
Beragam cara dilakukan oleh Rusia untuk menaklukkan Ukraina. Jumlah anak yang dibawa kabur dari negara itu mencapai ratusan ribu. Mereka dibawa ke kamp militer dengan dalih untuk berlibur atau lantaran sudah tak dicintai lagi oleh orang tua. Di Mariupol, seorang anak yang ditahan terpaksa berpisah dengan ibunya, dan sejak itu mereka tak pernah bersama lagi. Kontributor Alif.ID, Wella Sherlita, melaporkan dari Chernihiv, Ukraina.
Setelah menempuh perjalanan panjang dari Kyiv menuju Chernihiv –dan harus menunggu nyaris dua jam, kami akhirnya diizinkan menemui Olexandr Radchuk (14). Ia sempat dilarikan militer Rusia bersama ibunya, Snezana Kozlova, ke sebuah pabrik yang diubah menjadi tempat penyanderaan bagi tentara Ukraina yang terluka, serta ratusan warga sipil. Peristiwa itu terjadi pada 24 Maret 2022 di kota Mariupol. Kala itu, Oleksandr –atau kerap dipanggil Sasha, masih berusia 11 tahun.
Kami menemui Sasha dan neneknya, Liudmyla Siryk, di sebuah taman yang lapang dengan danau yang indah. Kini, Sasha dan Vika adik perempuannya terpaksa tinggal bersama nenek, setelah tiga tahun tak ada kepastian kapan ibunya akan dibebaskan dari penjara di Rusia.

Sasha tampak santai, mengenakan kaos oblong panjang dan celana olahraga pendek. Ia menjawab semua pertanyaan kami, meski –mau tak mau– harus membuka lagi memori sedih beberapa tahun lalu. Namun, cerita dirinya memang perlu dibagikan, bagian dari sejarah hidupnya yang penting.
“Saya kasihan sama nenek. Sekarang ia terpaksa harus mengurus kami, padahal saya dan Vika kan sudah remaja,” kata Sasha mengawali perbincangan, dalam bahasa Ukraina. Sahabat kami, Khrystyna Skhudov, dengan sukarela menjadi penerjemah.
Saat pasukan Rusia memasuki Ukraina, Sasha sedang bersiap pergi ke sekolah. Kemudian ada pemberitahuan di televisi mengenai serangan Rusia dan perang akan segera dimulai. Tidak ada pikiran buruk saat itu, semua orang masih beraktivitas secara normal.
“Kami sedang makan di halaman rumah dan Ibu masak daging bakar. Tiba-tiba ada serangan udara. Setelahnya listrik dan air mati. Saya sempat ke rumah tetangga untuk menjemput adikku. Ada serangan roket mengenai kaca rumah dan pecahannya masuk ke dalam mataku,” kisah Sasha.
Seterusnya, tentara Rusia datang dan membawa Sasha serta ibunya ke sebuah pabrik. Di sana sudah ada banyak tentara Ukraina yang terluka. Dokter yang bertugas hanya memberikan obat penghilang rasa sakit, itupun hanya sedikit. Makanan bagi para tahanan juga hanya sedikit. Namun, kata Sasha, tahanan anak-anak diberikan permen dan coklat.
“Kami ditahan di dalam pabrik itu selama dua minggu, kemudian pabrik dikepung dan tentara Rusia memerintahkan kami untuk menyerah. Kami dan tahanan tentara Ukraina kemudian dibawa lagi oleh Rusia ke suatu tempat. Mereka tidak memisahkan kami meskipun kami warga biasa (sipil). Kami tetap disatukan dengan tentara Ukraina yang luka-luka itu,” ujar Sasha.
Tak disangka, di tempat inilah anak dan ibu dipisahkan. Snezana dibawa ke kota lain tanpa pemberitahuan kepada putranya. Sasha mengaku seseorang berkata ibunya akan kembali dalam tiga hari. Setelahnya, giliran Sasha yang dibawa ke Donetsk, wilayah di garis depan pertempuran Rusia-Ukraina, dengan naik mobil ambulans.
Di Rumah Sakit Donetsk, seorang dokter yang baik hati menghubungi Liudmyla melalui telepon untuk melaporkan keadaan cucunya. Berbagai syarat kelengkapan dokumen harus segera dipenuhi.
Kami juga sedikit mengobrol dengan Liudmyla Siryk, nenek Sasha, yang tampak segar dan cantik. Ia mengaku awalnya sulit memenuhi persyaratan tersebut, karena seluruh dokumen telah dibawa oleh anak perempuannya, Snezana. Pemerintah Ukraina ikut turun tangan membantu.

“Tapi saya tidak takut karena kan dia memang cucu saya dan ditahan di daerah perang. Saya meyakini bahwa dia harus dikembalikan kepada saya, jadi saya harus kuat, dan yang terpenting adalah anak saya dipulangkan, itu saja,” tegas Siryk.
Qatar Bantu Pulangkan Anak-Anak
Kami berkesempatan mengobrol dengan Akim Galimov, jurnalis dari 1+1 TV, satu televisi swasta nasional di Ukraina. Galimov menilai saat ini Rusia sulit untuk memulangkan tahanan Ukraina dalam kondisi baik. Saat dipulangkan, mereka semua dalam keadaan lapar. Itu tentu tidak sesuai dengan kesepakatan bersama. Belum lagi ratusan tentara Ukraina dikembalikan dalam keadaan sudah menjadi jenazah di dalam peti-peti es.
Galimov menambahkan, ratusan warga sipil Ukraina masih berada di penjara-penjara Rusia, bukan hanya militer. Lebih dari 112 wartawan juga masih ditahan oleh Rusia sejak awal invasi 22 Februari 2022.
“Tatar Krimea adalah fokus Rusia, mereka mau membunuh semua orang Tatar Krimea dan ini sangat menyakitkan. Ini perang politik, bukan perang agama,” ujar Galimov. Untuk menyebarkan informasi yang jujur dan berimbang mengenai perang Rusia-Ukraiana, ia memiliki saluran youtube bernama “The Real History” yang subscriber-nya sudah mencapai 728 ribu pengikut.
Pada perkembangan selanjutnya, pemulangan anak-anak korban perang Ukraina juga banyak dibantu oleh negara-negara Teluk, terutama Qatar.
“Kami berterima kasih kepada Qatar atas pemulangan anak-anak Ukraina. Tanpa Qatar kami tidak tahu apa yang terjadi dengan anak-anak itu, karena mereka dibawa langsung oleh militer Rusia. Dugaan saya, yang membantu pemulangan anak-anak banyak dari negara-negara Islam, negara-negara Teluk. Berdasarkan data ada 100 ribuan anak yang dibawa keluar dari Ukraina,” jelas Galimov.