Sedang Membaca
Masjid Bani Solan Magetan: Merekatkan Persaudaraan, Merangkul Semua Golongan
Susi Ivvaty
Penulis Kolom

Founder alif.id. Magister Kajian Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Pernah menjadi wartawan Harian Bernas dan Harian Kompas. Menyukai isu-isu mengenai tradisi, seni, gaya hidup, dan olahraga.

Masjid Bani Solan Magetan: Merekatkan Persaudaraan, Merangkul Semua Golongan

Jumat, 27 Januari 2023. Ya, saya mengingatnya, sekitar satu tahun lalu. Saat Ramadan begini, kita memang merasa lebih dekat dengan masjid, kok, ya? Saat itu, mendung tebal seolah-olah menggantung beberapa tombak saja di atas kepala, ketika satu bus pariwisata berhenti di depan Masjid Bani Solan. Tepat waktu salat ashar. Satu per satu penumpang turun dari bus, mengambil  air wudu, dan salat berjamaah. Sebagian penumpang yang tidak salat memilih duduk-duduk di kursi-kursi kafe di depan kanan masjid.

Suasana sore itu syahdu, meski ditimpali suara lalu-lalang kendaraan di depan masjid yang berlokasi di Jalan Raya Maospati Nomor 1 Kelurahan Bibis, Kecamatan Sukomoro, Magetan, Jawa Timur.

Masjid seluas 560 meter persegi yang menempati areal lahan seluas 1560 meter persegi tersebut termasuk masjid baru, rampung dibangun pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 menyeruak. Oleh karena itu, wajar jika keberadaan masjid dengan arsitektur unik ini baru tersiar cukup cepat pada awal tahun 2023.

Beberapa musafir yang kami temui di masjid mengatakan baru pertama kali singgah ke Masjid Bani Solan. Ketika melintasi Jalan Maospati, mata tertuju pada menara tinggi bertuliskan Allah dalam abjad Arab. Pasti itu masjid.

Ketika memasuki masjid, sejumlah orang tidak langsung mencari tempat wudu. Desain masjid yang berbeda dengan bayangan mengenai lazimnya masjid berbentuk persegi dengan banyak pilar, membuat mereka tertarik untuk melihat-lihat dulu, berkeliling.

Pintu depan masjid di mana? Pintu belakang masjid di mana? Ternyata, pintu masuk bisa dari berbagai arah, kecuali mihrab. Bentuk masjid yang oval memang memungkinkan untuk itu.

“Kami berangkat dari konsep bahwa masjid bisa diterima oleh semua kalangan, lalu arsitekturnya dibuat dekat dengan masyarakat. Jadilah bentuk masjid yang oval, tidak bersudut,” kata Angga Ramadhan, arsitek Masjid Bani Solan, ketika kami temui di masjid pada Januari 2023.

Whatsapp Image 2024 03 27 At 14.43.21
Masjid Bani Solan (Foto-foto: Vedy Santoso)

Angga menjelaskan, bentuk oval membuat ruang-ruang di sekelilingnya tidak mati. Oleh karena itu, ruang dan suasana sekeliling masjid juga harus mendukung konsep ini.

Baca juga:  Kota Islam yang Terlupakan (7): Fez-Maroko, Mulanya Sebuah Masjid Kecil

“Akhirnya kami mengulang bentuk oval masjid itu. Menaranya juga berbentuk oval, tempat wudu juga oval. Kami melakukan beberapa studi, dan hasilnya seperti ini. Kita bisa mengelilingi masjid, bisa jalan-jalan, masjid menjadi dekat dengan jamaah,” paparnya.

Seorang jamaah yang kami temui di masjid merasa nyaman salat di masjid megah itu. Seperti salat di rumah sendiri. Masjidnya adem, menebarkan aruma harum, menyediakan tempat bermain untuk anak-anak, dan wifi-nya kencang. “Mungkin kalau ada kasur, kita bisa tidur nyenyak di sini, ya,” kami menimpali dengan gurauan.

Whatsapp Image 2024 03 27 At 14.45.24

Bagaimana tidak nyaman? Di selasar masjid tersedia dispenser dengan air panas dan dingin, lengkap dengan gula, kopi, teh, berikut cangkir kertasnya. Jamaah yang hendak salat atau sekadar melepas lelah bebas mengambilnya.

Kamar mandi dilengkapi dengan “shower” untuk mandi, bahkan bisa pinjam handuk jika lupa membawa. Taman bermain untuk anak-anak tersedia di belakang, dan kolam ikan mengitari masjid bisa menjadi vitamin mata yang tengah lelah.

Bagaimana jika hanya ingin mampir karena buru-buru harus mengikuti rapat daring? Dipersilakan. Pengunjung bisa duduk di kursi depan, menyalakan laptop, dan membuka apilkasi Zoom.  Wifi cepat dan tanpa password, dijamin koneksi tidak tersendat.

Bagi yang kangen Makkah dan Madinah, televisi di dinding masjid menyiarkan secara langsung kegiatan jamaah di sana. Adem. Bagaimana jika lupa membawa mukena? Terdapat 100 mukena wangi yang dicuci saban dua hari sekali. Nyaman.

Sore sudah beringsut, suasana makin syahdu. Seorang musafir yang mampir ke masjid mungkin tergelitik untuk mengetahui siapakah gerangan pemilik masjid, dan kemudian melihat papan batu di samping menara. Masjid itu diresmikan oleh Siti Choiriana, Ketua Yayasan Solan Mandiri. “Pemiliknya perempuan,” gumam jamaah masjid asal Nganjuk, Jawa Timur itu.

Figur Bapak Solan

Sosok perempuan berdaya memang selalu menjadi sumber inspirasi. Independen, penuh inisiatif, dermawan, dan sayang keluarga. Perempuan berdaya lazimnya juga memiliki figur inspiratif, karena ia tidak hadir dalam ruang kosong. Siti Choiriana, atau akrab disapa Ana, menempatkan ayahnya, Solan, sebagai figur yang memberinya contoh dan inspirasi sejak kecil.

Baca juga:  Antara Gereja dan Masjid: Hagia Sophia
Whatsapp Image 2024 03 27 At 14.43.45
Siti Choiriana, Ketua Yayasan Solan Mandiri

Pak Solan memberi nasihat kepada anak-anaknya dengan contoh dan perilaku baik, tidak melulu dengan tuturan. Salah satu perilaku baik yang menjadi cermin bagi Ana adalah kebiasaannya beribadah di masjid.

“Ayah saya memang figur yang setiap hari ke masjid, sdan itu saya ikuti. Dulu waktu saya kecil, kalau pas Ramadan, masjid menjadi sangat ramai. Subuh sudah di masjid, lalu tarawih dan kegiatan lain juga di masjid,” tutur kelahiran Magetan, 28 Mei 1970, yang pernah menjadi direktur di PT Pos Indonesia.

Sebelum meninggal, Pak Solan pernah berpesan, “Nduk, kalau kamu punya rezeki, punya kemampuan, bangunlah masjid”. Pesan itu tertanam kuat dalam benak Ana, sehingga ia bertekad untuk dapat wakaf masjid jika saatnyan tiba.

Setelah bekerja selama 27 tahun di PT Telkom hingga pensiun, lulusan Institut Teknologi Surabaya itu akhirnya berkesempatan untuk memenuhi pesan ayahnya.

“Ayah saya meninggal satu tahun sebelum saya pengsiun. Jadi, begitu saya pengsiun, saya langsung pulang ke Magetan untuk memenuhi pesan ayah. Saya punya waktu longgar dan punya rezeki setelah pensiun,” sambung Ana.

Mulailah Ana merancang konsep masjid yang tanahnya ia beli dari teman sekolahnya. Lokasinya ia rasa cocok. Memang jarak ke pusat kota Magetan cukup jauh, sekitar 17 kilometer, namun justru masjid tersebut dapat menampung masyarakat sekitar. Ia berpikir, orang desa lazimnya ingin melihat gaya kota, sebaliknya orang kota ingin suasana desa untuk mengenang masa lalu.

“Maka saya ingin konsepnya modern yang disukai orang desa, tapi menampung lokalitas agar ada feel at home bagi musafir. Jadi, kombinasi antara modern dan lokal. Unsur lokalnya misalnya ada dinding batu. Modernitasnya bisa dilihat dari fasilitasnya,” kata Ana.

Baca juga:  Kuntowijoyo Bicara Tentang Masjid

Masjid untuk Semua Golongan

Bagi Ana, Islam hadir dengan konsep dan gagasan serta pesan yang sangat humanis. Oleh karena itu, jangan sampai masjid dibangun hanya untuk satu golongan sesuai dengan ideologi pemiliknya. Ana dengan tegas mengatakan bahwa Masjid Bani Solan adalah masjid  untuk semua orang, untuk seluruh golongan, yang dibuka 24 jam.

Whatsapp Image 2024 03 27 At 14.45.12

“Di desa itu masyarakatnya beragam. Ada yang NU, Muhammadiyah, LDII. Kan kita tidak boleh melarang mereka untuk ikut NU atau Muhammadiyah itu pilihan mereka. Oleh karena itu kami ciptakan rasa nyaman agar semua mendapat tempat,” tegas Ana.

Masjid Bani Solan dapat dimanfaatkan untuk anak-anak kecil, anak muda, hingga orang tua. Masjid bisa diramaikan oleh masyarakat desa sekitar, musafir, orang kantoran, pekerja lepas, karyawan, pejabat, siapa pun. Masyarakat boleh meminjam masjid untuk berbagai acara seperti salawatan, mauludan, dan pengajian, namun harus mendaftar terlebih dahulu.

“Insyallah kami layani dengan baik, karena semua karyawan termasuk ustaz kami gaji setiap bulan sehingga bekerja secara professional. Karyawan kami juga berasal dari berbagai daerah, Kalimantan, Padang, NTT, Sulawesi. Ada 17 orang ustad yang tinggal di dalam mess di kompleks masjid,” jelas Ana.

Whatsapp Image 2024 03 27 At 14.44.38

Ana berharap, generasi milenial dan Gen Z  merasa gembira untuk  datang ke Masjid Bani Solan, untuk beribadah, bersilaturahim, dan berkegiatan. Untuk itu, masjid hadir dengan konsep community, content, dan connectivity.

Masjid dapat menjadi creative hub bagi anak-anak muda. Anak-anak kecil dapat bemain, lalu salat dan mengaji. Masjid menjadi tempat bersilatuhim dan  menghubungkan banyak orang.

“Lebih jauh lagi, saya ingin Masjid Bani Solan dapat menjadi ikon buat Magetan,” pungkas Ana.

Begitulah, masjid pada masa dulu maupun kini seharusnya mampu menjadi perekat, bukan malah pencipta sekat. Masjid Bani Solan adalah satu di antara banyak masjid yang menjadi pengingat bagi kita semua. Mari kita kembali ke masjid, bersujud meluruhkan diri.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top