Langit masih muram, wabah tak kunjung usai. Dunia saat ini masih dihebohkan dengan pagebluk Covid-19. Hewan kelelawar menjadi tersangka dalam kasus ini.
Namun, pagebluk ini sebenarnya disebabkan oleh manusia, karena pengrusakan habitat alami hewan termasuk kelelawar, yang sebelumnya terkunci dan akhirnya terpaksa terbang membawa penyakit. Ini seperti ditulis oleh CNN, Jumat 27 Maret 2020.
Untuk memutus mata rantai virus ini, Presiden Jokowi menghimbau untuk melakukan swakarantina atau karantina mandiri, menjaga kebersihan rumah, jaga jarak (physical ditancing), kerja dari rumah, dan menjauhi kerumunan. Hal ini tentu berdampak besar bagi umat kristiani.
Apa yang terjadi dalam kehidupan umat kristiani? Jika gereja tidak ikut bergerak maka semangat roh umat kristiani akan tumbang bahkan mungkin imunitas tubuh akan lemah dan mengakibatkan sakit-sakitan. Perkara Covid-19 membawa pro dan kontra dalam tata cara ibadah gereja. Tidak sedikit umat kristiani diributkan mengenai tata cara ibadah.
Banyak yang melawan adanya ibadah secara dalam jaringan (daring) dengan dirumah saja, mereka berkeyakinan bahwa mereka punya Tuhan yang besar dan mereka tidak takut dengan adanya pagebluk korona. Mereka percaya bahwa jika takdir sudah berada pada tangan Tuhan, tidak ada yang dapat membatasi ibadah mereka dengan Tuhan. Bahkan mereka percaya bahwa banyak mujizat dalam memerangi virus korona.
Namun hal ini tidak disetujui oleh kaum kristiani pro pemerintah. Mereka berkeyakinan bahwa pemerintah adalah wakil Allah didunia ini sehingga kebijakan yang dibuat pemerintah dengan gereja itu adalah ketentuan dari Tuhan. Menjauhi kerumunan sangat berperan besar dalam memutus mata rantai Covid-19. Pendapat mereka adalah, “bukan berarti kami takut dengan virus korona namun kami hanya ingin mencegah penyebaran virus korona agar dapat berobadah seperti biasa.”
Hal ini membuat kaum kristiani resah sehingga para pendeta sepakat akan mengadakan ibadah online sebagai upaya mencegah penyebaran virus. “Gereja sebaiknya ibadah secara online agar proses ibadah bisa tetap berlangsung tanpa adanya kontak langsung sesama warga jemaat,” ujar Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury seperti dikutip dari aku situs resmi Kemenag, Jakarta, Sabtu (28/03/2020).
Namun tidak dipungkiri bahwa setiap keberlangsungan ibadah online dalam pengambilan video pasti juga menimbulkan kerumunan bagi pengurus gereja. Maka dari itu gereja diimbau untuk menyediakan handsanitizer dan physical distancing. Dengan keterbatasan seperti ini tidak membatasi umat kristiani beragama sehingga dapat diperbaiki karakternya.
Namun disisi lain hal ini membawa dampak positif bagi keluarga-keluarga umat kristiani. Dengan adanya work from home, maka tidak sedikit orang tua atau anak yang awalnya jarang dirumah hingga kini nyaman dirumah. Momen ini dimanfaatkan gereja secara maksimal.
Gereja selalu menyuplai renungan harian agar keluarga tetap bersatu. Karena melihat perpecahan gereja sering terjadi karena ketidakpercayaan setiap keluarga terhadap keluarga lain bahkan terhadap pendetanya sendiri.
Banyak kegiatan rohani dilakukan ditengah keluarga seperti membagikan cerita atas apa yang Tuhan beri dalam diri masing-masing pribadi. Hal inilah yang digalakkan oleh gereja untuk menyatukan setiap keluarga.
Karena krisis ekonomi juga berdampak bagi kehidupan umat kristiani, gereja juga menggalakkan pembagian sembako pada jamaatnya. Bahkan juga meminta para jemaat yang termasuk keluarga mampu agar menggerakkan hatinya untuk berdonasi dalam upaya menangani krisis ekonomi masyarakat. Selain itu gereja juga memberi sembako pada masyarakat jalanan.
Tidak dipungkiri bahwa gereja juga berampak besar bagi penanganan Covid-19 ini melalui setiap kegiatan yang dilakukan. Tidak hanya umat Kristen saja namun setiap agama juga perlu menjaga kesatuan keluarga.