Allah menjadikan kehidupan di dunia ini sebagai ladang kita untuk menanam, sedangkan akhirat merupakan tempat kita untuk memanen atas apa yang telah kita tanam. Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam kitabnya Futuhul Ghaib,
لأن المنازل في الجنة لا تشيد و لا ترفع بالأعمال في الدنيا. الدنيا مزرعة الآخرة
“Karena derajat kehidupan di surga (akhirat) itu tidak akan ditinggikan kecuali melalui amal yang saleh ketika hidup dunia ini. Dunia ini merupakan ladang (untuk menanam) akhirat.”
Semua kewajiban yang dibebankan kepada manusia oleh Allah Swt ketika hidup di dunia tidak akan Allah bebebankan kepada kita ketika hidup di akhirat, seperti salat, zakat, puasa dan lain-lain.
“Ahli surga itu kurang pekerjaan, karena salat sudah tidak wajib dan tidak ada pilpres,” tutur Gus Baha yang disambut gelak tawa jama’ah dalam ngaji rutinan Tafsir Jalalain di Yogyakarta tanggal 27 Oktober 2019.
Gus Baha menceritakan bahwa ahli surga itu juga jagongan (duduk sambil ngobrol santai) dengan ahli surga yang lain. Para ahli surga itu menceritakan bahwa diantara dari mereka ketika hidup di dunia memiliki teman yang tidak bertuhan dan menghina mereka, karena si ahli surga dulu pernah percaya kepada hari kebangkitan atau hari akhir.
“Masak kita sudah jadi debu dan tulang belulang, kita akan dibalas atas amal-amal kita,” tutur Gus Baha’ menirukan ejekan teman si ahli surga yang tidak bertuhan.
Persis seperti apa yang diceritakan Alqur’an dalam surat ash-Shoffat ayat 53,
أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَدِينُونَ
“Apakah ketika kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?”
Dialog tersebut menurut Gus Baha dapat menjadi landasan bahwa kita orang muslim diperbolehkan untuk memiliki teman yang tidak bertuhan atau bahkan orang yang zalim.
“Ini dapat menjadi catatan bahwa orang saleh itu boleh berteman dengan orang yang zalim, buktinya orang yang masuk surga, punya teman yang zalim ketika hidup di dunia,” lanjut Gus Baha dalam penjelasannya.
Penjelasan Gus Baha pada surat ash-Shoffat ayat 53 menujukkan fleksibilitas agama islam yang memperbolehkan orang muslim dalam bergaul kepada siapa pun. Agama bukan menjadi faktor kita sebagai muslim untuk enggan berinteraksi kepada orang non muslim yang barangkali kita temui dalam keluarga, teman kerja, teman kuliah atau yang lainnya.
Dalam kisah yang diceritakan oleh Gus Baha tadi, teman yang dimiliki ahli surga ketika hidup di dunia, tidak hanya sekedar tidak bertuhan atau non muslim, akan tetapi mereka juga menyakiti atau berbuat zalim terhadap orang muslim. Hal tersebut dikarenakan ketika hidup di dunia, teman si ahli surga tadi pernah menyakiti hati si muslim dengan mengejek karena percaya hari akhir.
Apalagi jika kita berteman dengan orang non muslim yang tidak menyakiti kita, tentu islam sangat tidak melarangnya. Hal tersebut dapat menyanggah sebagian kelompok yang sangat anti untuk berteman dengan orang yang non muslim.
Dalam ceramah lainnya, Gus Baha juga pernah menyampaikan bahwa ketika orang non muslim mau berdamai dengan orang muslim, maka orang muslim wajib berdamai juga. Beliau mencontohkan bahwa Rasulullah saw juga pernah berdamai dengan pembesar kafir quraisy yaitu Suhail Bin Amr ketika pernjanjian Hudaibiyyah.
“Makanya ini menunjukkan bahwa musholahah (saling damai) dengan orang kafir itu boleh demi kelangsungan berbangsa dan bernegara” tutur beliau. Wallahu a’lam.