Ulummudin
Penulis Kolom

Mahasiswa Studi al-Qur'an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kuil Api, Jejak Agama Majusi di Yazd

Sejarah panjang Iran tak mungkin terlepas dari Zoroastrianisme atau Majusi sebagai agama asli orang Persia. Agama ini lebih tua daripada Islam dan Kristen karena muncul sekitar tahun 1200 SM. Datangnya Islam dari jazirah Arab rupanya tidak sepenuhnya menghilangkan eksistensi agama ini di tanah asalnya. Hingga kini, penganut Majusi masih dapat ditemukan di sana.

Salah satu kota yang mempunyai populasi besar penganut Majusi adalah Yazd, sebuah kota tua yang terletak di jantung wilayah Iran saat ini. Di kota tersebut, kita masih dapat menyaksikan kuil api.

Kuil api atau Otash kadeh sendiri merupakan tempat suci dan ibadah bagi orang Majusi atau Zartosht dalam bahasa setempat yang merupakan agama Iran kuno. Mereka menjadikan api sebagai media dalam ritualnya. Api dalam kuil tersebut tetap menyala hingga kini, sehingga disebut api abadi karena tak pernah padam sejak ribuan tahun. Tapi, konon api tersebut sempat mati pada saat Nabi Muhammad lahir.

Sementara, apinya sendiri berada di ruangan khusus yang tidak dapat dijangkau oleh pengunjung. Api tersebut menyala di atas sebuah benda mirip bejana. Pengunjung hanya bisa melihatnya dari balik kaca yang tembus pandang.

Selain api abadi, di dalam kuil juga terdapat lukisan Zarathustra, nabi bagi penganut Majusi. Ia adalah orang yang memperkenalkan dan mengajarkan ajaran-ajaran Zoroasttrianisme yang terangkum dalam sebuah kitab yang dinamakan Avesta. Kitab tersebut merupakan kitab sucinya agama ini.

Baca juga:  Jelajah Kota Bam, Lumbung Kurma Terbaik di Iran

Ajarannya lebih condong kepada filsafat yang mengajarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Hal itu terlihat dari kutipan-kutipan teksnya yang digantung di dinding tembok kuil yang bersanding dengan foto sang Nabi.

Bagi Zoroaster, api merupakan simbol kesucian. Api yang dibiarkan terus menyala menjadi simbol adanya kehadiran Tuhan. Sebenarnya, mereka hanya mengakui hanya ada satu Tuhan yang disebut Ahura Mazda yang berarti Tuhan yang bijaksana. Api hanyalah sebuah perantara untuk sampai kepada Tuhan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa agama ini mengajarkan monoteisme juga.

Komplek kuil api ini tidak lah besar. Bangunan utamanya dikelilingi oleh pohon-pohon pinus dan di depannya dihiasi dengan kolam memanjang yang berbentuk persegi. Sementara, di bagian atas kuil, terukir satu simbol khas Zoroasterianisme yang disebut Faravahar. Faravahar mempunyai bentuk seperti burung yang sedang mengepakkan sayapnya, tetapi pada bagian badannya berbentuk manusia. Simbol yang bersayap ini dapat juga ditemukan di kebudayaan Mesir dan Mesopotamia yang diasosiasikan dengan matahari dan kekuatan ketuhanan.

Sosok manusia pada Faravahar merepresentasikan penguasa. Lalu, sayap yang mengapitnya menyimbolkan bahwa kekuasaannya mendapat legitimasi dari Tuhan. Ahura Mazda, sang Tuhan akan memberikan kekuatan kepadanya. Adapun figur manusia yang terletak di tengah merepresentasikan jiwa manusia yang bijaksana karena mendapat bimbingan Tuhan. Sementara, dua sayap yang mempunyai tiga baris bulu melambangkan pemikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik.

Baca juga:  Hafez Shirazi, Bukti Kebijaksanaan Timur

Kemudian, Faravahar diadopsi menjadi simbol identitas nasional Iran yang masih dipertahankan hingga kini. Bahkan, pada saat revolusi tahun 1979, semua identitas sebelumnya seperti matahari dan singa dihilangkan kecuali Faravahar. Padahal, Faravahar sangat identik dengan simbol agama Persia kuno, Zoroastrianisme. Hal itu tampaknya masih ditoleransi oleh para ulama yang memegang kekuasaan.

Sebaliknya, Faravahar menjadi simbol kebanggaan masyarakat Iran karena mampu menyatukan perbedaan baik agama maupun etnis. Singkatnya, Faravahar menjadi simbol nasionalisme dan pemersatu bangsa yang bernaung dalam satu negara. Ini sama halnya dengan burung garuda yang menjadi simbol negara kita.

Nah, bagi yang penasaran melihat aktifitas penganut Majusi dengan kuil apinya yang masih eksis dapat mengunjungi kota Yazd di Iran. Penganut Majusi dapat hidup berdampingan dengan Muslim yang menjadi mayoritas. Perbedaan bukanlah persoalan selama kita dapat saling menghargai dengan tidak mengganggu satu sama lain. (RM)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top