Sedang Membaca
Tafsir Surah Al-Humazah (Bagian 2)
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Tafsir Surah Al-Humazah (Bagian 2)

Maxresdefault

Penjelasan mengenai karakteristik al-humazah dan al-lumazah dilanjutkan pada ayat berikutnya.

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ

Mereka terus menerus mengumpulkan harta.

Ayat yang kedua ini menegaskan bahwa biasanya orang yang suka menceritakan keburukan orang lain dan mengumpat orang lain, mereka suka merasa lebih baik dari orang lain, merasa lebih hebat dan merasa dirinya lebih kaya. Mereka, yakni al-humazah dan al-lumazah adalah orang-orang yang suka mengumpulkan harta. Mereka mengumpulkan harta bertujuan untuk mempersiapkan harta sebanyak-banyaknya untuk tujuh turunan atau untuk mengumpulkan pengikut yang banyak.

Kata maalan bisa berarti banyak bisa berarti sedikit. Ada orang yang sangat kikir, hartanya yang sedikit disimpan. Ada orang yang hartanya banyak tapi dia menganggap hartanya masih sedikit. Kata dibuat maalan nakirah (tanpa huruf alif lam sebelumnya) menunjukkan makna pengagungan (tafkhim) sehingga kata ini bermakna mengumpulkan harta baik itu banyak maupun sedikit.

Kata addadah bisa berarti menghitung-hitung ada juga menganekaragamkan. Misalnya dia sudah memiliki mobil, tetapi dia mengoleksi bermacam-macam mobil. Sudah memiliki suatu barang yang sudah cukup untuk kebutuhannya, tetapi dia masih mengoleksi lebih banyak lagi lebih dari yang dibutuhkan. Walaupun terkadang harus berhutang. Orang seperti ini mendapatkan ancaman wail.

Mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-bitungnya mendorong seseorang untuk melecehkan martabat orang lain karena merasa dirinya lebih kaya dari orang lain. Ia tidak melihat ketinggian derajat, kemuliaan dan kebanggaan dalam sesuatu selain dalam harta kekayaan. Ini termasuk penyakit manusia yang bisa dihadapi oleh siapa saja.

Baca juga:  Al-Qur'an dan Shuhuf: Sejarah Firman Allah untuk Umat Manusia

Setiap kali melihat banyaknya harta yang dimilikinya, ia merasa dirinya ‘orang besar’ merasa dirinya orang penting, dan mengira bahwa kedudukannya yang tinggi tidak tersaingi oleh siapa pun yang memiliki sifat keutamaan atau keistimewaan yang lain. Perasaan seperti ini mendorongnya untuk melecehkan orang itu, mencibir dan memandang dengan pandangan sinis. Dikiranya orang bisa dibayar untuk melakukan hal-hal yang diperintahkannya.

Di dalam Tafsir Ibn Katsir sebutkan bahwa orang-orang seperti ini di siang hari lupa diri sebab harta yang dimilikinya dan apabila malam tiba, ia tidur bagaikan bangkai yang telah membusuk tak mengingat tujuan hidup yang sesungguhnya.

Keadaan seperti ini tidak hanya bisa menimpa pejabat dan konglomerat. Orang-orang yang merasa dirinya kaya dalam satu desa pun bisa memiliki sifat demikian. Sehingga, tidak sedikit pun orang-orang ini merasa takut akan mendapatkan hukuman atas sikap buruknya itu. Kebanggaannya kepada harta telah melupakannya akan datangnya kematian, dan memalingkannya dari ingat tentang Hari Akhir. Mereka mengira bahwa bartanya akan membuatnya kekal sehingga dia lupa umur. Allah berfirman pada ayat yang ketiga:

 يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ 

Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyebutkan mereka mengira bahwa dengan harta bendanya itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan penyakit, dari bahaya terpencil dan dari kemurkaan Tuhan. Karena jiwanya telah terpukau oleh harta bendanya itu sehingga menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan mati, sehat ini akan sakit, kuat ini akan lemah. Menjadi bakhillah dia, kikir dan mengunci erat peti harta itu dengan sikap kebencian.

Baca juga:  Di Balik Ayat Poligami: Sebentuk Larangan yang Sehalus-Halusnya

Orang menduga hartanya akan kekal karena banyak. Ada yang mengartikan hartanya bisa menjadikannya bisa membuatnya terus hidup. Bisa saja dia sadar akan mati tapi karena hartanya banyak sehingga dia tak mengingat mati. Dalam hal ini secara tidak langsung kita dianjurkan untuk mengingat mati.

كَلَّا كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ

 Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.

Artinya bahwa pekerjaannya mengumpulkan harta benda itu, yang dianggap akan dapat memelihara diri dari sakit, dari tua, dari mati ataupun dari azab siksa neraka. Sebaliknya, Janganlah sekali-kali ia mengira seperti itu! Sebab, kata Syekh Muhammad Abduh, ia akan dilempar ke dalam keadaan terhina dan tak berharga sedikit pun. Orang-orang yang menghimpun harta dan yang menghitung-hitungnya akan dicampakkan ke dalam Hutamah.

Sebab dia bukanlah seorang yang patut dihargai. Dia mengumpulkan dan menghitung-hitung harta, namun dia mencela dan menghina dan memburuk-burukkan orang lain, mengumpat dan menggunjing. Orang itu tidak ada faedah hidupnya. Nerakalah tempatnya. Huthamah adalah nama neraka itu.

Sumber:

Tafsir Al-Quranil Adzim karya Ibnu Katsir

Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab

Tafsir Al-Manar karya Muhamad Abduh

Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka

Tafsir Al-Munir karya Wahbah Zuhaili 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Scroll To Top