Sedang Membaca
Manusia dan Tuhan (4): Refleksi atas Manusia dan Pengetahuannya
Rojif Mualim
Penulis Kolom

Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.

Manusia dan Tuhan (4): Refleksi atas Manusia dan Pengetahuannya

Whatsapp Image 2021 04 20 At 21.34.32

Di dalam sejarah kelahiran manusia ke bumi, ternyata ada yang lebih spesial, dari selain manusia memang sebagai tujuan penciptaan Allah, manusia juga adalah cermin Tuhan, dan Manusia dengan kebebasan memilihnya, ternyata manusia juga diberi sebuah pengetahuan yang tidak diberikan juga pada makhluk lain.

Pastilah Tuan dan Puan sadar sampai di sini, kiranya bahwa manusia diciptakan benar-benar sempurna dibanding makhluk lain yang tak memiliki pengetahuan yang Allah berikan. Pengetahuan ini, boleh jadi memang sengaja diberikan oleh Allah dalam rangka untuk bekal mengemban atau menjalankan amanat sebagai khalifah di bumi.

Untuk melihat keistimewaan itu lebih dalam, masi sama-sama kita telisik. Pengetahuan manusia, menurut kaum sufi bisa didapat dari tiga sumber, anata lain dari indra, akal, dan hati.

Dimulai dari indra, bahwa kaum sufi membagi indra menjadi dua yaitu indra lahir dan indra batin. Seperti Tuan dan Puan ketahui bersama bahwa indera lahir ada lima, dan indra batin yaitu mata hati, yang kata Ibn ‘Arabi “creative imagination”.

Kata para sufi juga, bahwa ketika manusia sudah memiliki pengetahuan melalui sumber indra batin yaitu mata hati, maka manusia akan dapat melihat entitas-entitas spiritual, tentu sebagaimana indra lahir menangkap sebuah objek-objeknya.

Selanjutnya adalah akal, menurut para sufi juga, bahwa akal dipandang sebagai sebuah pengelola atau “mudabbir” yang dapat mengendalikan nafsu-nafsu tersebut nantinya, juga dapat membantu pertumbuhan spiritualitas seseorang.

Baca juga:  Pujian Kepada Nabi Menempel di Stempel Orientalis Inggris

Al-Ghazali misalnya, di dalam kitabnya menjelaskan bahwa akal dengan wazir yang perintah-perintahnya harus diikuti oleh nafsu, yaitu syahwat, yang ghazali analogikan dengan pengumpulan pajak sekaligus nafsu ghadhabiyah, yang dianalogikan dengan Polisi.

Sampai di sini saja, sebanrnya manusia boleh dikatakan sudah diberi sebuah keistimewaan yang luarbiasa bukan? Tetapi masih ada satu lagi yang spesial yakni manusia dibekali dengan hati atau intuisi.

Hati atau intuisi menuru al-Ghazali diumpamakan sebagai “Raja”. Lalu siapakah rakyatnya? Menurut al-Ghazali bahwa Raja lah yang mempekerjakan akal sebagai wazirnya, hal ini sebagaimana penjelasan di atas yang berkaitan tentang analoginya Ghozali.

Lalu, akan dan wahyu sebagai apa? Menurutnya al-Ghazali sebagai para pelaksa dan bahwanya yang tentu diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, hingga mencapai tujuan hidup.

Pengetahuan Manusia Benar-benar Istimewa

Apaka Tuan dan Puan ingat sebauh pandangannya Kahlil Gibran yang ia mengatakan, bahwa tanpa saudara kandungnya pengetahuan, akal (instrumen berfikir manusia) bagaikan si miskin yang tak berumah, sedangkan pengetahuan tanpa akal seperti rumah yang tak terjaga. Bahkan, cinta, keadilan dan kebaikan akan terbatas kegunaanya jika akal tak hadir.

Saya berfikir bahwa, apa yang telah dikatakan oleh Kahlil Gibran di atas, sedikit banyak menandaskan betapa istimewanya sebuah pengetahuan yang telah dianugerakan kepada manusia, belom lagi ditambah dengan perbedaan, dalam hal ini bahwa pengetahuan manusia sebenarnya berbeda dengan apa yang telah diberikan kepada makhluk lainnya, kepada malaikat mislanya, malaikat diberi pengetahuan yang terbatas hanya sesuai dengan tugasnya masing-masing, melainkan manusia dianugerahi Allah Swt. pengetahuan yang sangat luas. Sehingga ini patut untuk kita syukuri.

Baca juga:  Haul ke-49 Subchan ZE: Rahasia-Rahasia yang Belum Terungkap

Lagi-lagi, coba Tuan dan Puan bayangkan, bbagaimana kondisinya jika manusia tanpa sebuah pengetahuan. Saya jadi teringat dengan Louis Leahy yang ia mengatakan begini, “pengetahuan merupakan suatu kekayaan dan kesempurnaan, seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik kalau dibanding dengan yang tidak tahu apa-apa.”

Tetapi, terlepas dari itu bahwa kemampuan manusia untuk menggunakan akal atau pengetahauannya dalam memahami lingkungan sangat penting. Dalam hal ini adalah berfikir, sebab berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap dirkursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, tanpa berfikir atau berpengetahuan, berarti manusia tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.

Hal ini, selaras dengan apa yang dikatakan oleh Santre, bahwa mengetahui merupakan kegiatan yang menjadikan subjek berkomunikasi secara dinamik dengan eksistensi dan kodrat dari “ada” benda-benda.

Hal ini dikuatkan lagi oleh sebuah kisah. Apakah Tuan dan Puan ingat ketika Adam diciptakan dan kemudian Allah mengajarkan nama-nama, pada dasarnya itu mengindikasikan bahwa Adam (manusia) merupakan makhluk yang dibekali akal untuk berfikir dan berpengetahuan, dan dari berpengetahuan itu manusia agar bisa melanjutkan kehidupannya di dunia.

Sebagai pungkasan, bahwa semua karakteristik yang telah dimiliki atau dianugerahkan pada manusia menggambarkan ketinggian dan keagungan seperti halnya pengetahuan manusia, tidak lain ini demi mampunya manusia untuk menjalani hidup di dunia sekaligus mengemban amanah menjadi seorang kholifah.

Baca juga:  Zaid bin Amr, Non-Muslim yang Dijanjikan Surga

Manusia diberi pengetahuan, sebab, pastilah manusia pasti tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, ketika dibandingkan dengan hewan misalnya, hewan atau binatang diciptakan siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.

Dengan demikian, bahwa berfikir dan berpengetahuan bagi manusia merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya di dunia ini. Tanpa itu semua mungkin manusia akan menemui kemusnahan. Tapi, meskipun demikian, juga bahwa dengan berfikir dan berpengetahuan kadang-kadang malah lebih mampu membuat keruskan dan memusnahkan diri sendiri atau orang lain dengan mudah dan cepat.

Sebagai penutup, harus kita ingat, bahwa anugrah pikiran dan pengetahuan yang telah diberikan kepada kita, bahkan anugrah itu tidak diberikan pada makhluk lainnya, seharusnya kita sadari dan syukuri dengan sepenuh hati, dengan cara manusia tidak hanya memanfaatkan pengetahuan diri sendiri saja, tetapi juga orang lain, makhluk lain, bahkan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini.  Sebab, sejauh mana manusia mampu memanusiakan manusia lain maka sejauh itu pula dia mendapatkan tempat di dunia dan menjadi manusia yang seutuhnya. Lebih-lebih hal ini akan menjadi sangat baik ketika di implementasikan pada suasana seperti sekarang ini, dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Semoga.

Wallahu a’lam…

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top