Sedang Membaca
Manakib Alif.id: Komentar Pembaca di Tahun Kelima
Sobih Adnan
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Buntet dan KHAS Kempek, Cirebon, Jawa Barat. Aktif memberikan workshop penulisan di pesantren. Sesekali menulis puisi juga. Kini bekerja sebagai editor konten di Metro TV.

Manakib Alif.id: Komentar Pembaca di Tahun Kelima

Whatsapp Image 2022 08 31 At 19.48.24

Manakib didefinisikan sangat simpel oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni kisah kekeramatan para wali. Pengertian itu sedikit berbeda dengan pengalaman warga nahdliyin yang menganggap manakib sebagai sebendel rekam jejak seorang guru mulia atau bijak bestari, yang dengan membacanya, dipercaya akan mendapatkan berkah nan melimpah.

Sederhana kata, manakib adalah kumpulan saripati kebaikan hidup -jika tidak lengkap dan pas disebut biografi- dari seseorang yang memiliki kebaikan, kesucian, sekaligus keunikan. Pantas saja jika pada faktanya tidak semua ulama ‘dimanakibkan.’ Bahkan, di Indonesia, hanya mengenal secuil manakib yang biasa dibacakan. Yang termasyhur adalah manakib ulama legendaris, Syekh Abdul Qadir Al Jilani.

Namun, jika diambil dari induk bahasanya, ‘naqaba-yanqabu-naqban’ dengan arti menyelidiki, melubangi, memeriksa, dan menggali, maka istilah manakib sah-sah saja bila digunakan sebagai sebutan proses bedah-kesan seseorang terhadap sesuatu yang dinilainya baik. Apalagi, membedah pengalaman diri sebagai pembaca setia Alif.id.

Proses bedah-kesan ini menjadi penting demi meneguhkan kembali tekad dakwah Alif.id sebagai pembuka suasana keberagamaan yang lebih beragam dan selaras dengan ruh ajaran Islam. Begitu pula, bisa jadi kado penyemangat di tahun kelima. Siapa juga yang akan menemani Alif.id untuk terus menanggung beban slogan ‘berkeislaman dalam kebudayaan’, selain kita, para pembacanya.

Baca juga:  Pemetik Puisi (6): Azan dan Peristiwa

Tenang, mendalam

Dewan Pers (2022) menyebut ada 43.300 media online yang berkeliaran di jagat maya. Hitungan itu belum tentu genap. Sebab, Dewan Pers lebih sering menghitung satuan portal daring dengan seabrek syarat ini dan itu. Sementara media seperti Alif.id, relatif bebas nilai, merdeka, dan tak urusan dengan hal ihwal formalitas yang sebenarnya memang kurang begitu jelas juntrungannya.

Ungkapan itu bukanlah dalam rangka puja-puji buta. Penilaian itu muncul sebagai pembuka dari seperti apa gambaran karakter Alif.id di antara sebagian pembaca. Jika diamati dari konten per konten yang diunggahnya, Alif.id bergerak begitu tenang, tak tersandera tren dan isu, maupun kebut-kebutan untuk diteruskan dan berlalu lalang di media sosial.

Sejumlah unggahan konten terakhir bisa jadi penguat penilaian tersebut. Misalnya, judul ‘Sejarah Kalender Hijriah dalam Islam dan Bagaimana Risalah Kerasulan Nabi Muhammad’ tulisan Fauzan Hadi. Dari judul yang sekilas akrab dan ramah search engine optimization (SEO) itu, ternyata isinya jauh dari aroma-aroma Wikipedia yang sudah begitu lazim disajikan media lainnya.

Belum lagi Sajian Khusus yang tayang berseri-seri. Bulan ini, pembaca dihadapkan dengan headline berisi kisah-kisah dari Desa Buntu, sebuah desa yang berada di lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah. Sekilas, Alif.id begitu nekat bertaruh dengan unsur proximity (kedekatan) pembaca. Siapa yang berani bertaruh tentang peluang pembaca dari dusun yang relatif asing tertulis dan dibahas di internet itu? Tapi, itulah Alif.id, dengan ketenangan dan ke-ora urusan-nya terhadap hiruk pikuk jagat maya, ia bisa terus bertahan dan melenggang di tengah banyak media ngos-ngosan mengejar traffic dan keuntungan.

Baca juga:  Lelucon Gus Dur dan Tengku Zulkarnain: Ketika Masyarakat Gagal Menangkap Humor

Di luar itu, media yang memang sewatak dengan para founder-nya ini, yakni Hamzah Sahal dan Susi Ivvaty, ternyata tidak sedang melakukan hal percuma atau asyik sendiri dengan alam pikirannya. Ketika diintip dari Similarweb, Alif.id tercatat telah berhasil dikunjungi sebanyak 1.387.000 pembaca untuk Juli 2022 saja.

Media healing

Watak ketenangan dan kedalaman Alif.id merupakan efek resiprokal antara penulis dan pengelolanya. Pengelola atau dewan redaksi Alif.id tampaknya begitu selektif memilih tulisan-tulisan yang masuk. Sedangkan para penulisnya tampak paham betul kelas naskah yang bakal diunggah berdasarkan selera para editornya.

Hubungan kesalingan dua entitas inilah yang pada akhirnya mampu menguatkan kedalaman Alif.id dalam mengangkat isu-isu yang terkesan nonpopuler, namun, nyatanya tetap penting, bahkan menyegarkan. Alif.id rupanya sadar betul, mengunggah wacana-wacana genit dengan mencantolkan diri pada berita-berita booming, cuma menyumbang tumpukan naskah yang sama di dunia maya.

Berkat prinsip kemerdekaan itu pulalah, Alif.id sebenarnya menerima dua risiko sekaligus. Pertama, tak banyak menjadi omongan atau mention-an orang-orang di rantai obrolan, misalnya di Twitter atau media sosial lainnya. Kedua, tak banyak pula penulis yang dengan mudah bisa percaya diri untuk mengirimkan karyanya, alias cuma dapat penulis yang itu-itu saja.

Tetapi, barangkali, itulah Alif.id. Ia hanya ingin bermesraan dengan wacana-wacana khusus dan penulis-penulis yang khas. Padahal data kunjungan jutaan pembaca itu sebenarnya sudah bisa menjadi sedikit bukti; bahwa banyak pembaca maupun penulis yang telah menjadikan Alif.id sebagai media untuk berekreasi. Ya, jadi tempat piknik ketika otak sudah kaku alias penat karena dikepung wacana di dunia maya yang begitu-begitu saja.

Baca juga:  Sastra dan Media Sosial

Akhir kalam, selamat ulang tahun, Alif.id. Selalu merdeka, senantiasa berkah. Amin.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top