Suatu ketika saya mengobrak-abrik dokumen ibu saya yang sudah begitu usang. Terlihat kertas-kertas yang sudah robek. Beberapa hanyalah kertas yang tidak penting.
Setelah beberapa saat, cek sana, cek sini, mata saya tertuju pada bundelan kertas foto kopian yang tertumpuk. kertas foto kopian itu seperti beberapa risalah yang biasa digunakan ibu-ibu pengajian majlis taklim.
Saya pun mengambil satu risalah untuk memastikan apa yang sedang saya lihat. Di situ tertulis nama “Al faqir Muhammad Mansur bin Hamzah”. Nama yang sudah tidak asing lagi di telinga saya karena beliau adalah guru dari segala guru di kampung saya, Mersam, Batang Hari, Jambi.
Saya menemukan tiga karya Guru Mamat Mansur (begitulah orang kampung saya memanggilnya) dari sebelas karya yang telah ditulisnya.
Kemudian saya menemukan lagi risalah yang lain yang tidak ditulis oleh Guru Mamat Mansur melainkan oleh perempuan yang bernama “Al Hajjah Siti Khadijah binti Al Haj Zaharuddin”.
Nama tersebut tidak familiar di telinga saya. Namun, saya tahu betul siapa Al Haj Zaharuddin. Beliau adalah ulama asli Asahan yang menjadi guru dari Guru Mamat Mansur. Sebelum mendirikan Madrasah Nurul Jalal di Tebo pada 1954, ia pernah mengajar di Masjid Al Haram pada dekade 1930an.
Karena penasaran akan sosok perempuan tersebut, saya bertanya kepada paman saya yang pernah belajar kepada Guru Mamat Mansur. Dari situlah saya tahu bahwa ternyata Gede Dijah (begitu ia memanggilnya) adalah istri Guru Mamat Mansur.
Paman saya bercerita bahwa Gede Dijah adalah sosok ulama yang memiliki kedalaman ilmu yang tinggi. Bahkan, menurutnya keilmuan Gede Dijah melebihi mayoritas guru yang ada di Tebo. Paman saya pun pernah beberapa kali belajar kepada beliau.
Gede Dijah merupakan seorang yang tegas dalam mengajar. Ia tidak segan kepada murid-murid yang menurutnya salah. Oleh karenanya tidak banyak murid yang mau belajar ke rumahnya.
Sayang informasi tentang Gede Dijah tidak banyak diketahui. Saya pun tidak pernah sempat bersilaturrahmi ke rumahnya hingga saya mendapat kabar beliau wafat pada tahun 2022 silam.
Berikut adalah karya Gede Dijah yang saya temukan:
- Fawa`id al Ubudiyat fi Bayan Ash Sholat ‘ala Khair al Bariyah
Kitab ini adalah risalah tipis dengan empat belas halaman. Fawa`id al Ubudiyah ditulis menggunakan aksara Jawi. Di sampulnya terdapat informasi bahwa kitab ditulis pada 14 April 1984 di Muara Tebo.
Fawa’id al Ubudiyah memuat zikir-zikir, salawat dan doa-doa setelah solat serta tata cara membacanya. Di antaranya zikir untuk menghapus dosa, melebarkan titian Sirath al Mustaqim dan zikir untuk menguatkan iman seseorang.
- ‘Aqidat al Ghulam fi ‘Ilm al Kalam
Dari judulnya sudah dapat ditebak bahwa kitab ini tentang ilmu kalam. Kitab ini sedikit lebih tebal dengan jumlah halaman sebanyak 31. Sama dengan kitab sebelumnya, ‘Aqidat al Gulam juga menggunakan aksara Jawi. Di sampulnya tertulis bahwa kitab ini ditulis pada 1985.
‘Aqidat al Ghulam memiliki gaya bahasa yang sangat mirip dengan kitab Nur al Jalal karya ayahnya, Guru Zaharuddin, yaitu menggunakan tanya-jawab. Hanya saja dari segi pembahasan ‘Aqidat al Ghulam lebih dasar dari pada Nur al Jalal.
Kandungan kitab ini berupa sifat wajib, mustahil dan harus bagi Allah, sifat wajib dan mustahil bagi rasul serta sedikit tentang biografi Nabi Muhammad dan pembahasan terakhir tentang syarat sah menjadi seorang mukmin.
Saya tidak tahu apakah Gede Dijah masih memiliki karya yang lain. Tetapi keberadaan karya tersebut harusnya sudah cukup untuk membuat para akademisi menggali sosok Gede Dijah lebih dalam.
Beliau adalah bagian dari khazanah intelektual Islam di Jambi yang belum terekspos. Terutama dalam konteks keperempuanan yang langka, bahkan di kancah nasional.