Jika selama ini kita mengenal tujuh qira’ah atau cara membaca Alquran yang dianggap otoritatif (dikenal sebagaj qira’ah sab’ah), maka kita juga mengenal nagham, yaitu lagu yang dipakai dalam membaca Alquran. Jika qira’ah jumlahnya terbatas, maka nagham jumlahnya tidak terbatas. Sepanjang sejarah Alquran, kita mengenal ratusan, atau malahan ribuan nagham Alquran. Sayangnya, sejarah nagham Alquran ini masih jarang ditulis.
Setiap suku bangsa bisa menyumbang nagham dan langgam membaca Alquran yang berbeda-beda, menambahkan kekayaan tradisi tilawah yang sudah ada selama ini.
Apakah langgam/nagham baca Alquran yang beragam seperti ini tidak bid’ah, karena tak ada di zaman Nabi? Tentu saja bid’ah, tetapi ini adalah bid’ah yang mubahah (diperbolehkan), kalau bukan malah bid’ah hasanah (inovasi yang baik). Kalau urusan bid’ah, langgam tilawah yang ada di Masjidil Haram atau Nabawi saat ini pun bid’ah, karena langgam seperti itu tak ada di zaman Nabi.
Kaidah pokok dalam tilawah Alquran adalah satu saja: yaitu tajwid, membaca Alquran sesuai dengan makharij al-huruf dan kaidah-kaidah tajwid yang ada.
Adapun perkara “nagham” atau lagu, tak ada batasan. Setiap negara, bahkan komunitas, boleh membaca Alquran dengan nagham yang beda. Yang penting, nagham yang dipakai tidak menabrak tajwid.
Meskipun tak ada batasan bagi nagham, tetapi sebaiknya nagham yang kita pakai untuk membaca Alquran haruslah nagham yang sesuai dengan kesakralan dan kemuliaan Kitab Suci ini; haruslah nagham yang “reverent”, menghormati kedudukan Alquran.
Contoh nagham yang “irreverent“, tidak menghormati Alquran, adalah: menggunakan melodi “dangdut koplo”, misalnya, untuk membaca Alquran. Jelas nagham semacam itu tak bisa dibenarkan untuk dipakai sebagai nagham Alquran.
Tak ada kaidah yang ketat dalam penggunaan nagham ini. Boleh tidaknya nagham tertentu hanya bisa kita ketahui jika kita mengetahui konteks “case per case“.
Berikut ini adalah langgam baca Alquran dari Sudan yang dekat dengan nyanyian suku-suku di Afrika. Sebagai orang Jawa, saya menikmati langgam ini, karena ada kedekatan dengan langgam Jawa yang pernah saya populerkan dulu.