Sedang Membaca
Gus Mus, Arab Pegon, dan Kangen yang Abadi
Zaim Ahya
Penulis Kolom

Tinggal di Batang. Penulis lepas, owner kedai tak selesai, dan pengajar di PonPes TPI al-Hidayah.

Gus Mus, Arab Pegon, dan Kangen yang Abadi

Belum lama ini, melalui akun Facebook bernama Ahmad Mustofa Bisri mengunggah foto dirinya memakai kaos bertuliskan dua kata dalam bahasa Arab lengkap makna Arab Pegon dan arti dalam bahasa Indonesia: “Anaa musytaaqun/Utawi insun iku kangen/Aku kangen”. Tak lain, akun tersebut milik KH A. Mustofa Bisri, atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus.

Selang beberapa jam, beliau mengunggah foto yang sama, namun dengan keterangan yang berbeda. Kata beliau, ada yang kurang dalam kaos itu, dan lima orang pertama yang bisa menunjukkan kurang pas tersebut akan mendapatkan kaos serupa.

Sontak, kolom komentar mendadak penuh. Para netizen mencoba menunjukkan kurang pas yang mungkin dimaksud Gus Mus, namun tetap dengan rendah hati. Tampaknya nitizen sadar betul, Gus Mus tentu lebih menguasai dan mengetahui apa yang kurang pas, tanpa perlu dibantu menunjukkannya.

Ada yang mencoba menambahkan makna “wong kang” pada kata “musytaaqun”, karena kata tersebut isim fail, yang biasanya dalam pemaknaan pesantren diberi embel-embel makna “wong kang” bagi kata yang berakal, atau “barang/perkoro kang” bagi yang tak berakal.

Ada lagi yang berpendapat, tidak perlu menulis arti “utawi” dan “iku” karena telah ada tanda huruf “mim” kecil di atas kata “anaa” yang menunjukkan kedudukannya menjadi mubtada’ yang bermakna “utawi” dan huruf “kho” yang berarti khobar dan bermakna “iku”.

Baca juga:  Perjalanan Gus Dur di Austalia: Dari Memukai Akademisi Hingga Mencuci Piring Sendiri

Ada juga yang fokus kepada ukuran gambar, dan lain sebagainya. Selain itu, banyak pula yang berkomentar namun tak menunjukkan apa-apa selain berharap lebih dekat dengan Simbah Kakung yang selalu menebar cinta ini.

Kenapa banyak yang komentar? Selain desain kaos yang menarik yang idenya dari Gus Mus, tentu menjadi kebahagiaan yang luar biasa jika bisa mendapat hadiah dari beliau.

Kalau mengacu kepada pemaknaan di pesantren, beberapa komentar-komentar di atas, kemungkinan besar masuk dalam katagori kurang pas yang dimaksud Gus Mus.

Jika dicermati dengan saksama, kenapa Gus Mus dalam mengungkapkan kangen atau rindu, dengan menggunakan jumlah ismiah, bukan menggunakan jumlah fi’liah?

Jumlah ismiah adalah jumlah yang terdiri dari mubtada dan khobar, sebagaimana telah disinggung di atas. Sedangkan jumlah fi’liah adalah jumlah yang terdiri dari fi’il dan fa’il.

Tidak seperti jumlah fi’liah yang terkait erat dengan waktu: past, present dan future, jumlah ismiah tidaklah demikian. Jumlah yang disebut terakhir ini tidak terbatas oleh waktu, dalam arti mengandung makna tetap (tsubuut) dan selamanya (dawaam).

Dengan keterangan di atas, tulisan “anaa musytaaqun” bisa dimaknai dengan “utawi insun iku wong kang tetep lan sak lawase indalem kangene” (aku adalah orang yang kangennya tetap dan selamanya).

Baca juga:  Mengapa Gus Dur Dijuluki Kiai Kethoprak

Lalu siapa yang dikangeni atau yang dirindu Gus Mus sampai-sampai Gus Mus mengungkapkannya dengan jumlah ismiah?

Mari flashback ke acara “Mata Najwa”, yang menghadirkan Gus Mus beberapa tahun silam. Mbak Nana (panggilan akrab Najwa Shihab) bertanya ke Gus Mus, “siapa yang dimaksud dengan kata ganti “kamu/mu” dalam puisi-sajak cinta Gus Mus.”

“Kalau tidak dia (Nyai Siti Fatma istri Gus Mus, Allahu yarhamha) ya, yang di sana (Allah)” jawab Gus Mus.”

Begitulah, kangen atau rindu kepada Tuhan yang abadi, atau kepada makhluknya karena-Nya, tak akan lekang oleh waktu, turut abadi.

Dalam konteks ini, mari kita simak senandung cinta dari Ibnu Arabi:

“Mencintai perempuan adalah cara untuk menuju cinta Tuhan (al-hubb al-ilahi), mencintai manusia adalah syarat untuk bisa merasakan cinta kepada Tuhan. Mencintai perempuan adalah keistimewaan nabi dan rindu Tuhan, sesungguhnya manifestasi Tuhan dalam perempuan adalah manifestasi-Nya yang paling sempurna, hubungan terintim dengan-Nya adalah menikah (penyatuan).” (dikutip dari Elsa Semarang).

Terima kasih Gus Mus. Anda tak pernah lelah menebar dan mengajar kami cinta dan kasih sayang.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
2
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top