Abu Sa’id Abul Khair adalah salah satu sufi terkemuka yang berasal dari Meyhana yang termasuk ke dalam wilayah Khurasan saat itu. Beliau kemudian menetap di kota besar Nishapur yang menjadi jantung Khurasan. Di sana, beliau menjadi pemimpin spiritual yang dihormati baik oleh masyarakat maupun pemerintahan dinasti Seljuk.
Di Nishapur pula, Abu Sa’id menyebarkan gagasan spiritualnya dan mempunyai banyak pengikut. Untuk mewadahi aktivitas spiritualnya, beliau mendirikan sebuah khanaqah. Khanaqah adalah sebuah tempat berkumpulnya para sufi atau orang biasa yang ingin menempa diri dalam jalan spiritual. Mereka melangsungkan praktek spiritualnya di tempat tersebut. Lembaga ini juga mendapat dukungan dari dinasti Seljuk, sehingga berkembang sangat pesat.
Abdul Ghafir ibn Ismail al-Farisi dalam kitab al-Siyaq li Tarikh Nayshabur menyebut bahwa Abu Sa’id adalah orang pertama yang menetapkan adat kebiasaan bagi hunian dan aturan perilaku di dalam khanaqah. Selain itu, beliau juga menggambarkan jalan spiritual dan prosedur-prosedur penting yang harus ditaati dalam khanaqah.
Kesaksian lain juga datang dari Kiyani yang mengatakan bahwa Abu Sa’id sebagai orang pertama yang mendirikan khanaqah. Menurutnya, Abu Sa’id merasa butuh untuk membangun sebuah institusi yang mewadahi para pencari jalan spiritual. Oleh karenanya, beliau menerapkan aturan-aturan yang harus diaati oleh para penghuninya.
Sementara itu, Qazwini, seorang sejarawan menyampaikan bahwa Abu Sa’id adalah pendiri khanaqah sebagai sebuah lembaga sufi yang menyediakan kebutuhan baik untuk penghuni maupun pengunjung. Abu Sa’id memberikan makanan dua kali sehari kepada mereka yang berada di khanaqah.
Yang menarik, menurut Kadkani, khanaqah Abu Sa’id lebih sering menerima orang-orang biasa, miskin, dan para pekerja kasar. Bahkan, gelandangan dan pemabuk pun bisa disambut dengan terbuka di tempat ini. Khanaqah Abu Sa’id menjadi tempat bernaung orang-orang yang membutuhkan materi maupun spiritual.
Salah satu aturan yang ditetapkan oleh Abu Sa’id adalah para penghuni wajib menghormati hak privasi tamu yang singgah. Menurutnya, para penghuni tidak boleh menanyakan asal dan tujuan tamu kecuali mereka memberitahukannya sendiri. Selain itu, para penghuni harus melayani para tamu dengan sebaik-baiknya. Mereka pun dilarang bertanya tentang keduniawian kecuali menanyakan kondisi guru, syeikh, persaudaraan suci.
Salah satu adab yang dicontohkan oleh Abu Sa’id di dalam khanaqah adalah ia tidak akan makan sampai datang seorang tamu untuk berbagi makanan. Setiap sufi yang baru saja tiba akan disambut dan diundang untuk menikmati hidangan bersama.
Embrio dari konsep khanaqah ini didirikan oleh Bani Karramiyah yang berkembang di Khurasan. Mereka mempunyai kecendrungan mistik-asketik Islam dan mereka menyediakan tempat khusus dimana orang-orang dapat beristirahat, makan, dan bermeditasi. Walaupun demikian, tak terbantahkan jika Abu Sa’id adalah pencetus aturan-aturan dasar yang harus dipatuhi oleh para penghuni dalam khanaqah. Abu Sa’id membuatnya menjadi lebih institusional. Aturan-aturan tersebut tertulis secara resmi dan diteruskan dari generasi ke generasi hingga menyebar ke luar wilayah Persia.
Abu Sa’id menjadikan khanaqah sebagai tempat untuk melayani orang lain. Hal ini berbeda dengan tempat serupa yang berada di dunia Arab yang dikenal dengan ribat dan zawiyah. Keduanya hanya terfokus pada latihan spiritual sufi dengan cara mengasingkan diri dan memisahkan mereka dari masyarakat di sekelilingnya.
Sementara, khanaqah di Persia selain untuk latihan spiritual, juga membuka pintunya untuk interaksi sosial. Mereka menawarkan keramahtamahan dan pelayanan kepada sesama. Abu Sa’id walaupun ia tidak mendirikan sebuah tarekat, khanaqah dengan kehidupan di dalamnya telah menjadi model sebuah lembaga yang mapan yang bergerak dalam bidang sosial dan spiritual.