Memasuki bangunan megah Hagia Sophia, mengingatkan kunjungan yang pernah saya lewati pada bangunan-bangunan di Spanyol, utamanya di Cordoba.
Saya melihat ada pergulatan Kristen-Islam yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah Eropa yang cukup keras. Yang bisa saya rasakan dari pergulatan itu adalah ornamen-ornamen di dalam bangunan itu tidak lagi natural: tumpang tindih dan dominasi dari pemenang. Akhirnya, agama bukan tempat untuk berlabuh, tetapi tempat bersaing.
Kita baca sejarah Hagia Sophia, yang namanya berarti “kebijaksanaan suci,” adalah bangunan berkubah yang dibangun sebagai katedral di Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki) pada abad keenam Masehi.
Ketika pertama kali dibangun, Konstantinopel adalah ibu kota Kekaisaran Bizantium. Negara ini, yang secara resmi beragama Kristen Ortodoks, pada awalnya membentuk bagian timur Kekaisaran Romawi dan dijalankan setelah kejatuhan Roma.
Pembangunan Hagia Sophia memang selesai dalam hanya waktu yang singkat, enam tahun. Tetapi bangunan mengalami evolusi berabad-abad hingga seperti yang terlihat pada saat ini. Ada perdebatan filosofis arsitektur dan dekorasi interior yang cukup panjang.
Bab lain dalam kehidupan Hagia Sophia dimulai pada 1453. Pada tahun itu Kekaisaran Bizantium berakhir, dengan Konstantinopel jatuh ke pasukan Mehmed II, sultan Kekaisaran Ottoman.
Dengan pergantian kekuasaan ini, mengubahnya menjadi masjid. Perubahan dari gereja menjadi masjid memaksa bangunan ini direnovasi baik eksterior maupun interior: mosaik-mosaik disembunyikan di bawah cat kuning dengan pengecualian Theotokos (Perawan Maria dengan anak) di apse. Monogram empat khalifah dan dua cucu Nabi (Hasan dan Husein) diletakkan di pilar mengapit apse dan pintu masuk nave.
Saya mengamati, arsitektur Hagia Sophia, khususnya kubahnya, memengaruhi arsitektur Islam hampir ke seluruh dunia. Artinya, arsitektur yang diklaim sebagai khas Islam itu sebenarnya bukan orisinal, melainkan dari Kristen Ortodoks.
Pada saat kunjungan ke Hagia Sophia, bangunan ini sedang direnovasi besar-besaran. Saya tahu, bangunan ini hanya sebagai museum setelah Kemal Attaturk mengubah statusnya dari bangunan masjid. Saya belum tahu kalau ada rencana alih fungsi menjadi masjid. Di balik renovasi besar-besaran tersebut ternyata Erdogan menyulapnya menjadi masjid, yang tanggal 27 Juli sudah siap untuk digunakan.
Sejarah selalu berulang.