Hal sederhana yang perlu diingat sebelum memasuki penafsiran surah ini adalah nama surah ini. Yakni, jika nama surah-surah sebelumnya selalu diawali dengan al, maka surah ini tidak ada al sehingga cukup disebut dengan surah Qurasy bukan surah al-Quraisy.
Surah Quraisy terdiri atas empat ayat. Di dalam empat ayat tersebut terdapat tujuh belas kata dan tujuh puluh empat huruf. Surah ini turun di Mekkah. Di dalam mushaf Usmani surah ini berada di urutan ke 106. Nama lainnya adalah surah li iilaa fii.
Kalau diterjemahkan, surah ini bermakna seperti berikut:
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka beribadah kepada Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk meng-hilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Dari sisi etimologi ada beberapa Defenisi yang diajukan oleh ahli bahasa untuk arti kata Quraisy. Pertama, Quraisy dari kata Taqarrusyi, yakni mengumpulkan harta dengan cara berdagang. Kedua, Quraisy dari kata Qarasya, yakni mengumpulkan harta. Ketiga, Quraisy dari kata at-taqrisy, yakni at-tajmi’ atau berkumpul. Keempat, Quraisy merupakan bentuk muradif dari kata taqrisy, yang berarti memeriksa. Kelima, Quraisy adalah bentuk tasghir dari kata Qrasy, yang berarti ikan besar sejenis Hiu.
Diriwayatkan dari Abbas di dalam kitab Nihaya al-Ilb fi Ma’rifati al-Anshab al-Arab bahwa An-Nadhr pernah naik kapal bersama rombongan, tiba-tiba muncul ikan Hiu yang mereka namai Quraisy. Semua penumpang ketakutan. Lalu ditombak oleh An-Nadhr sampai mati.
Dari seluruh defenisi yang ada, Taqarrusy dan Qarasya yang artinya mengumpulkan harta dengan cara berdagang paling sering dikutip.
Kata Quraisy kemudian dikenal sebagai bagi kabilah-kabilah Arab dari keturunan An-Nadhr dan Kinanah. Begitulah menurut pendapat Imam Qurtubhy yang disepakati oleh ulama. Mereka dikenal dan dihormati di kalangan bangsa Arab, mengingat bahwa mereka adalah penghuni Mekkah. Karenanya, taka da kejahatan pun yang menimpa mereka saat melakukan perjalanan meskipun terjadi banyak perampokan di antara suku-suku bangsa Arab waktu itu.
Kaum Quraisy pada umumnya adalah kaum saudagar. Istilahnya kalau sekarang, mereka adalah eksportir dan importer karena negeri Mekkah terletak di tengah, di antara Syam yang berada di sebelah utara dan Yaman yang berada di sebelah selatan.
Syam adalah sebuah daerah yang terletak di timur Laut Mediterania, barat Sungai Efrat, utara Gurun Arab dan sebelah selatan Pegunungan Taurus. Negeri Syam merupakan tempat dari agama-agama yaitu Yudaisme, Nasrani, dan Islam.
Saat ini Negeri Syam merujuk ke sejumlah tempat di Timur Tengah, di antaranya: Lebanon, Palestina, Suriah dan Yordania. Sejumlah tempat di negara Suriah memakai nama Syam. Misalnya Bushra asy-Syam, kota administrasi Damaskus dan merupakan ibu kota distrik Hawran.
Syam merupakan pintu perniagaan yang akan melanjut sampai ke Laut Tengah dan ke negeri-negeri sebelah Barat. Yaman yang ibukotanya sejak dahulu biasanya di Shana’a di selatan membuka pula jalan ke timur sampai ke India, bahkan lebih jauh lagi sampai ke Tiongkok. Termasuk ke kepulauan Nusantara.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang Quraisy melakukan dua angkatan perjalan atau kafilah (caravan). Di musim panas mereka pergi ke Syam dan di musim dingin mereka pergi ke Yaman. Keduanya dilakukan untuk berniaga.
Sejak zaman purbakala telah terentang jalan kafilah di antara Mekkah, Madinah dan Damaskus. Atau Mekkah, Hunain, Badar, Ma’an. Jalan ini termasuk kafilah utara. Adapun kafilah selatan adalah Mekkah, Thaif, ‘Asir, dan Yaman.
Selain itu, karena di Mekkah terdapat Kakbah maka setiap musim haji orang dari luar datang berduyun-duyun untuk melaksanakan sunnah nabi Ibrahim. Dalam kenyataannya, menurut Muhammad Abduh, rasa hormat terhadap Kakbah merupakan bagian dari kekuatan moral yang menjadi sandaran dan perlindungan bagi para pedagang Quraisy dalam perantauan mereka. Karena itulah mereka menjadi terbiasa dan merasa akrab dengan perjalanan-perjalanan yang mereka lakukan untuk memperoleh rezeki. Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa sebagian keuntungan dari perniagaan juga digunakan untuk berkhidmat kepada Baitullah yang merupakan kebanggaan mereka. Mereka yang melakukan itu adalah anak-anak An-Nadhr ibnu Kinanah.
Seandainya kedudukan Kakbah serta penghormatan kepada-nya berkurang dalam jiwa bangsa Arab, sehingga banyak tangan jahat yang mengganggu, niscaya orang-orang Quraisy akan diliputi keengganan dan ketakutan untuk melakukan perjalanan perdagangan mereka. Sebagai akibatnya, penghasilan mereka pasti menjadi amat sedikit, mengingat bahwa tanah mereka tidak cukup subur untuk ditanami. Sementara itu mereka juga tidak memiliki keahlian di bidang industri dan kerajinan yang mampu menarik kunjungan orang-orang dari luar perkampungan mereka.
Penghormatan yang menguasai hati orang-orang Arab terhada Kakbah pada hakikatnya adalah karena Allah Swt, Sang Pemilik Rumah inilah yang meletakkan hal itu ke dalam jiwa-jiwa mereka. Kini dia pula lah yang menjaga kehormatannya. (RM)
Bersambung
Referensi:
Al Jaami’ liahkamil Qur’an karya Imam al-Qurtubhy
Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka
Tafsir Al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli Jalaluddin as-Suyuthi
Tafsir Juz Amma Karya Muhammad Abduh
Tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi Al-Bantani