
Ukraina beruntung memiliki kondisi alam yang sangat baik untuk pertanian, bahkan termasuk sepertiga dari tanah paling subur di dunia. Tiga komoditi pangan utama untuk ekspor adalah gandum, jagung dan bunga matahari. Makan siang di desa Chernihiv adalah pengalaman yang sangat menyenangkan dan mengenyangkan, karena porsi besar! Kontributor Alif.ID, Wella Sherlita, melaporkan dari Chernihiv, Ukraina.
Kami tiba di pertanian Naporivske, Desa Lukavishka, Provinsi Chernihiv. Langit siang itu cerah berawan. Ratusan sapi perah gemuk menyantap rumput dengan lahap. Hryhorii Tkachenko, lelaki petani gandum di Naporivske, tersenyum lebar sambil menjabat tangan kami satu per satu.
Tkachenko menuturkan, total luas lahan pertanian dan peternakan di desa itu sebelum perang mencapai 1.500 hektar. Ia sendiri memiliki 8 hektar lahan dan 350 ternak sapi perah. Namun, sedih, selama masa pendudukan Rusia, 158 ekor sapinya mati.

“Semua bangunan dihancurkan tentara Rusia, karena saya mengirimkan makanan untuk para prajurit Ukraina yang bertempur,” ungkap Tkachenko.
Pria tinggi besar itu dengan senang hati mengajak kami ke kantornya, tempat ia menyimpan semua data pemasukan dan pengeluaran hasil tanam dan panen.
“Jumlah pegawai saya sekitar 70 orang. Sehari-hari saya juga dibantu oleh istri. Kami punya dua orang putri dan dua orang putra. Anak sulung yang laki-laki dan menantu saya saat ini ikut berperang di garis depan,” lanjut Tkachenko.

Saat pasukan Rusia ingin menduduki Chernihiv, desa tersebut tak luput dari serangan. Seluruh petani angkat senjata bersama militer Ukraina, termasuk Tkachenko. Jumlahnya sekitar 64 orang. Selama tiga hari pertempuran besar berlangsung. Sekitar 250 orang tentara Rusia diklaim tewas.

“Kami melawan 3000 tentara Rusia di kampung ini. Kami punya bantuan artileri dan membakar 31 kendaraan lapis baja. Ada 19 prajurit Ukraina dan sebelas warga sipil tewas. Enam warga sipil hilang dan belum kembali,” kisah Tkachenko.
Tapi yang paling membuatnya nestapa bukanlah kematian ratusan hewan ternaknya. Ada gereja, satu-satunya gereja ortodoks di desa itu, diledakkan hingga tak bisa difungsikan lagi. Pasukan Rusia berpesta dengan daging sapi jarahan, di halaman gereja yang sudah tak berbentuk.

Untuk perbaikan rumah para petani, bantuan memang datang dari pemerintah Ukraina. Namun, Tkachenko mengaku tak ada bantuan pemerintah untuk memperbaiki lahan pertanian. Ia menelan kerugian sebesar 1,5 juta dolar AS untuk pertanian gandum, jagung, dan bunga matahari.

Saat ini, ladang pertanian Tkachenko lebih banyak ditanami jagung, yang ekspornya bisa mencapai 26 juta ton. Ia berharap, dari hasil tanam sekarang itu, ia bisa memanen sebanyak 10 ton jagung. Jagung hasil pertaniannya biasanya diekspor ke Mesir, China, dan Indonesia.
Melihat suburnya tanah pertanian di Ukraina, saya pun membatin, tak mengherankan jika Rusia ingin menguasai seluruh wilayah ini. Itu baru pertanian. Masih banyak sumber alam dan energi melimpah yang bisa dikeruk.
Gembira Makan Menu Pedesaan
Menjelang pukul 13:00 waktu setempat, Tkachenko membawa kami ke rumahnya. Sang istri tercinta rupanya telah menyiapkan makan siang yang lezat. Seluruhnya menggunakan bahan-bahan yang segar; mulai dari ikan asap, daging sapi tumbuk dengan kentang, sayur-sayuran, aneka keju, stroberi besar yang rasanya manis, serta yoghurt buatan sendiri.

Inilah hidangan asli Ukraina yang kami santap langsung dari pertanian lokal. Porsinya banyak dan dimasak dengan bumbu yang pas, hingga membuat saya sejenak melupakan kedukaan akan desa ini dan seisinya.
“Gandum kami dulu diekspor ke berbagai negara. Pertanian kami termasuk skala kecil, sehingga kalau mau ekspor harus dilakukan bersama petani-petani lain. Kalau untuk sekarang kami terus terang tidak tahu (gandum) mau diekspor ke mana,” kata Tkachenko.

Berdasarkan ‘Penilaian Kerusakan dan Kebutuhan Cepat Keempat’, yang dilakukan oleh Pemerintah Ukraina, Bank Dunia, Uni Eropa, dan PBB pada 6 Februari 2025, sektor pertanian Ukraina telah mengalami kerusakan dan kerugian sebesar 83,9 miliar Dolar AS, dengan tambahan 1,6 miliar Dolar AS di sektor irigasi.
Rumah tangga pedesaan dan petani skala kecil menanggung sebagian besar dampak ini dan terpaksa beradaptasi untuk menghadapi kontaminasi lahan, kekurangan tenaga kerja, meningkatnya biaya input, serta pemadaman listrik.

Ribuan keluarga masih kekurangan peralatan dasar dan layanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan produksi mereka dan melindungi mata pencaharian mereka.
Tkachenko berpendapat, perang yang terjadi bukan hanya perang Rusia-Ukraina, melainkan perang antara orang yang beradab dan yang tidak beradab. Ia menlai, Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap Rusia, karena Indonesia termasuk negara berkembang yang kuat.
“Semoga rakyat Indonesia selalu dalam lindungan Tuhan,” Tkachenko. Ia mengantarkan kami dengan kendaraannya menuju jalan raya di perbatasan desa.