Vivin Sagitasari
Penulis Kolom

Mahasiswi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

Rabi’ah al-Adawiyah; Menjadi Sufi Sejak Dilahirkan

Sufi adalah orang yang ahli pada bidang tasawuf, orang yang membangun dirinya untuk menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi dan orang yang dapat membantu orang lain untuk tetap berada di jalan yang Allah SWT ridai. Tidak hanya seorang laki-laki saja yang mampu menjadi seorang sufi, tetapi wanita pun juga bisa menjadi sufi. Salah satu sufi wanita yang pertama adalah Rabi’ah-al-Adawiyah.

Biografi dan kisah singkat Rabi’ah Al-Adawiyah:

Ummu al-khai bin Ismail al-Adawiyah al-Qaisyiyah, atau dikenal dengan nama Rabi’ah al-Adawiyah. Rabi’ah al-Adawiyah merupakan seorang wanita yang menjadi sufi yang dikenal karena kesucian dan kecintaannya kepada Allah SWT. Rabi’ah al-Adawiyah, lahir di Basrah sekitar tahun 99 H/717 M dan wafat sekitar tahun 801 M/185 H. Nama Rabi’ah disematkan padanya sebab, beliau merupakan putri keempat dari empat bersaudara.

Rabi’ah al-Adawiyah tubuh dan berkembang sebatang kara sebab kedua orang tuanya telah meninggal, saat beliau masih kecil. Bahkan ketiga saudarinya juga meninggal, akibat terjadinya wabah kelaparan yang menimpah kota Basrah saat itu. Hidup sendirian, tidak ada yang melindunginya, membuat Rabi’ah al-Adawiyah dijual sebagai budak.

Hari-hari yang beliau lewati sebagai seorang budak begitu amat pedih. Kaum Mawali Al-Atik, keluarga yang membelinya seharga enam dirham, memperlakukan Rabi’ah al-Adawiyah sangat kejam dan bengis tanpa mengasihinya meskipun beliau seorang wanita dan yatim piatu.

Baca juga:  Hijrah dari Jerat Ekstremisme: Baihajar Tualeka, Perakit Bom yang Menjadi Perekat Perdamaian

Namun, pada suatu malam, ketika tuannya terbangun saat mendengar suara rintihan Rabi’ah al-Adawiyah yang tengah berdo’a saat itu, membuat tuannya tertegun. Tuanya melihat dengan kedua matanya sendiri, bahwa sebuah lentera tanpa rantai tergantung di atas kepalanya dan cahaha lentera itu menerangi seluruh rumah. Kejadian itu membuat tuannya takut dan merenungkannya hingga keesokan harinya, beliau memutuskan untuk memebaskan Rabi’ah Al-Adawiyah.

Setelah mendapatkan kebebasan, Rabi’ah al-Adawiyah mencurahkan hidupnya untuk masjid-masjid dan tempat-tempat pengajian agama. Beliau tidak pernah sekalipun memalingkan hidupnya dari Allah SWT, meskipun mendaptkan begitu banyak cobaan.

Menjadi sufi sejak dilahirkan

Diceritakan oleh Fariduddin Al-Attar, bahwa pada saat beliau dilahirkan tidak ada satupun barang berharga yang ada dirumahnya, bahkan setetes minyak untuk mengoles pusar Rabi’ah pun tidak ada, apalagi minyak yang digunakan untuk menerangi rumahnya. Di dalam rumah itu, juga tidak ada sehelai kain yang dapat digunakan untuk menyelimuti putri kecil yang baru saja lahir di dunia.

Terlahir di keluarga yang sangat miskin, lantas tak membuat ayah Rabi’ah (Ismail) meminta kepada orang lain meskipun beliau sangat membutuhkannya. Di saat kelahiran putri keempatnya itu, istri Ismail menyarankan agar meminta batuan kepada tetangga untuk memita sedikit minyak.

Namun, dalam diri Ismail tentang meminta, itu bertentangan dengan prisnsip yang beliau pegang teguh pada dirinya. Pada malam itu, ayahnya bersumpah bahwa beliau tidak akan meminta bantuan kepada sesama manusia. (bahwasanya seorang sufi hanya akan bergantung kepada Tuhan saja dan bukan kepada manusia untuk memenuhi kebutuhanya).

Baca juga:  Kekerasan Seksual (1): Maraknya Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, Apa Upaya Rektor IAIN Ponorogo?

Dikatakan juga, pada malam itu, ketika ayah Rabi’ah tertidur beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, dan beliau bersabda, “Janganlah engkau bersedih, sebab anak perempuan yang baru dilahirkan itu, kelak akan menjadi perempuan yang utama, yang nanatinya dari tujuh puluh ribu umatku akan membutuhkan syafa’atnya.”

Di dalam mimpinya itu, Rasulullah SAW memerintahkan pada Ismail untuk menemui Isa Zaidan pada esok hari. Dengan meyampaikan isi surat itu: “Hai amir, engkau biasanya membaca shalawat seratus kali setiap malam dan empat ratus kali tiap malam Jum’at. Tetapi dalam Jum’at terakhir ini engkau lupa melaksanakannya. Oleh karena itu, hendaklah engkau membayar empat ratus dinar kepada yang membawa surat ini, sebagai kafarat atas kelalaianmu.”

Mimpi itu membuat ayah Rabiah bangun dan menangis, lantas beliaupun segera beranjak dari tempat tidurnya dan menulis surat dan mengirimnya kepada Amir. Ketika Amir telah selesai membaca surat itu ia berkata, “Berikan duaribu dinar kepada orang miskin itu sebagai tanda terima kasihku, sebab Nabi telah mengingatkanku untuk memberi empat ratus dinar kepada orang tua itu dan katakanlah kepadanya bahwa aku ingin agar ia menghadapku supaya aku dapat bertemu dengannya. Tetapi aku rasa tidaklah tepat bahwa orang seperti itu harus datang kepadaku, akulah yang akan datang kepadanya dan mengusap penderitaannya dengan jenggotku.”

Baca juga:  Penguatan Hak-hak Perempuan dalam Islam

Dari mimpi itulah, dikatakan bahwa Rabi’ah al-Adawiyah merupakan seorang wanita pilihan yang terlahir menjadi seorang sufi. Peristiwa yang terjadi pada beliau, tidaklah mungkin terjadi tanpa alasan, hal itu terjadi hanya kepada orang pilihan yang Allah SWT ridai. dimana dikatakan bahwa orang pilihan tersebut, merupakan salah satu tanda akan kebesaran dan kekuasanya. Maka tidak akan ada hal yang tidak mungkin terjadi di dunia ini, tanpa rida-Nya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
4
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top