nariyah: Sejarah dan Khasiatnya

Img 20220314 190535 546

Sholawat yang paling populer di Nusantara, utamanya bagi orang Islam dan di kalangan pesantren adalah Sholawat Nariyah. Ketika mereka dilanda kegelisahan, punya hajat, dan sebagainya, mereka membacanya. (Hal. xv-xvii).

Nama, Biografi dan Pengarang Sholawat Nariyah

Siapa sebenarnya pengarang Sholawat Nariyah? Adalah Syekh Ibrahim bin Muhammad bin Ali At-Tazi. Beliau merupakan wali agung dari kota Taza, Maroko (Al-Maghrib Al-Aqsa). Namun terkait namanya, terjadi silang pendapat di kalangan ulama. Ada yang menyebut, Ibrahim At-Tazi. Anggapan ini dari Syekh Abdullah Al-Ghumari dalam kitab Al-Hujjaj, dan Syekh Abdellah Guennoun dalam kitab An-Nubugh al-Maghribi. Dan pendapat ini diamini langsung oleh Habib Mundir dan kawan-kawannya.

Ahmad At-Tazi. Ini pendapat dari Syekh Prof. Dr. Ali Jumah menurut riwayat muridnya, Muhammad Muntashir Ahmad Hamid Al-Hulwani, halaman 51 dalam kitab Al-Kunuz Al-Muhammadiyah.

Abdul Wahab At-Tazi. Pendapat ini dari Prof. Dr. Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki dalam kitab Al-Majmu’ah. Diaminkan oleh KH. Aziz Masyhuri, Jombang. Abdul Wahab At-Tazi, merupakan keturunan Nabi Muhammad, seorang sufi, waliyullah, al-arif billah. (Hal. 1-6).

Ibrahim At-Tazi diperkirakan lahir abad ke-8 H/ke-14 M. Wafat tanggal 9 Sya’ban 866 H/9 Mie 1462. Beliau dimakamkan di Wahran, Oran/Aljzair di dekat kuburan gurunya, Al-Hawwari selama 50 tahun. Lalu dipindahkan secara sembunyi-sembunyi oleh muridnya ke Benteng Bani Rasyid. Kenapa dipindah? Waktu itu, Oran dijajah oleh Spanyol dan menjadikan kuburannya sebagai tempat duduk.

Beliau mondok di Maroko atas kehendak ayahnya. Setelah mantap berguru di sana, beliau lanjut ke Hijaz dengan niat ibadah haji. Di Mekkah, beliau belajar ke Syekh Sayyid Al-Qadhi Muhammad bin Ahmad bin Ali Al-Hasani Al-Fasi. Di Madinah beliau berguru kepada ulama. Di antaranya, Syekh Abul Fath Muhammad bin Ali Bakr Al-Qurasyi Asy-Syafi’i.

Baca juga:  Masymumat al-Warrad Fi Tartib al-Awrad: Jejak Peninggalan Khazanah Spiritual Islam di Tanah Buton

Beliau adalah orang yang ahli ilmu hadis, mantiq, usuluddin, tajwid, hingga liguistik arab. Suaranya sangat merdu. Beliau pernah mengajar Mukhtashar Khalil tanpa melihat syarahnya. Akhlaqnya seperti Nabi. Sabar ketika fitnah, santun, ramah dan sebagainya. (Hal. 10-22).

Jumlah Wirid Sholawat Nariyah yang Diklaim Bid’ah

Berapa jumlah wiridan Sholawat Nariyah agar hajat tercapai, keresahan dan penyakit terangkat, dosa diampuni dan sebagaiya? Ini memang tidak diajarkan Nabi. Kalau dikategorikan Bid’ah, ya. Namun yang jelas bid’ah ada: bid’ah hasanah dan dlalalah. Lagi pula, bid’ah memang bersangkutan dengan akidah dan keyakinan. Dan, membahasnya tidak akan pernah selesai meski sampai ke ujung akar.

Ulama dan Sufi telah menjabarkan jumlah wiridan Sholawat Nariyah. Mulai dari 11x-4444x. Dan tidak perlu ditanya. Sebab ulama dan sufi ibarat dokter yang ketika memberikan obat kepada pasien 3x sehari. Pasien tidak pernah bertanya “mengapa tidak 1x saja, Dokter?” Sama!, jumlah wiridan yang telah ditentukan atau santer biasanya berapa baiknya diamalkan, itu jangan ditanya, “kenapa tidak segini saja?”. Tak ada cara lain kecuali tunduk, tanpa komplain lalu mengamalkan. (Hal.37).

Tuduhan Wahabi: Sholawat Nariyah Syirik

Ada enam kalimat (tawassul) yang umum dituduh syirik oleh Wababi. Yakni dari kalimat tanhallu bihil ‘uqodu sampai wa yustasqal ghamaamu bi wajhihil kariimi. Padahal, kalimat yang terdapat dalam sholawat susunan para ulama, merupakan ungkapan dari kebesaran dan keagungan Nabi Saw. yang dapat ditelusuri dalam al-quran dan hadis.

Tanhallu bihil ‘uqodu (ikatan-ikatan ‘yang sulit’ bisa lepas lantran Nabi Muhammad).

“Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku”. (Q.S. Thaha, 27-28).

Baca juga:  Sabilus Salikin (69): Ajaran-ajaran Dasar Tarekat Qadiriyah

Dalam hadis Nabi, (Al-Hafizh Ibnu Hajar, al-ishabah fi tamyis al-Shahabah, juz 1 hal. 434 dan al-Hafizh al-Salehi al-Syamsi, Subul al-Huda wa al-Rasyad, juz 10 hal. 19) disebutkan, bahwa sahabat Basyir bisa terlepas dari kekakuan (pembicaraanya) lantaran diludahi oleh Nabi Saw.

Wa tanfariju bihil kurabu,  (kesedihan bisa tersingkap lantaran Nabi Saw.).

Ada hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/615) (dinilai sahih).

Bahwa, Nabi Saw. telah menjadi sebab terlepasnya Nabi Adam dari kesedihan dalam pertaubatannya, memohon ampun kepada Allah dengan derajat Nabi Muhammad (saat Nabi belum diciptakan).

Tak hanya itu, dalam kalimat seterusnya sampai wa yustasqal ghamaamu bi wajhihil kariimi, Nabi Saw. terus menjadi kebutuhan bagi kita. Mulai dari kebutuhan kita agar terpenuhi, keinginan bisa diraih, turunnya hujan, sampai keselamatan dunia-akhitat. Wa yustasqal ghamaamu bi wajhihil kariimi. (Dan hujan diturunkan (oleh Allah) sebab (berkah) wajahnya ‘baginda Muhammad’ yang mulia).

Artinya, Nabi Saw. menjadi sebab datangnya petunjuk kepada kita (manusia). Yang kafir bisa masuk Islam, yang sesat bisa ke jalan lurus, dan sebagainya. Sedangkan orang yang ada dalam kebenaran, kian mantap atas kebenarannya. (Hal. 76-130).

Keutamaan Sholawat Nariyah, Anjuran Nabi dan Keagungan

Membaca sholawat kepada kanjeng Nabi merupakan ajaran Islam. Hadiahnya adalah pahala yang berlipat ganda.

(HR. Muslim 1/288289 no.384) menjelaskan bahawa, Nabi menyuruh kita untuk bersholawat. Sebab 1x bersholawat kepada beliau, sama saja bersholawat 10x. Hal ini dipertegas lagi oleh firman Allah dalam quran surah al-Ahzab/33:56.

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”.

Ibroh yang dapat kita petik adalah: membaca sholawat merupakan hal yang esensi yang disyariatkan dalam Islam. Dengan catatan ikhlas dan sesuai tuntunan Nabi Saw. (Hal. 144-145).

Baca juga:  Memanfaatkan “Media Sosial” dengan Bijak

Surah al-Ahzab di atas menjelaskan betapa wajibnya kita mengagungkan Nabi. Sebab bersholawat kepadanya, adalah mendoakannya (mengagungkan). Dan cara mengagungkannya ada tiga:

(1). Dalam Hati. Yakni meyakinkan beliau adalah hamba dan utusan Allah. Sebab dengan keyakinan, akan mengedepankan kecintaan kepada beliau.

(2). Dengan Lisan. Yakni memuji beliau dengan pujian yang berhak dimilikinya. Salah satunya adalah bersholawat (Sholawat Nariyah, dan sebagainya). Dengan syarat tidak ada riya’ dan berlebihan.

(3). Dengan Tubuh. Yakni meneladani beliau. Mengamalkan dan menjauhkan apa yang beliau sampaikan, membela sunnahnya dan menebar tuntunannya serta beribadah dengan cara yang disyariatkannya. (Hal. 156-159)

***

Inti sari buku ini adalah menjawab keresahan umat yang ragu terhadap Sholawat Nariyah (yang membid’ahkan), memberikan edukasi dan wawasan baru khazanah keislaman yang originilitas tentang Sholawat Nariyah.

Ada hal yang lebih menarik, unik dan ajaib lagi tentang Sholawat Nariyah. Yakni cara tawassul, khasiat, kisah dan kesannya. Seperti kisah Kiai Hasyim Asyari, berkat membaca Sholawat Nariyah, beliau bisa bermimpi Imam Bukhori, Imam Syafi’i dan Imam Al-Ghazali.

Juga kisah seorang santri, yang mondok di pesantren, mengamalkan Sholawat Nariyah, akhirnya bisa kuliah ke Maroko. Di bab terakhir, pembaca akan disuguhkan foto bersejarah terkait Sholawat Nariyah. Mulai dari manuskripnya dan sebagainya.

 

Buku: Sholawat Nariyah Sejarah dan Khasiatnya

Penulis: Dr. H. Alvian Iqbal Zahasfan SSI. Lc., MA. 

Terbitan: Imtiyaz

Cetakan: IV September 2021

Halaman: 339

ISBN: 978-602-5779-45-9

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
5
Ingin Tahu
0
Senang
4
Terhibur
2
Terinspirasi
14
Terkejut
2
Lihat Komentar (4)
  • Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
    Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.” (QS Al-Araf [7]: 188)

    Di dalam ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan bahwa beliau tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak dapat menolak mudharat kecuali apa yang telah dikehendaki oleh Allah. Padahal kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling tinggi derajatnya, yang paling mulia di sisi Allah. Namun, beliau diperintahkan untuk mengatakan hal tersebut.

    Hal itu karena, memberikan manfaat dan menolak mudharat hanya Allah saja yang bisa melakukannya. Tidak ada seorang makhluk pun yang bisa melakukannya. Dan semua itu terjadi atas kehendak dariNya.

Komentari

Scroll To Top