Ayat terakhir surah al-Maun menyebutkan tentang tanda-tanda orang yang mendustakan agama, “Dan mereka enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Kata inti terakhir di dalam surah ini adalah al-Maun. Arti kata ini adalah bantuan atau pertolongan. Dalam Lisanul Arabi kata dijelaskan sebagai berikut:
Maka dapat dipahami bahwa kata al-ma’un memiliki arti ketaatan atau kebaikan. Sedangkan yang dimaksud dalam ayat Surah al-Ma’un, diriwayatkan dari Ali Ra., al-Ma’un adalah zakat. Sesuai dengan penjelasan arti di atas, pada kosa kata ini Syaikh Imam Al-Qurthubi menjelaskannya sebagai berikut:
Ayat ini merupakan ayat terakhir pada surah al-Ma’un yang artinya berbunyi “enggan menolong dengan barang berguna” ini adalah ciri berikutnya dari pendusta agama, ia selalu mengelak dari perbuatan menolong sesama, selalu menahan, bahkan menghalang-halangi orang lain yang ingin menolong. Hatinya selalu terpaut pada benda yang fana, ia selalu membenci orang lain mempertahankan apa yang dimilikinya. Dia menyangka begitulah hidup yang baik, padahal itulah yang akan membawanya celaka.
Ibnu Katsir menafsirkan kalimat wa yamna’un al-ma’un dengan enggan meminjamkan sesuatu barang yang bisa dimanfaatkan dan bisa dibuat membantu. Mereka tidak memperbaiki ibadah kepada Tuhan mereka serta tidak tidak berbuat baik terhadap makhluk-Nya termasuk enggan meminjamkan barang yang bisa dimanfaatkan dan bisa dibuat untuk membantu.
Surah ini memang sangat tepat dan pas jika ditujukan kepada orang-orang munafik. Seperti yang telah disebutkan apada ayat sebelumnya, pada diri mereka terkumpul tiga sifat buruk, yakni meninggalkan salat, bersifat ria dan kikir terhadap harta. Sifat-sifat tersebut sangat jauh dengan karakter seorang muslim sejati yang seharusnya. Siapa saja yang melakukan salah satu dari ketiga hal tersebut tetap akan mendapatkan sebagian dari hukuman wail, karena kikir, ria, dan meninggalkan salat adalh sifat-sifat tercela.
Menurut Imam Qurthubi Ayat ini menjelaskan tentang “Mereka yang tidak tergerak sedikitpun hatinya untuk membantu orang lain, bahkan justru dia menghalangi orang yang hendak melakukan pertolongan tersebut dengan berbagai cara dan dalih agar pertolongan tersebut tidak terlaksana.”
Lebih lanjut Ahmad Mustafa menafsirkan bahwa “mereka yang tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan kaum miskin. Biasanya, orang kikir tidak mau memberikan berbagai kebutuhan orang lain, seperti panci, kapak dan lain sebagainya.mereka juga akan dinyatakan sebagai orang bakhil dikalangan masyarakat luas.”
Allah telah menggambarkan tentang orang-orang yang mendustakan agama, yaitu mereka yang enggan memberikan hartanya kepada orang lain, dan Allah menggambarkan ini secara umum, tanpa mengkhususkan sesuatu. Allah menyatakan bahwa mereka enggan memberikan kepada orang lain apa-apa yang biasa saling dipinjamkan di antara mereka, dan enggan memberikan kepada orang butuh dan orang miskin hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas mereka pada harta mereka, yaitu hak-haknya, karena semua ini merupakan manfaat-manfaat yang bisa diambil manfaatnya oleh sesama manusia.
Berkaitan dengan keterangan dia atas, Zaini Dahlan menambahkan, “sifat pendusta agama ialah ria, curang, aniaya, takabur, kikir, memandang rendah rang lain, tidak mementingkan yang lain kecuali dirinya sendiri, bangga dengan harta dan kedudukan serta tidak mau mengeluarka sebagian hartanya untuk keperluan orang lain.”
Allamah Kamal Faqih menambahkan “seseorang yang enggan memberikan barang-barang remeh kepada orang lain adalah orang yang pelit, tidak mempunyai iman sama sekali. Benda-benda ini tidak berharga mahal, tetapi kadang-kadang sangat berguna, sehingga ketia seseorang menolak menyedekahkannya kepada orang lain maka akan menghasilkan sejumlah kesulitan penting dalam kehidupan masyarakat.”
Allamah mengutip sebuah hadis yang berbunyi “orang yang menolak untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan tetangganya, pada hari kiamat Allah akan menolak untuk memberikan kebaikan-Nya dan meninggalkan orang itu sendirian, dan alangkah buruknya bagi siapa pun yang Allah tinggalkan sendirian.”
Penelusuran dari ayat terakhir ini maka dapat dipahami bahwa Allah menjelaskan ciri-ciri berikutnya bagi mereka yang mendustakan agama. Allah telah menegaskan ancaman celaka bagi mereka yang mendustakan agama, yakni orang-orang tidak peduli terhadap kehidupan anak yatim, orang-orang miskin, mereka yang enggan sekali menolong sesamanya yang sangat membutuhkan, bahkan menghalang-halangi orang lain yang hendak melakukan pertolongan. Semua sifat-sifat di atas sangatlah jauh dari ajaran Islam yang mengajarkan kita agar selalu baik dalam berhubungan, baik hubungan dengan Allah maupun hubungan sesama manusia.
Betapa surah ini menjadi bukti bahwa pendusta agama bukan hanya berurusan dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah melainkan banyak sekali berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain. Singkatnya, pendusta agama adalah orang yang akhlaknya buruk kepada orang lain meskipun sudah melaksanakan salat.
Demikianlah tafsir terakhir surah Al-Maun. Adapun khasiat ayat ini menurut Imam Abu Muhammad Abdullah bin As’ad al-Yamani As-Syafii dalam kitab ad-Duur an-Nazhim fi khawas al-Qur’an al-Azhim adalah bisa menghindarkan seseorang dari kekalahan. Caranya adalah dengan membaca surah al-Maun pada air kemudian air tersebut diminum.
Khasiat yang kedua, apabila seseorang senantiasa berdoa dan merasa doanya belum dikabulkan oleh Allah maka amalan yang bisa dilakukan adalah dengan membaca surah al-Ma’un ketika bangun tidur dan belum mengucapkan suatu kata apa pun. Insya Allah akan diijabahi oleh Allah apabila dibaca secara istikamah. (RM)
Sumber:
Lisanul ‘Arab karya Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad
Tafsir al-Qur’an Al Azhim karya Ibnu Katsir
Tafsir Al-Maraghi Karya Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi
Tafsir Nurul Quran karya Allamah Kamal Faqih
Tafsir Al-Qurthubi karya Imam Qurthubi
Kitab ad-Duur an-Nazhim fi khawas al-Qur’an al-Azhim karya Muhammad Abdullah bin As’ad al-Yamani As-Syafii
nah gini doang sumber kitab dicantumkan