Dewasa ini segala macam cara telah dikerahkan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan, mulai mencari solusi, serta mencari akar dari masalah tersebut. Tidak ketinggalan kalangan agamawan, juga turut berpartisipasi. Mereka menawarkan sebuah teori bahwa krisis lingkungan disebabkan oleh cara pandang manusia yang salah dalam memahami eksistensi bumi dan apa yang ada di dalamnya. Tentunya, hal ini berkaitan erat dengan penyakit spiritual yang menjangkit kebanyakan masyarakat zaman kini.
Dampaknya manusia modern cenderung mengeksploitasi bumi dengan tanpa terkendali. Sebenarnya apa tujuan penciptaan alam? juga bagaimana hakikat relasi manusia, alam dan tuhannya?
Allah dan Alam
Dalam pembahasan ilmu kalam (teologi) telah masyhur difaham bahwa segala sesuatu selain Allah adalah ‘alam, atau sering juga disebut makhluk (sesuatu yang diciptakan). Entah benda hidup maupun mati, entah berakal ataupun tidak. Semua
adalah makhluk yang diciptakan tuhan.
Alam merupakan manifestasi-manifestasi (tajaliyat) Allah, ia merupakan karya agung yang belum pernah ada misal sebelumnya. Allah menciptakannya dengan tanpa meniru sesuatu apapun, hal ini tercermin dalam salah satu namanya, al badi’(maha
kreatif).
Selain itu, alam juga sebagai bukti eksistensi Allah. Alam adalah karya seni agung yang indah, maka sudah pasti ada seniman hebat yang membuatnya. Eksistensi alam berarti menunjukan eksistensi Tuhan.
Subtansi Tujuan Makhluk diciptakan
Semua makhluk tidak bergerak sendiri sesuai kehendaknya, akan tetapi semua berjalan sesuai keteraturan serta saling berkaitan satu sama lain sesuai ketetapan tuhan. Dalam keterkaitan tersebut Allah telah menggariskan hakikat penciptaan mereka. Manusia dan jin diciptakan untuk beribadah kepadanya, sedangkan bumi dan segala isinya ia ciptakan bagi manusia sebagai media melaksanakan tugas peribadatan tersebut. Allah juga mengizinkan manusia untuk memanfaatkan alam.
Namun demikian, manusia modern cenderung memahami hakikat tersebut sebagai hak mutlak mereka. Efeknya pemahaman tersebut secara praktis menggiring manusia untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran dengan tanpa terkendali. Tentu semangat untung rugi dan alasan ekonomi menjadi salah satu motifnya. Padahal jika kita hubungkan dengan ayat yang lain, Allah telah menegaskan tugas manusia di bumi sebagai khalifah.
Para mufassir menjelaskan makna khalifah adalah pengemban amanat Allah untuk mengelola bumi serta melaksanakan hukum Allah disana. Allah melalui nabinya juga mewajibkan berbuat baik kepada apapun. Sebagai makhluk yang diciptakan untuk beribadah kepada Allah, menjadi kewajiban manusia untuk melaksanakan perintah tersebut. Termasuk berbuat baik kepada lingkungan sekitarnya.
Maka dari itu, jika ayat pelegalan pemanfaatan alam kita hubungkan dengan ayat khilafah diatas, akan muncul pemahaman bahwa ayat tersebut bukanlah sebuah legalitas bagi manusia untuk mengekploitasi dan memperkosa alam semaunya, justru akan sebuah tanggung jawab untuk senantiasa memelihara dan melestarikannya. Dan jika kita hubungkan tugas khilafah (melaksanakan hukum / perintah Allah) dengan hadits diatas, maka akan diketahui bahwa salah satu tugas khilafah adalah berbuat baik terhadap lingkungan.
Nah tentunya, tugas kekhalifahan tersebut harus diiringi dengan pengetahuan tentang aturan-aturan tuhan yang mengatur aktifitas manusia. Aturan-aturan tersebut secara mudah dikenal dengan fikih, karena khusus mengatur tentang hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya maka munculah istilah “Fikih Lingkungan”.
Manusia bersama alam sekitarnya merupakan makhluk Allah yang bergerak sesuai hakikat penciptaan serta keteraturan yang telah digariskan Allah. Allah melegalkan manusia untuk memanfaatkan alam sekitarnya. Bersamaan dengan hal itu, manusia juga di tuntut untuk bersikap bijak dalam pengelolaanya, dengan tetap berupaya merawat dan melestarikannya. Sebagai implementasi tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Oleh karena itu, Merusak alam sama dengan mengkhianati tugas kekhalifahan yang diamanatkan kepada manusia.
Maka, sudahkah kita berbuat baik kepada alam?