Seorang penyair Arab yang hidup di abad pertama Hijriyah bernama A’sya Hamadan menulis bait yang menarik tentang “ilmu maling”. Di mana-mana, maling bekerja dengan metode yang kurang lebih sama: saat orang-orang lengah, atau sibuk dengan urusan-urusan tertentu, para maling itu baru bergerak dan beroperasi.
A’sya Hamadan menulis bait ini:
عَلَى حِيْنِ ألْهَى النّاسَ جُلُّ أمُوْرِهِمْ #
فَنَدْلًا زُرَيْقُ المَالَ نَدْلَ الثَّعَالِبِ
Terjemahan bebasnya: Wahai Zuraiq, saat orang-orang lengah dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing, segeralah bertindak, curilah harta mereka dengan cepat-kilat, secepat serigala.
Maling tak akan bekerja saat orang-orang terjaga dan awas. Kelengahan orang-orang adalah satu-satunya “window of opportunity” bagi para maling untuk bekerja. Biasanya, momen lengah itu tak berlangsung lama, karena itu kesempatan bagi maling untuk beroperasi tidaklah lama. Dia harus bekerja cepat-kilat, seperti rubah dan serigala.
Dalam Ihya’, Imam Ghazali juga kerap menggambarkan cara kerja kekuatan jahat yang disebut setan seperti maling ini. Sebagaimana kita baca di Qur’an, setan diberi juluk “al-khannas” (الخناس), orang yang segera “mlipir” saat niat dan tindakan jahatnya terbongkar. Inilah cara kerja maling: saat orang lengah, ia bertindak. Begitu ketahuan, ia akan segera lari terbirit-birit.
Para maling adalah “al-khannas”
Syair A’sya Hamadan ini dirujuk secara spesifik dalam sebuah bait di Alfiyyah karya Ibnu Malik, ketika beliau membahas mengenai masdar (verbal noun, kata benda yang bertindak sebagai kata kerja) yang harus berdiri sendiri tanpa disertai ‘amil-nya:
والحذفُ حَتْمٌ مع آتٍ بدلا #
من فعله كنَدْلاً اللذْ كاندُلا
Kata “nadlan” (ندلا) dalam bait Alfiyyah ini merujuk kepada syair A’sya di atas.
Penyair yang menulis puisi ini memiliki karir yang unik. Oleh Al-Dzahabi dalam “Siyar A’lam al-Nubala'”, ia digambarkan sebagai seorang penyair terkenal dari Kufah yang punya ketrampilan orasi yang hebat (شاعر مفوه شهير كوفي).
Dia pernah menulis segepok puisi untuk memuji seorang sahabat terkenal: Nu’man ibn Basyir, dan untuk itu ia mendapatkan honorairum sebesar empat puluh ribu dinar. Royalti pengarang buku “Menjadi Manusia Rohani” kalah jauh dibanding honorarium yang diterima A’sya ini.
A’sya Hamadan adalah ipar dari seorang ulama yang masyhur yang hidup pada abad pertama Hijriyah, yaitu Imam al-Sya’bi. Dia mengawini saudara perempuan Al-Sya’bi, sementara Al-Sya’bi juga mengawini saudara perempuan A’sya. Mereka saling tukar-menukar saudara perempuan.
A’sya meninggal tragis dengan cara dipancung, karena bergabung dengan gerakan pemberontakan terhadap dinasi Umayyah yang dipimpin oleh seorang figur oposan yang terkenal: Ibnul Asy’ats. (RM)