Prof Suwardi Endraswara dalam buku Dunia Hantu Orang Jawa menjelaskan bahwa keyakinan terhadap makhluk supranatural merupakan karakteristik dari wujud agama, dan keyakinan orang Jawa pada roh, makhluk di luar dimensi manusia, serta kekuatan ghaib pada faktanya sampai hari ini masih terus lestari.
Dan bagi penulis hal tersebut merupakan kontruksi yang natural dalam proses berkeyakinan sekaligus beragama, sebab dalam Islam sendiri juga dibahas tentang makhluk halus atau jin, dan menurut Azka Nashrul Hasan dalam jurnal Intrepretasi KH Yasin Asmuni Tentang Jin Dalam Tafsir Muawwidzataian dijelaskan bahwa jin pada dasarnya tetap mempunyai tanggung jawab yang sama untuk taat pada hukum-hukum Allah Swt.
Kemudian Ki Sondong Mandali dalam buku Kawruh Kejawen menjelaskan keberadaan makhluk halus yang biasanya disebut sebagai lelembut dalam ajaran kejawen mempunyai statusnya sendiri, berbeda dengan setan atau iblis. Karena lelembut termasuk makhluk yang bisa menjadi saudara manusia, sekaligus membantu keperluan manusia. Sehingga dari sini bisa dimengerti bahwa sejatinya makhluk halus dalam perspektif keislaman maupun kejawaan mempunyai tafsiran-tafsiran yang luas.
Heri Dwi Santoso dalam Apitan : Pelestarian Tradisi Agraris Lokal Masyarakat Jawa menjelaskan bahwa masyarakat Jawa dalam hal ini yang hidup dalam ruang agraris mempunyai tuntunan hidup untuk selalu selaras dengan alam. Dan berangkat dari hal tersebut, menurut penulis masyarakat Jawa pada hakikat hidupnya mempunyai tatanan ekosistem tersendiri yang meliputi sekaligus mengayomi dimensi fisik hingga ghaib, sehingga menjadi penting untuk membangun tata krama yang baik dengan pohon, gunung, hutan, laut dan antar manusia termasuk dengan roh para leluhur serta makhluk-makhluk yang berasal dari dunia ghaib, yang dengan seperti itu bisa menciptakan keselarasan, keseimbangan, serta kesejahteraan hidup.
Selanjutnya menurut Purwadi dalam buku Folklor Jawa turut mendeskripsikan bahwa banyak ahli kejawen yang menceritakan tentang realitas dunia ini yang sebenarnya mempunyai beberapa lapis alam kehidupan yang dihuni berbagai macam makhluk, dan alam manusia hanya salah satu dari sekian banyak alam. Sehingga berdasarkan pada tatanan ekosistem masyarakat Jawa dan pandangan para ahli kejawen, akan ikut membentuk paradigma supranatural sekaligus terciptanya riwayat-riwayat maupun fenomena supranatural di tengah masyarakat Jawa.
Tuyul, Babi Ngepet, dan Kapitalisme Mistis
Pada suatu kesempatan penulis berdialog dengan salah satu warga Dusun Belung, Desa Kawedusan, Kec.Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur, saat itu beliau menceritakan tentang keberadaan tuyul yang sudah lama ada di dusun, dan menurutnya tuyul tersebut ada yang sengaja memelihara serta berkaitan dengan orang-orang kaya yang ada di Dusun. Lantas pada kesempatan lainnya beliau turut bercerita bahwa dirinya serta keluarganya dituduh memelihara tuyul oleh salah satu warga dusun yang ada. Dan tuduhan tersebut turut berpengaruh pada roda bisnis krupuk yang beliau jalankan. Sebab karena adanya tuduhan itu membuat sebagian orang yang selama ini sudah menjadi pelanggannya akhirnya merasa khawatir lalu memilih untuk tidak datang lagi.
Kemudian salah satu sesepuh dusun bernama Mbah Nur juga menceritakan bahwa dulu pernah ada peristiwa dimana Mbah Kyai Bajuri (almarhum) melihat ada tuyul yang sedang bermain disekitar rumah orang tua Mbah Nur di Dusun Belung, yang akhirnya Mbah Kyai Bajuri berpesan kepada orang tua Mbah Nur agar besok pagi menyampaikan kepada sang pemilik tuyul bahwa semalam tuyulnya ada di sekitar rumahnya, dan pada akhirnya pesan tersebut dilaksanakan, lantas tindakan tersebut menjadi penting untuk dilakukan karena sebagai peringatan juga kepada sang pemilik tuyul agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Kemudian pada riwayat lainnya, dikabarkan bahwa baru-baru ini ada pemuda dari Dusun Belung yang saat perjalanan di sekitar dusun sempat bertemu dengan babi ngepet, yang secara penampakan fisiknya berwujud kepala babi namun berbadan manusia.
Dengan demikian berdasarkan pada berbagai periwayatan yang ada tentang tuyul dan babi ngepet di Dusun Belung, maka bisa dianalisis melalui beberapa perspektif, pertama teologi, yang menunjukkan bahwa kepercayaan pada makhluk-makhluk ghaib di Dusun Belung masih cukup kuat, dan menurut penulis itu bukan hal yang masalah, karena percaya pada yang ghaib merupakan ciri utama masyarakat beriman.
Kedua paradigma berfikir, sebab masyarakat Dusun Belung punya basis pengetahuannya sendiri yang akhirnya turut membentuk paradigma berfikir mereka yang sifatnya supranatural, dan jika ada yang menganggap bahwa itu tidak rasional, menurut penulis itu keliru, karena masyarakat Dusun Belung punya kerangka rasionalitasnya sendiri yang itu berbeda dengan ilmu-ilmu kampus.
Ketiga ekonomi, berkaitan dengan adanya tuyul dan babi ngepet turut menunjukkan bahwa ada mesin ekonomi yang sedang ingin dijalankan, dan di masa sekarang ini dimana musim pandemi masih terus berkepanjangan, turut menciptakan problematika di masyarakat luas, diantara problemnya adalah kebutuhan ekonomi, yang terkadang membuat orang nekad yang akhirnya ingin mencari solusi cepat dengan jalan mistis yang ujungnya membawa petaka.
Dan menurut Prof Suwardi Endraswara dalam buku Mistik Kejawen menjelaskan dunia ekonomi Jawa memang terkadang berbau sakral sebab para pelaku ekonomi juga menggunakan ilmu pelarisan hingga golek pesugihan untuk mempercepat terkumpulnya pundi-pundi uang, dan hal tersebut bisa diraih dengan jalan tirakat di tempat-tempat keramat, dan penulis menyebutnya sebagai kapitalisme mistis.
Klasifikasi Hantu Jawa dan Ekspresi Islam Agraris
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan terhadap berbagai riwayat yang menceritakan tentang fenomena hantu di Dusun Belung, menunjukkan bahwa hantu atau makhluk ghaib tersebut masing-masing mempunyai status tersendiri, sekaligus memiliki wilayah kuasa masing-masing.
Hal tersebut bisa diketahui diantaranya dari eksistensi Genderuwo yang cenderung suka menakuti dan wilayahnya berada di barongan atau rimbunan bambu-bambu, lalu Jin Muslim yang menurut pengurus takmir turut menghuni Masjid Dusun Belung dan mereka tidak suka jika ada yang tidur sembarangan di Masjid Dusun Belung, selanjutnya ada Ular Besar mirip naga yang mengitari wilayah Dusun Belung, dan kabarnya ular besar tersebut bertujuan menjaga tanah yang dulu dibuka oleh Mbah Kyai Hasan Murawi.
Kemudian di wilayah pertanian mereka, juga ada sosok yang disebut sebagai Rondo Kuning, dan para petani banyak yang melihat sosoknya, lantas selaras dengan hasil pengamatan penulis, Prof Suwardi Endraswara juga menyebutkan bahwa hantu-hantu yang ada di Jawa bisa diklasifikasikan dalam beberapa kelompok diantaranya Hantu Penguasa Wilayah, Hantu Wanita Jadi-Jadian, Hantu Perewangan, hingga Hantu Binatang. Dan menurut penulis, beragamnya riwayat mistis merupakan bagian dari ekspresi Islam Agraris.