Sedang Membaca
Konsep Fikih Menjaga Lingkungan (4): Pertanian Organik, Pertanian Maslahah Sesuai Turats dan Alam Indonesia
Wildan Fatoni Yusuf
Penulis Kolom

Santri Ma'had Aly Lirboyo. Juaran Tiga Lomba Esais Muda Pesantren.

Konsep Fikih Menjaga Lingkungan (4): Pertanian Organik, Pertanian Maslahah Sesuai Turats dan Alam Indonesia

Whatsapp Image 2022 11 08 At 20.40.36

Total produksi panen Indonesia pada tahun 2020 mencapai 55,16 Juta ton dari luas area panen 10,79 juta hektar. Jumlah ini menempatkan Indonesia pada posisi ke tiga negara penghasil beras terbesar di dunia.

Peringkat pertama dan kedua diduduki Tiongkok dan India. Meski menduduki posisi ke 3 di dunia, Indonesia masih mengimpor beras guna menutupi kebutuhan dalam negeri atau sebagai cadangan pangan. Justru predikat lumbung padi asia tenggara dipegang oleh Thailand, Karena mereka telah mampu menutup kebutuhan hingga mampu menjadi eksportir bagi negara lain. Landscape ini menunjukan bahwa kebutuhan beras dan sistem pertanian kita masih perlu mendapat evaluasi lagi, agar dapat menutup kebutuhan dalam negeri hingga tidak perlu impor lagi.

Selain itu, pertanian Indonesia juga mempunyai pekerjaan rumah yang besar, mayoritas pertanian Indonesia masih mengandalkan pupuk kimia dan pestisida dalam proses tanamnya. Hal ini mempunyai dampak jangka panjang yang buruk bagi lingkungan dan pertanian di masa mendatang.

Membincang pertanian dan kebutuhan pangan memang bukan hanya membahas soal pemenuhan kebutuhan makanan satu dua generasi, namun juga upaya menyiapkan pangan yang sehat di masa mendatang.

Penggunaan pupuk kimia di pertanian Indonesia mulai tak terkontrol sejak masa kolonial. Pemakaian pupuk kimia dalam jangka panjang terbukti membuat tanah semakin tandus dan kehilangan kesuburan alaminya.

Agus H. Muhammad Said Ridlwan[1], salah satu aktivis pesantren yang giat dalam riset pertanian organik menyebut, mayoritas pertanian konvensional di Indonesia  yang masih mengandalkan pupuk kimia dan pestisida, memiliki dampak negatif yang multi dimensi.

Bagi tanah, pemakaian pupuk kimia dalam jangka panjang dapat menghilangkan unsur zat hara dalam tanah yang merupakan komponen utama keberhasilan proses tanam. Selain itu, sifat dari pupuk kima adalah candu. Semakin dipakai, tanah dan tanaman akan semakin membutuhkan pupuk tersebut, karena zat hara mulai hilang. Akhirnya padi tidak akan berproduksi maksimal jika tidak di pupuk. Konsekuensinya, biaya tanam akan semakin besar dari waktu ke waktu, namun hasil panen tidak mampu menutupnya. Di akhir kisah, kerugianpun menimpa petani itu sendiri.

Baca juga:  Ali Abdur Raziq : Islam dan Fase Problematika Khilafah

Penggunaan pestisida sebenarnya juga tidak baik bagi tanaman dan tanah. Pada dasarnya, tujuan pestisida untuk melindungi tumbuhan dari serangan hama. Namun jika dilakukan dengan tidak bijak dan overdosis, justru akan menjadi polutan yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Produk tanaman yang telah terpapar bahan kimia yang terkandung dalam pestisida juga tidak baik bagi kesehatan ketika dikonsumsi.

Intensitas pemakaian pestisida yang terlalu tinggi justru akan membuat daya tahan (resistant) organisme hama pengganggu lebih meningkat, sehingga akan semakin kebal terhadap pestisida itu sendiri. Pada akhirnya, lagi-lagi petani akan lebih banyak memakai pestisida untuk menanggulangi serangan hama yang semakin kebal itu.

Segudang masalah pertanian itu, solusinya ialah beralih ke pertanian organik. Pertanian organik ialah sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Pertanian organik mengandalkan unsur hara yang dimiliki tanah. Dalam proses budi dayanya, pertanian organik sangat memperhatikan kelestarian dan peningkatan kualitas tanah, tanaman, hewan, serta kesehatan manusia. Allah berfirman;

وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ ۖ أَحْيَيْنٰهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ

Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan”QS. Yassin;33

Ayat ini menjelaskan, bumi secara hakikat mampu menumbuhkan tanaman meski tanpa bantuan pupuk kimia. Sebenarnya secara alquran dan sains, tanah yang masih asli dan belum terpapar zat kimia, mampu menghasilkan produk panen yang sehat dan lebih unggul. prosuk hasil pertanian organik lebih banyak dari dari pertanian pada umumnya. Selain itu, produk pertanian organik juga aman bagi kesehatan serta lebih tahan lama (tidak cepat busuk). Namun sayangnya kondisi mayoritas lahan pertanian di Indonesia sudah tercemar zat kimia, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menetralisirkanya.[2]

Baca juga:  Nobel: Ilmu Pengetahuan dan Peradaban

Pertanian dalam Pandangan Syariat

Islam benar-benar memperhatikan sektor pertanian. Karena ia merupakan punggung kehidupan. Bahkan, menurut mayoritas ulama, pekerjaan yang paling utama adalah bertani[3]. Berdasar hadits

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ

tidaklah seorang muslim menanam sebuah tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut akan menjadi sedekah untuknya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut akan menjadi sedekah baginya”

Imam Al-Qurthubi (w. 1272) bahkan menyebut hukum bertani adalah fardu kifayah, karena menyangkut hajat hidup banyak orang. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk menggalakan kegiatan pertanian.[4]

Sejak dulu, kajian fikih sangat erat kaitannya dengan sektor pertanian. Hasil pertanian adalah salah satu jenis produk yang wajib dizakati. Terlihat dari sini, islam mengaitkan semangat tolong-menolong bagi sesama melalui pertanian.

Bahkan sejak awal masa islam, aqad mu’amalah (kegiatan transaksi sosial ekonomi) telah mengatur beberapa aqad tentang pertanian, diantaranya musaqoh (aqad perawatan dan penjaminan kebutuhan air bagi tanaman), muzara’ah serta mukhobarah.

Fikih juga sangat memperhatikan apa yang dimakan manusia. Pada dasarnya segala produk hasil bumi adalah halal, selama tidak menimbulkan dampak negatif bagi tubuh dan kesehatan. entah dampak itu terasa secara langsung atau dalam jangka panjang.[5]

Baca juga:  Perbedaan Antara Sihir, Mukjizat dan Karamah

Oleh karena itu, Memandang pertanian konvensional memiliki dampak yang sangat buruk bagi lingkungan serta kesehatan dalam jangka panjang, sudah selayaknya penggunaan pupuk kimia dan pestisida mulai di kurangi dan sedikit demi sedikit mulai beralih ke pertanian organik. Karena secara umum, pertanian organik terbukti lebih maslahah bagi tanah, kualitas dan kuantitas tanaman, serta kesehatan manusia. Namun demikian, upaya peralihan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan keinginan yang kuat serta kesiapan finansial dari para petani.

 

[1] Agus H. M. Said Ridlwan adalah dzuriyah (keluarga)  PP. Lirboyo sekaligus dewan Ro’is Lembaga Bahtsul Masa’il PP. Lirboyo yang aktif dalam kegiatan riset, pengembangan serta pergerakan Pertanian organic.

[2] Hasil Wawancara Dengan Agus H. Muhammad Said Ridlwan, Dzuriyah sekaligus Dewan Rois LBM PP. Lirboyo yang Aktif dalam riset serta pengembangan pertanian organik di Kediri

[3] Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, Juz 2 Hal. 221 (Beirut : Dar AL Kitab Al Arabi 1987)

[4] Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakr Al-Qurthuby, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Juz 3 Hal. 306 (Kairo: Dar AL Kutub Al Mishriyah 1964)

[5] Sayid Murtadha Al-Zabidi, Ithaf Sadah Al-Muttaqin, Juz 6 Hal. 366 (Beirut: Dar Kutub Al-‘ilmiyyah)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top