Founder LTC "Literasi Tambakboyo Center"

Kisah Ashabul Kahfi: Sejarah Perlawan Rakyat kepada Pemimpin Zalim

Ketika membaca Al-Quran surat al-kahfi ayat 9-25, ingatan pembaca akan diajak bernostalgia dengan kisah heroik dari 7 orang pemuda yang tertidur dalam gua selama beratus tahun lamanya. Ibarat seperti membaca novel, menyelami penafsiran surat al-Kahfi ini, pembaca seperti terhempas jauh terbawa dalam arus sejarah masa lampau jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Ia termasuk kategori surat Makkiyah yang berisi tentang sejarah teologi peradaban kuno,  yang urutannya berada persis di tengah—di antara beberapa surat Al-Qur’an—tepatnya di surat yang ke 15 dan 16 dari ayat suci Al-Qur’an.

Raja Diqyanus sebagaimana yang diceritakan oleh Imam Thobari adalah sebagai tokoh antagonis, Raja Romawi kuno yang terkenal bengis, dan berdarah dingin. Ia tak segan membunuh rakyatnya jika tidak patuh menyembah berhala sebagai sesembahan-nya. Ketujuh pemuda dari putra-putra pembesar Romawi menjadi aktor utama dalam sejarah Ashabul Kahfi, mereka adalah Maksilmina, Muhsimilnina, Yamlikha, Marthawus, Kaswatus, Dinamus, Birwanus, dan Yatunus qolus menurut versi tafsir Thobari. Adapun versi tafsir lain dari Bahrul Ulum karya Imam Samarqondhi  adalah Maksalmina sebagai pemuda yang umurnya lebih tua, Tamlikha,  Matrunus, Saryanus, Nawanus,  Kafashtohwas, dan Batnabursus (343/2).

Kalau dilihat dari berbagai literatur tafsir sebetulnya nama-nama Ashabul Kahfi terdapat banyak versi, akan tetapi ada satu nama yang hampir ada kesamaan di antara beberapa tafsir yaitu yamlikha/tamlikha. Qitmir sebagai aktor pembantu berperan sebagai anjing peliharaan yang setia menunggu Ashabul Kahfi di pintu gua.  Sedangkan Bedrus (بيدروس) dan Ronas (روناس)  adalah dua orang juru kunci sejarah Ashabul Kahfi,  keduanya menulis sejarah Ashabul Kahfi, nama-nama mereka, dan orang tua mereka. Catatan kedua orang ini menjadi bukti arkeologi dari tafsiran lafadz الرقيم ayat ke 9 surat al-Kahfi.

Baca juga:  Kepribadian Mulia Rasulullah Sebelum Menjadi Nabi

Muatan sejarah peradaban masa lampau dari Al-Qur’an menjadi tauladan (ibrah) bagi mereka yang mau berfikir, termasuk sejarah Ashabul Kahfi yang menjadi tema dalam tulisan ini. Menelaah ayat kahfi beserta beberapa penafsiranya, pembaca akan disuguhkan dimensi ilmu pengetahuan yang beragam dari sisi sejarah, biologi,  sosiologi, dan politik.

Sejarah Ashabul Kahfi yang disebutkan oleh Al-Qur’an sebetulnya merupakan penjelasan dari mitologi Nasrani (Kristen) dan Yahudi yang berkembang saat itu.  Al-Quran menjawab sebagai kitab samawi yang menjadi mukjizat kenabian Muhammad SAW. Berawal dari kegundahan kafir Quraisy Makkah melihat perkembangan islam semakin hari semakin kuat mengikat hati penduduk Makkah, selanjutnya mereka mengutus dua orang, Uqbah bin Abi Mu’id dan Nadr bin Harits untuk menemui pendeta Yahudi dari Madinah. Keduanya menanyakan tentang sifat kenabian baru. Kemudian pendeta tersebut memberikan jawaban dengan menyuruh keduanya menanyakan tiga pertanyaan kepada Muhammad. Pertama cerita tentang para pemuda yang terjadi di masa lampau, kedua cerita seseorang yang bisa mengelilingi penjuru barat timurnya bumi,  dan ketiga masalah ruh. Apabila Muhammad mampu menjawab ketiga pertanyaan tersebut berarti Muhammad adalah benar-benar Nabi, jikalau tidak dia hanyalah pembual.

Setelah mendapatkan jawaban dari pendeta Madinah, keduanya bergegas kembali ke Makkah untuk menanyakan ketiga pertanyaan itu bersama rombongan kafir Quraisy.  Nabi Muhammad kemudian menjanjikan jawaban itu besoknya. Namun malaikat Jibril tak kunjung datang membawa wahyu sebagai jawaban atas pertanyaan kafir Quraisy, dan berlangsung sampai lima belas hari. Kemudian perasaan Nabi tenang setelah lima belas hari menunggu, malaikat Jibril datang membawa wahyu sebagai jawaban dari ketiga pertanyaan itu, peristiwa ini terekam dalam literatur kitab-kitab tafsir surat al-Kahfi.

Baca juga:  Sejarah Nabi Muhammad (5): Figur-figur yang Berpengaruh Saat Nabi Muhammad Kecil

Cerita Ashabul Kahfi (the seven sleepers) bermula dari tujuh pemuda yang hidup di masa Raja Dikyanus,  Raja Romawi kuno yang terkenal diktator dan otoriter. Ia menyuruh kepada masyarakatnya tunduk dan patuh kepada perintah Raja untuk menyembah berhala dan ritual penyembelihan hewan sebagai persembahan-nya. Dikyanus termasuk raja berdarah dingin, membunuh siapa saja yang tidak tunduk pada perintahnya.

Sikap demokratis dari seorang raja jauh dari sosok Dikyanus, pemaksaan teologi raja berujung pada sikap berontak para pemuda-pemuda putra pembesar-pembesar Romawi.  Mereka termasuk para pemuda yang pemberani mengungkapkan kebenaran teologi yang mereka ikuti dihadapan Raja.

Dalam argumentasinya, mereka mampu menggabungkan logika ketuhanan dari sifat rububiyah dan uluhiyah secara bersamaan, seperti yang terekam dalam surat al-Kahfi ayat 14:

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran

Bahkan menurut Wahbah Zuhaily, ketujuh pemuda ini termasuk pemuda cerdas,  melogikakan ke-esa-an tuhan lewat bukti ciptaan dan kekuasaan-Nya, atau istilah lainya mereka mampu memadukan ilmu saintifik kedalam teologi ketuhanan yang mereka yakini.

Ilmu pengetahuan sangat mahal sekali, bahkan nyawa sekalipun tidak mampu menebusnya. Ashabul Kahfi sebagai pemuda-pemuda terdidik tidak takut menyampaikan kebenaran teologi yang mereka anggap benar, walaupun ancamannya adalah dibunuh oleh Dikyanus.

Baca juga:  Mengenal Bayang, “Serambi Mekah” Pantai Barat Sumatera (4): Robohnya Masjid Kami

Ibarat seperti cerita Galileo yang menemukan sains peredaran bumi mengelilingi matahari, dan matahari sebagai pusat tata surya. Akibat temuan-nya yang bertentangan dengan lembaga Gereja saat itu, Ia dijatuhi hukuman penjara sampai berujung pada kematianya, atau sama halnya cerita Imam Ahmad bin Hambal yang mempertahankan ilmunya bahwa kalam Allah adalah qodim bukan mahluk. Akibat statemen-nya, Imam Ahmad disiksa dan dipenjara oleh Khalifah al-Mu’tashim yang beraliran Mu’tazilah dan meyakini bahwa Al-Quran adalah mahluk.

Setelah Ashabul Kahfi mengemukakan tentang argumentasi keimanan mereka, Dikyanus merasa mendapatkan perlawanan,  namun cara yang dilakukan tidak langsung konfrontatif, akan tetapi lebih diplomatis dengan menangguhkan ancaman pembunuhan yang dijanjikan,  dan mencopot jabatan Ashabul Kahfi sebagai anggota kerajaan dengan segala baju kebesaran mereka. Sikap demikian karena Ashabul Kahfi adalah bagian dari anggota kerajaan yang mempunyai peran penting, bahkan ada riwayat yang mengatakan kalau Ashabul Kahfi adalah pemuda-pemuda pilihan yang dijadikan sebagai pengawal kerajaan. Ibarat sekarang tidak jauh beda dengan staf khusus kepresidenan.

Konsekuensi dari pernyataan sikap Ashabul Kahfi demi mempertahankan teologi yang mereka yakini kebenaranya, mereka mendapatkan tekanan psikologis berupa ancaman-ancaman dari kerajaan, dan merelakan keluar dari istana kerajaan yang sebelumnya menjadi tempat pengabdian mereka.

Dari sejarah ini, pembaca disuguhkan teladan dari sikap Ashabul Kahfi yang rela melepaskan jabatannya demi mempertahankan kebenaran yang mereka yakini.

Tauladan yang sepatutnya dimiliki oleh pejabat-pejabat negara, untuk mempertahankan idealisme sebagai manusia yang mendapatkan mandat tuhan menjaga rakyatnya.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
15
Ingin Tahu
19
Senang
17
Terhibur
9
Terinspirasi
29
Terkejut
12
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top