Bulan Rabi’ul Awal telah tiba. Itu artinya umat Islam bersiap merayakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam. Peristiwa tersebut adalah hari lahirnya Nabi Muhammad saw, pembawa Islam hingga dianut oleh jutaan penduduk bumi saat ini. Sudah sepatutnya, kita umat Islam merayakan hari tersebut untuk mengenang perjuangan dan pribadi beliau yang penuh dengan pelajaran kebaikan.
Walaupun Islam sebagai agama bersifat tunggal, tetapi ekspresi keislaman bisa beragam karena faktor adat dan budaya. Hal ini berpengaruh juga terhadap perayaan maulid Nabi yang mungkin dirayakan berbeda di setiap daerah. Begitu juga dengan Iran, masyarakatnya mempunyai cara tersendiri dalam memperingati kelahiran Nabi.
Yang menarik, di Iran maulid Nabi dirayakan dua kali yakni pada tanggal 12 dan 17 Rabi’ul Awal. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi perbedaan antara Sunni dan Syiah. Perlu diketahui bahwa mayoritas umat Islam dalam hal ini Sunni merayakan kelahiran Nabi setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal. Sementara, Syi’ah meyakini beliau lahir pada tanggal 17 di bulan yang sama.
Menyikapi perbedaan tersebut, Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin tertinggi revolusi mencetuskan apa yang disebut dengan Hafteh Wahdat atau Pekan Persatuan. Rentang waktu antara 12 sampai 17 Rabi’ul Awal dijadikan sebagai momentum untuk mempererat persatuan antar mazhab yang ada di Iran.
Masyarakat Iran sangat antusias dalam menyambut perayaan maulid Nabi. Majelis-majelis akan ramai oleh berbagai kegiatan seperti pengajian. Ketika kelompok Sunni sedang merayakan peringatan, maka mereka akan mengundang tokoh-tokoh Syiah untuk datang ke majelis mereka. Dan begitu sebaliknya, Syiah akan mengundang kelompok Sunni ketika mereka mengadakan majelis perayaan maulid. Kegiatan tersebut akan diakhiri dengan makan bersama tanpa ada sekat perbedaan.
Sementara, di tingkat nasional biasanya pemerintah mengadakan Konferensi Internasional Persatuan Umat Islam yang berlangsung di Tehran. Ini adalah acara tahunan yang menghadirkan ratusan ulama, politisi, akademisi, dan tokoh-tokoh muslim lainnya dari berbagai negara. Biasanya ada satu tema yang akan dibahas bersama-sama demi terwujudnya persatuan Islam lintas negara.
Perayaan maulid yang meriah juga berlangsung di wilayah utara Iran. Menjelang maulid, di sana biasanya diadakan festival persatuan antar suku. Suku-suku yang mendiami wilayah utara Iran seperti Turkmen dan Tajik akan memamerkan produk-produk kerajinan mereka. Selain itu, mereka juga akan menampilkan tarian tradisional dan bentuk kesenian lainnya.
Sesuai temanya Hafteh Wahdat, acara maulid Nabi di Iran selain membahas pribadi Nabi dari berbagai aspek, juga menjadi ajang persatuan antar suku dan mazhab. Lahirnya Nabi menjadi spirit masyarakat untuk menemukan titik temu antar golongan yang berbeda.
Nabi saw dengan Islamnya hadir ke dunia membawa misi sebagai rahmat untuk alam semesta. Sejarah mencatat beliau adalah Nabi yang humanis yang menghargai segala bentuk perbedaan baik ras maupun teologi. Hal itu terbukti dengan terbentuknya masyarakat Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama.
Nabi tidak memaksa kelompok yang berbeda untuk memeluk Islam sebagai agamanya. Sebaliknya, beliau memberi kebebasan untuk menentukan dan memilih yang sesuai dengan hati mereka. Pemaksaan kebenaran kepada kelompok lain hanya akan menyalahi misi kerahmatan itu sendiri.
Nampaknya, acara pekan persatuan dalam peringatan maulid Nabi di Iran terinspirasi dari sosok beliau yang sangat menghargai perbedaan. Perbedaan sudah seharusnya menjadi rahmat bukan laknat yang hanya akan membawa manusia ke dalam jurang kehancuran. Acara tersebut membuktikan bahwa peringatan kelahiran Nabi mampu mempersatukan mazhab dan suku yang berbeda di Iran.