Sedang Membaca
Gymnastic dan Dua Corak Peradaban Manusia
Ulil Abshar Abdalla
Penulis Kolom

Founder Ngaji Ihya Online, aktif menulis dan ceramah tentang pemikiran keagaman. Menulis beberapa buku, antara lain Menjadi Manusia Rohani (Alif.ID). Dosen Unusia, Jakarta.

Gymnastic dan Dua Corak Peradaban Manusia

Salah satu cabang olah raga yang paling saya suka dan sering tonton adalah dua: atletik dan gymnastic atau senam. Kedua cabang olah raga ini adalah warisan peradaban yang mengagumkan dari bangsa Yunani.

Bangsa Yunani memang tidak mewariskan peradaban agama berbasis wahyu. Tetapi mereka mewariskan dua warisan yang luar biasa hebat: filsafat dan olah raga, terutama atletik. Kedua hal ini disatukan oleh satu kesamaan: elegansi, kesederhanaan-plus-keindahan. Dalam filsafat kita jumpai keindahan mental dan pikiran. Pada atletik dan gymnastic kita bertemu dengan elegansi tubuh manusia.

Kedua elegansi itu mengagumkan sekali.

Dua mingguan lalu, saya menikmati tontonan yang indah di kanal Eurosport: kejuaraan Eropa untuk artistic gymnastic yang sedang berlangsung di Glasgow, Inggris.

Menyaksikan atraksi atlit-atlit senam perempuan dari Rusia, Perancis, Belanda, Inggris, dan negeri-negeri Eropa lain sungguh mengagumkan. Menyaksikan kelenturan tubuh Angelina Melnikova dari Rusia, atau Mélanie de Jesus dari Perancis sama nikmatnya dengan membaca “kelenturan” gagasan dan filsafat Sokrates, Plato, dan Aristoteles.

Saya menikmati dua corak peradaban manusia sekaligus: peradaban berbasis wahyu yang diwariskan nabi-nabi Israel (dan kemudian diteruskan oleh Islam); juga peradaban rasional dan “fisikal” (antara lain atletik) yang ditinggalkan bangsa Yunani. Keduanya adalah warisan agung manusia.

Yang menarik, pada puncak kejayaannya di Baghdad dan Andalusia, peradaban Islam menggabungkan dua corak peradaban ini: peradaban wahyu dan akal.

Tidak seperti di Barat saat ini, keduanya dipandang sebagai manifestasi dari sumber kebenaran yang sama, tak harus dipertentangkan. Keduanya juga bukan dilihat sebagai dua hal yang terpisah (seperti dalam gagasan biolog Stephen Jay Gould tentang “two non-overlapping magisteria“).

Baca juga:  Indonesia Tanpa Islam

Yang Maha Benar, Al-Haqq, dalam pandangan filsuf-filsuf Muslim klasik dulu, menampakkan diri (istilah tasawufnya: tajalli) melalui dua bentuk peradaban ini. Baik agama, sains, dan atletik adalah cerminan dari “al-Haqiqah” dengan H besar.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top