Sarjoko S
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Kajen, Pati. Aktif di Gusdurian, Jogjakarta. Selain menulis, juga suka fotografi dan desain.

Tunas GUSDURian (3): Cerita Tentang Tunas

Whatsapp Image 2020 12 16 At 01.22.07

Tahun ini adalah kali ketiga saya mengikuti Temu Nasional Jaringan GUSDURian (TUNAS). Kata ‘TUNAS’ sendiri baru digunakan pada tahun 2018 silam. Sebelumnya, forum ini bernama Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), yang pertama saya ikuti pada tahun 2016 di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta.

TUNAS 2020 memang berbeda. Adanya pandemi Covid-19 membuat kegiatan harus diadaptasi ke model daring. Sesuatu yang memaksa para Gusdurian harus legawa. Pasalnya, TUNAS biasanya menjadi ajang temu kangen antarpenggerak yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Para penggerak bisa tidak tidur berhari-hari demi mendengar canda dan kisah pengalaman perjuangan di daerah asal.

Saat pertama kali diumumkan bahwa TUNAS akan diselenggarakan secara online saja sudah muncul banyak suara kekecewaan. Saya pun kecewa. Namun apa boleh buat. Kondisi memaksa kita untuk terus beradaptasi.

Saya pun ambil sisi positifnya. Kegiatan yang dilakukan secara daring membuat hampir semua penggerak bisa mengikuti rangkaian acara TUNAS 2020. Jika dulu teman-teman dari luar negeri kesulitan untuk terlibat karena harus menyesuaikan banyak hal, tahun ini semua bisa menyimak berkat teknologi yang kian memfasilitasi perbedaan jarak.

Meski berlangsung secara daring, kepanitiaan begitu semangat berjibaku di tengah keterbatasan interaksi. Puluhan orang digilir untuk ‘ngantor’ sembari tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Lebih dari lima puluh orang terlibat dalam kepanitiaan ini. Mengapa jumlahnya bisa sebanyak itu? Meski online, penyelenggaraan #TUNAS2020 memiliki rangkaian yang sangat panjang. Acara ini diselenggarakan selama sepuluh hari! Dalam satu hari terdapat dua hingga tiga acara yang seluruhnya diselenggarakan melalui aplikasi Zoom, apps of the year.

Acara dibagi menjadi dua kategori, yaitu acara publik dan terbatas. Acara publik berarti semua orang bisa mengakses, baik melalui aplikasi Zoom atau tayangan langsung dari Fanpage Facebook KH. Abdurrahman Wahid. Ada pula media partner yang mendukung live streaming melalui YouTube, yaitu 164 Channel dan TV 9 Nusantara. Bagi yang belum sempat mengikuti forum-forum publik, bisa mengakses melalui fanpage dan YouTube tersebut.

Baca juga:  Kiai Qusyairi Shiddiq, Sang Pengarang Nadzam Tanwirul Hija

Di forum-forum publik ada ziarah pemikiran yang membedah pemikiran dan keteladanan Gus Dur di berbagai bidang, mulai dari isu pelengserannya, Papua, Kemaritiman, Ekonomi Politik Internasional, dan Militerisme. Para pengisi acara-acara tersebut adalah para peneliti dan para saksi sejarah yang beririsan dengan isu-isu yang dibahas. Ada pula panggung budaya dan penutupan yang menutup secara indah rangkaian TUNAS 2020 yang sangat panjang ini.

Di forum khusus penggerak, ada forum isu strategis yang membahas apa saja isu-isu yang akan digarap oleh Jaringan GUSDURian dalam waktu beberapa tahun ke depan. Isunya meliputi demokrasi hingga ekonomi kerakyatan. Total terdapat sembilan isu yang nantinya akan menjadi bahan rekomendasi Jaringan GUSDURian untuk pemerintah dan para stakeholder.

Untuk penggerak dan pendaftar terbatas, #TUNAS2020 menyelenggarakan ruang inspirasi dengan menghadirkan banyak pakar untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Ernest Prakasa, Yosi Mokulau, Lian Gogali, Kalis Mardiasih, dan Hamid Abidin serta perwakilan Kitabisa.com membagikan kisah hidupnya yang penuh inspiratif.

Keterbatasan justru berubah jadi kelebihan. Dengan teknologi, kegiatan-kegiatan yang sejatinya harus dipersiapkan jauh-jauh hari bisa diefektifkan. Sebagai informasi, panitia menyiapkan rangkaian kegiatan ini hanya dalam waktu dua minggu! Dalam waktu sesingkat itu panitia harus mengontak para penggerak sejumlah 5 x 140 komunitas, para narasumber yang banyak di antaranya adalah tokoh nasional, dan banyak tamu undangan lainnya.

Baca juga:  Jihad itu Mudah, Syahid itu Sulit

Tentu saja kerja keras ini harus diapresiasi. Apalagi saya sebagai wakil ketua dalam penyelenggaraan even ini melihat begitu semangatnya panitia dan volunteer. Juga para peserta yang jumlah pendaftarnya mencapai ribuan. Semua disatukan oleh tekad yang sama, mewarisi perjuangan sang guru bangsa, KH. Abdurrahman Wahid.

Melanjutkan

Alissa Wahid sering menutup pidatonya dengan ungkapan yang sangat khas: “Gus Dur sudah meneladankan, saatnya kita melanjutkan.” Alissa juga pernah mengungkapkan satu kalimat yang begitu mengena. “Menjadi GUSDURian adalah panggilan sejarah.”

Kalimat-kalimat tersebut bukan hanya kalimat yang quotable, yang bisa dipajang sebagai kalimat motivasi di dinding kamar. Bagi saya yang kerap menyambangi komunitas-komunitas GUSDURian yang tersebar di berbagai wilayah, perjuangan menjadi GUSDURian bagi banyak orang tidak mudah.

Di komunitas ini, mereka berupaya memberi sesuatu pada masyarakat tanpa pernah menginginkan timbal balik. Jika mau disederhanakan, ‘pengabdian’ adalah kata yang mudah untuk menggambarkan kerja-kerja para GUSDURian.

Begitulah ‘cara Gus Dur’ bekerja. Begitulah jika kita melihat Gus Dur sebagai—mengutip tulisan Fayadl—kata kerja. Tidak banyak orang yang mau melalui proses yang panjang, sulit, dan melelahkan ini. Tapi tidak sedikit pula orang yang kemudian menjadikannya sebagai jalan hidupnya. Buktinya, di tiga penyelenggaraan TUNAS yang pernah saya ikuti, jumlah komunitasnya selalu berkembang. Kini tercatat berjumlah 147 komunitas. Kisah-kisah ini bisa ditemukan di video Ruang Berbagi #TUNAS2020 yang tayang di YouTube GUSDURian TV.

Baca juga:  Non Muslim di Lautan Pemikiran Al-Ghazali

Hari ini (16 Desember 2020) adalah hari terakhir rangkaian #TUNAS2020. Acara ini akan ditutup dengan penganugerahan GUSDURian Award untuk tiga kategori, yaitu individu, komunitas, dan lembaga. Penutupan ini dibarengi pula dengan Haul Gus Dur kesebelas, menandakan bahwa sudah lebih dari satu dekade kita kehilangan sang guru bangsa.

Meski demikian Haul Gus Dur menandakan satu hal. Bahwa kepergiannya adalah cara semesta mempertemukan lidi-lidi yang tercecer di seluruh penjuru dunia. Pasca Gus Dur wafat, para sahabat, keluarga, pengagum Gus Dur berkumpul. Dari situ pula bisa dilihat bahwa spektrum perjuangan Gus Dur begitu luas. Hal yang oleh sebagian besar orang tidak begitu disadari. Pun bagi saya sebelum mengenal gagasan Gus Dur lebih dalam beberapa tahun yang lalu.

Akhirnya, saya mengucapkan selamat bertemu di TUNAS selanjutnya. Semoga pandemi ini segera berlalu dan kita bisa bersua bertatap muka.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top