Sedang Membaca
Menengok Penganut Mazhab Sunni di Negeri Syiah
Ulummudin
Penulis Kolom

Mahasiswa Studi al-Qur'an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menengok Penganut Mazhab Sunni di Negeri Syiah

Iran merupakan sebuah negara yang mayoritas penduduknya berpaham Syi’ah. Sementara, sebagian dari masyarakat Indonesia yang sebagian besar penganut Sunni selalu menaruh curiga terhadap Iran dengan Syi’ahnya. Bahkan, tak jarang diadakan seminar-seminar yang memuat propoganda kebencian dengan mengatakan bahwa Syi’ah bukan bagian dari Islam. Oleh karena itu, mereka memandang Syi’ah sebagai sebuah ancaman.

Selain itu, mereka juga meyakini bahwa hidup sebagai Sunni di Iran penuh dengan penderitaan. Mereka percaya, Sunni di Iran mendapatkan perlakuan diskriminatif dan tidak bebas menjalankan aktifitas keagamaannya. Bukan hanya itu, nyawa mereka pun terancam karena ke-Sunni-an mereka. Itu adalah informasi-informasi yang diyakini kebenarannya oleh sebagian dari masyarakat Indonesia.

Mayoritas masyarakat Iran memang menganut Syi’ah. Namun, bukan berarti agama dan paham lain tidak eksis di negara tersebut. Penganut Sunni juga ada di Iran. Selain itu, di sana juga terdapat penganut Kristen, Yahudi, dan Majusi. Mereka semua dijamin kebebasannya oleh Undang-Undang Iran. Bahkan, setiap minoritas mempunyai perwakilan yang duduk di parlemen untuk menyuarakan aspirasinya di pemerintahan. 

Penganut Sunni di Iran biasanya berasal dari etnis Arab, Turkmen, Kurdi, Azeri dan Balochi. Mereka menempati bagian sisi-sisi negara yang berbatasan dengan negara lain. Etnis Balochi misalnya berbatasan langsung dengan Pakistan. Suku Turkmen yang berbatasan dengan negara Turkmenistan. Azeri mendiami wilayah dekat dengan Turki dan Azerbaijan. Suku Kurdi dan Arab yang berbatasan dengan negara Irak. Selain itu, Sunni juga banyak ditemukan di daerah Khurasan perbatasan dengan Afghanistan. Daerah-daerah tersebut adalah kantong dimana banyak penganut Sunni hidup. 

Baca juga:  Menyuarakan Kemanusiaan Bersepeda dari Klaten sampai Makkah

Mereka semua hidup aman tanpa ada intimidasi dari pihak manapun. Tak jarang dalam satu kampung, penduduknya terdiri dari Sunni dan Syi’ah. Mereka dapat hidup berdampingan tanpa harus ada pertikaian. Sikap toleransi antara mereka tercermin dalam perayaan-perayaan keagamaan. Salah satunya adalah perayaan maulid Nabi. Bagi Sunni, maulid Nabi dirayakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal, sedangkan Syi’ah tanggal 17 di bulan yang sama. Pada tanggal-tanggal tersebut, mereka biasanya saling mengundang untuk merayakan bersama tanpa saling menyalahkan.

Penganut Sunni juga mempunyai masjid dan lembaga pendidikan sendiri. Lembaga pendidikan Sunni salah satunya terdapat di kota Mashad, Khurasan dengan nama Darul Ulum. Lembaga tersebut mirip seperti pondok pesantren di Indonesia lengkap dengan kajian kitab kuningnya. 

Selain lembaga yang khusus untuk kelompok masing-masing, ada juga pusat pendidikan untuk kelompok yang berbeda. Lembaga tersebut dikenal dengan Taqrib baina Madzahib atau pendekatan antar madzhab. Lembaga ini menampung penganut Sunni maupun Syi’ah untuk belajar bersama di satu tempat. Tujuannya jelas yaitu untuk meningkatkan kesalingpahaman antara keduanya. Setidaknya ada dua lembaga seperti ini, satu di Tehran yang lebih menyerupai universitas dan satunya di kota Gorgon yang lebih mirip seperti pesantren.

Di lembaga antar madzhab ini fenomena yang tersaji sangat meneduhkan. Perbedaan tidak menghalangi mereka untuk bersatu. Ketika salat misalnya baik Sunni maupun Syi’ah akan salat berjamaah dengan cara mereka masing-masing. Yang bertugas menjadi imam pun silih berganti tanpa monopoli. 

Baca juga:  Melihat Hubungan Kemanusiaan dan Agama

Selain di daerah perbatasan, Tehran sebagai ibukota negara juga dihuni banyak Sunni. Untuk melihat geliat Sunni di Tehran cukup mengikuti salat Jum’at di  masjid-masjid mereka. Banyak orang berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah mingguan tersebut. Mereka biasanya adalah pekerja yang berasal dari etnis yang disebutkan di atas. Jadi, itu adalah berita bohong jika dikatakan Sunni mengalami kesusahan bahkan hanya untuk melaksanakan salat Jum’at di Iran.  

Jadi, sebaiknya kita memang harus berhati-hati dengan informasi yang beredar. Kita wajib melakukan klarifikasi terhadap informasi yang diperoleh dari seorang yang kompeten agar tidak menjadi korban hoaks. Di tengah kemudahan informasi, selalu ada upaya dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menebarkan kebencian dan adu domba. Sudah saatnya kita bersikap bijaksana dalam menyikapi isu-isu yang mengarah kepada perpecahan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top