Sedang Membaca
Liverpool, Sepakbola dan Agama
Supriansyah
Penulis Kolom

Penggiat isu-isu kedamaian dan sosial di Kindai Institute Banjarmasin

Liverpool, Sepakbola dan Agama

2f534549 5d78 4a33 Bf72 7c2ac6218a4b

Bagi Liverpuldian nama Trent Alexander Arnold (TAA) tentu tidak asing, sebab aksi-aksinya di lapangan hijau dalam 2-3 tahun terakhir tentu tidak bisa dilupakan. Berposisi sebagai bek kanan, nama TAA tidak hanya piawai dalam bertahan dan mengumpan lambung seperti pemain sayap belakang lainnya. Dia sudah berhasil memunculkan defenisi baru bek sayap, meninggalkan gaya permainan Kick and Rush, permainan khas klub-klub Inggris sebelum tahun 2000-an.

Permainan Kick and Rush tersebut ditinggalkan dan digantikan dengan berbagai taktik yang lebih canggih, apalagi berbagai pelatih top asal negara lain juga telah berdatangan ke tanah Inggris. Diantaranya, Juergen Klopp, pelatih Liverpool FC ini hanya satu dari sekian pelatih asing di Liga top Inggris saat ini. Kedatangannya di tahun 2015 telah banyak mengubah wajah permainan Liverpool.

Sempat terpuruk di awal kepelatihannya di Liverpool, Jurgen Klopp perlahan mulai mewujudkan mimpi The Reds menjadi klub terbaik di dataran Inggris dan Eropa. Di tangan Klopp, TAA bertransformasi menjadi pemain penting dalam permainan Gegenpressing, permainan khas pelatih Jerman tersebut.

Jurgen Klopp membawa prinsip presisi, faktor keakuratan dalam taktik gegenpressing yang dibawanya dari Dortmund. Setiap kali tim kehilangan bola, mereka harus secepatnya merebut kembali, dan bukan berlari ke belakang untuk menggalang barikade pertahanan. Lantas begitu kembali menguasai bola, pergerakan para pemain masing-masing harus tepat pada waktu yang diinginkan.

Baca juga:  Dzalikal Kitab: Alquran yang Jauh dan Sekaligus Dekat

Di kondisi inilah, TAA bertransformasi menjadi salah satu bek kanan terbaik di dunia saat ini. Dia tidak hanya mampu menjalankan tugas dengan baik, tapi juga menjadikan posisi bek sayap sebagai poros penting dalam permainan Klopp. Tapi Klopp tidak meraih kesuksesan gegenpressing di Inggris dengan mudah, dia harus menerima di tahun awal bersama Liverpool.

Orkestra Jurgen Klopp dengan pressing dan tempo yang tinggi itu membutuhkan kekuatan stamina yang luar biasa dan juga naluri kebersamaan yang tinggi. Dan, itulah sebabnya, gegenpressing Klopp sering gagal dimainkan secara benar di Anfield. Klopp akhirnya mulai bisa beradaptasi dengan segala kondisi yang ada, seperti stamina pemain, jadwal liga yang padat, pemain yang tidak cocok hingga naluri kebersamaan yang dibangun.

TAA, James Milner, Oxlade Chamberlain hingga Roberto Firmino harus beradaptasi dengan posisi yang diminta oleh Klopp. Tapi semua pemain tersebut tidak hanya mampu, tapi juga menjadi menampilkan sebuah aksi permainan yang luar biasa di posisi dan peran baru mereka. Tentu, gegenpressing di Liverpool jelas berbeda dengan apa yang diterapkan Klopp di Dortmund.

Kemampuan memahami dan beradaptasi dengan apa yang dimiliki dan tantangan yang ada, membuat Klopp menjadi salah satu manajer yang disebut-sebut akan mampu memecah telor juara Liga Inggris, yang telah lama tidak dimenangi oleh Liverpool. Sayang, cita ini masih tertunda hingga sekarang karena Korona yang telah menyebabkan berbagai liga top Eropa ditunda, termasuk Inggris.

Baca juga:  Yazd, Kota dengan 2 Agama Berdampingan: Islam dan Zoroaster

Memahami dan menghapal pernah disebut oleh pemikir Muslim terkemuka, Ibnu Rusyd, kala mengkritik para ulama pada masanya yang sangat rajin menghapal teks-teks keilmuan dan taklid terhadap pandangan tekstual ulama, ketimbang melakukan penelitian dan kajian-kajian rasional dan empiris. Penelitian dan kajian adalah poin yang perlu digarisbawahi oleh kita semua. Mengapa?

Bagi Ibnu Rusyd, seorang faqih (ahli fikih) bukan yang mampu menghapal produk hukum para mujtahid terdahulu, tak peduli berapapun banyaknya. Menurutnya, seseorang baru bisa disebut faqih apabila ia mampu menganalisis dan menggali teks-teks hukum secara mendalam melalui argumen-argumen yang dapat diterima secara rasional dan mengembangkan dasar-dasarnya.

Husien Muhammad pernah menuliskan Ibnu Rusyd pernah memberikan analogi dengan seorang ahli sepatu. Bagi Ibnu Rusyd, ahli sepatu adalah orang yang mampu membuat sepatu dan cakap menciptakan model-model sesuai dengan tren zamannya. Poin yang ingin ditekankan oleh Ibnu Rusyd adalah metode pemahaman kecerdasan intelektual, tentu lebih diunggulkan terhadap aspek-aspek hukum sekaligus menunjukkan semangat berijtihad.

Dalam Bidayah al-Mujtahid, Ibnu Rusyd menulis bahwa peristiwa kehidupan manusia tidaklah terbatas, sementara teks-teks, tindakan-tindakan, dan putusan-putusan adalah terbatas. Sesuatu yang mustahil apa yang tak terbatas bisa dijawab oleh hal yang terbatas. Hal ini mungkin terlihat asing bagi sebagian masyarakat kita, apalagi mereka yang tidak terlalu akrab dengan pemikiran Ibnu Rusyd.

Baca juga:  Mengulik Peran Gen-Z jadi Pelopor Toleransi dan Perdamaian

Walau mungkin terasa asing, KH. Husien kembali menegaskan bahwa yang diinginkan oleh Ibnu Rusyd adalah kalangan intelektual harus mengerti bahwa memahami sebagai sebuah proses memikirkan, merenungkan, memperhatikan, dan mengeksplorasi makna-makna, tanda-tanda, isyarat-isyarat, hubungan-hubungan, serta menemukan pengalaman-pengalaman yang mengesankan.

Dari poin-poin tersebutlah, bumi manusia menjadi hidup dengan nuansa yang berwarna-warni, termasuk Islam menjadi dekat dengan kehidupan yang humanis, ketimbang hanya menghukumi.

Antara Ibnu Rusyd dan Juergen Klopp memang tidak ada hubungan sama sekali, tapi proses memahami yang melintas dalam kehidupan keduanya menjadi pelajaran bagi kita semua. Memahami adalah sebuah proses, dan akhirnya semuanya akan menjadi indah. (RM)

 

Fatahallahu alaihi futuh al-arifin

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top