Kita sekarang sering banyak mendapati fatwa tentang kegiatan kebudayaan di banyak daerah. Ada secuil kelompok yang gempar memberikan fatwa haram atas semua kegiatan kebudayaan dengan dalih tidak ada pada zaman Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam, dan dalih mengandung unsur kemusyrikan. Sebenarnya bagaimana hukumnya memainkan tradisi atau kesenian?
Hukum memainkan kesenian yang di dalamnya terdapat unsur menggunakan jin, yang biasanya menyebabkan tidak sadarkan diri, dan melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya ataupun orang lain, atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh syariat seperti kemusyrikan adalah haram.
Keharaman tersebut bukanlah dari dalam keseniannya itu sendiri, melainkan ada faktor yang menyebabkan timbulnya keharaman tersebut. Bagaimana jika kesenian tersebut tidak ada hal-hal yang melanggar syariat dan bertujuan melestarikan budaya? Maka, hukumnya boleh.
Seperti kutipan dalam al-fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, 5/406.
قال الإمام النووى رحمه الله تعالى : عمل السحر حرام وهو من الكبائر وقد عدها رسو ل الله صلوات وسلامه عليه من الموبقات السبع، ومن السحر ما يكون كفرا ومنه مالا يكون كفرا، بل معصية كبيرة فإن كان فيه قول او فعل يقتضى الكفر فهو كفر وإلا فلا.
“Imam Nawawi rahimahullah ta’ala: perbuatan sihir adalah haram itu merupakan dari dosa-dosa besar dan Rasulullah saw telah memasaukkannya ke dalam tujuh ketetapan. Ada sihir yang menjadikan kafir ada juga sihir yang hanya masuk kedalam dosa maksiat yang besar, jika di dalamnya ada ucapan atau perbuatan yang menjerumuskan ke kekafiran maka itu kafir jika tidak maka bukanlah kekafiran.”
Mengapa kesenian yang menggunakan jin disamakan dengan sihir bukan ma’unah, karomah dan mukjizat?, Karena ada kejadian-kejadian di luar nalar yang tidak mungkin itu bisa dipertontonkan semaunya, jika itu berupa ma’unah. Dan tidak mungkin dimiliki oleh orang fasik jika itu berupa karomah. Dan bukan mukjizat karena hanya dimiliki oleh para Nabi. Jelas itu adalah sihir yang dibantu oleh bangsa jin.
Kesenian haram jika di dalamnya ada kemusrikan yang dalam nash sudah jelas keharaman atas kemusyrikan dan membahayan diri dan orang lain seperti hadis nabi لا ضرار ولا ضرار “tidak boleh membahayakan orang lain dan dirinya”. Dan kesenian sendiri itu hukumnya mubah sesuai kutipan hadis tentang adat ما راء المسلمون حسنا فهو عند الله حسن “apa yang menurut kaum muslimin adalah baik maka menurut Allah juga baik”.
Ya kan akhirnya tetap haram kalaupun merujuk pada kitab. Tapi, banyak aja sih pembenaran dari permasalahan ini. Saya orang nahdliyyin. Tapi, kok ya banyak orang nahdliyyin tidak merujuk ke kutubutturats atau seenggaknya hukum dari LBM.