Sedang Membaca
Masjid Keramat: Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Masjid Keramat: Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Menurut Catatan Keraton Kasepuhan Cirebon, yang mengacu pada Candrasengkala, masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada “waspada panembahe yuganing ratu”. Kalimat ini bermakna 2241, alias 1422 Saka. Dari catatan tahun Saka tersebut-pun terpaut waktu 21 tahun yang memisahkan pembangunan antara kedua bangunan masjid tua tersebut.

Namun beberapa sejarawan justru memilih tahun 1478 sebagai tahun pembangunan masjid Agung Sang Cipta Rasa bersamaan dengan didirikannya Kesultanan Cirebon dengan Sultan pertamanya Sunan Gunung Jati. Tahun 1478 hanya selisih satu tahun lebih muda bila dibandingkan dengan pembangunan masjid Agung Demak (1477).

Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa diprakasai oleh Syech Syarief Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati ( 杜 亞 波 ). Sunan Kalijaga (颜 四 章) sebagai pemimpin pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, melibatkan 500 tenaga kerja dari Cirebon, Demak dan Majapahit dan dibantu oleh Raden Sepat arsitek dari Majapahit yang merancang Masjid Agung Sang Cipta Rasa dengan bentuk dari Mongolia.

Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon berawal dari masa dimana pada saat itu dalam kurun waktu yang penuh kedamaian, pembangunan di Nagari Cirebon terus ditingkatkan. Program-program kegiatan pemerintahan berjalan lancar tanpa gangguan. Sebagaimana lazimnya pada masa itu, maka setelah dicarikan waktunya yang tepat susuhunan jati (Syarif Hidayatullah) mengeluarkan keputusan untuk membangun sebuah masjid yang besar sebagaimana halnya di Demak.

Susuhunan Jati mengirimkan utusan, baik ke Demak maupun ke Ampel untuk mendapatkan tanggapan dan juga bantuan tenaga ahli serta doa restu dari para Walisongo sepulau Jawa.

Atas maksud Susuhunan tersebut, maka Raden Fatah mengirimkan tenaga ahlinya yaitu Raden Sepat bangsawan asal Majapahit seorang arsitek terkenal pada masa itu dengan dua ratus orang pembantunya. bersama rombongan dengan Raden Sepat juga ikut serta Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.

Beberapa waktu berselang datang menyusul para Wali lainnya. Dalam pelaksanaan pembangunan Masjid Agung itu maka yang menjadi pimpinan pelaksanaannya adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga ini terkenal dengan kemampuannya karena kekuatan magis yang dimilikinya membuat tiang “soko guru” dari tatal (serpihan kayu) yang hanya diikat oleh tali-tali yang dibuat dari rerumputan, yang sampai sekarang bisa dilihat di Masjid Agung Demak, dan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Baca juga:  Mengapa Gus Baha Sering Sekali Menyebut Nama Bapaknya?

Dengan sistem kerja gotong royong oleh masyarakat Cirebon yang diikuti pula oleh para wali maka masjid agung di Cirebon ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Arsitektur Masjid

Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki tiga gerbang di bagian depannya tapi hanya satu gerbang di sebelah utara (kanan) ini yang paling sering dibuka di hari hari biasa menjelang waktu salat. Di luar waktu salat pengunjung harus melewati gerbang belakang dengan melewati jalan setapak di sebelah kanan tembok utara masjid.

Dari sudut pandang arsitektur, Masid Agung Sang Cipta Rasa ini memang mewakili watak feminin. Tidak seperti masjid-masjid wali pada umumnya yang mempunyai bentuk atap tajug atau limas bersusun dengan jumlah ganjil, Masjid Agung Sang Cipta Rasa mempunyai bentuk atap limasan dan diatasnya tidak dipasang momolo (mahkota masjid). Bisa jadi ini pun juga perlambang dari sifat femininnya.

Bentuk konstruksi secara keseluruhanpun terlihat lebih pendek dibandingkan dengan Masjid Agung Demak yang kelihatan tinggi dan gagah.

Pada bagian dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa, ruangan terbagi menjadi lima bagian, yaitu bagian ruangan utama, tiga ruangan serambi dan ruangan pada bagian belakang. Ruang utama adalah ruangan masjid, tempat para jamaah masjid melaksanakan ibadah shalat, lantainya terbuat dari terakota tanah atau tembikar berukuran 30×30 sentimeter.

Baca juga:  Masjid Bani Solan Magetan: Merekatkan Persaudaraan, Merangkul Semua Golongan

Serambi bagian selatan disebut Bangsal Prabayaksa. Dalam bahasa Jawa kuna berarti “ruang pertemuan”. Ruang ini berfungsi sebagai tempat bertemunya para jamaah masjid dan serambi pada bagian depan bernama Bangsal Pemandangan, yang berarti tempat “cuci mata”. Di ruangan inilah para jamaah masjid dapat menikmati suasana alun- alun Sangkala Buwana.

Ruangan pada bagian belakang masjid berukuran 5×20 meter, ruangan tersebut merupakan ruangan bagi para kuncen, para pengurus masjid dan sebagai tempat penyimpanan Alquran dan buku-buku pelajaran agama Islam.

Tata ruang bangunan pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa, berbentuk persegi panjang seluas 400 meter persegi. Menurut Denys Lombard, dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, mengemukakan bahwa Denah ruang sembahyang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar, tetapi tidak hanya di Masjid Agung Cirebon yang denahnya persegi panjang. Kerangkanya pada dasarnya mendukung beberapa atap bersusun yang jumlahnya selalu ganjil (tiga atau lima).

Jika ditinjau dari aspek konsep dan bentuk gaya bangunan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki perbedaan dengan masjid lain yang dibangun pada masanya di Pulau Jawa. Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki bangunan seperti pagoda China (atap yang bersusun-susun), tiang yang tinggi, ruangan yang luas, koridor yang berliku-liku yang hingga saat ini terlihat sangat kokoh sebagai bangunan tua peninggalan sejarah para Sunan dari perkumpulan Walisongo.

Baca juga:  Tadarus Puisi: Dakwah Kreatif Anak Muda

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu hasil perwujudan akulturasi pada bentuk sebuah bangunan rumah peribadatan yang memiliki unsur kebudayaan Islam dan kebudayaan Tionghoa yang sangat kuat.

Berdasarkan hasil data-data tersebut di atas, maka dapat dianalisa bahwa terjadinya perpaduan budaya Islam dan budaya Tionghoa dalam pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa diakibatkan adanya kerjasama antara para Sunan dari Walisongo dengan para Muslim Tionghoa. Untuk apa akulturasi?

Tak lain untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di kota Cirebon Jawa Barat dan juga untuk kerukunan antar kebudayaan.

Maka dengan adanya partisipasi para muslim Tionghoa tersebut, tekhnik pembangunan dalam mendirikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak terlepas dari adanya unsur kebudayaan Tionghoa yang dapat dilihat pada beberapa bentuk ornamen bangunannya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)
  • Menarik.Tapi secara historiografi, tahun yg tepat berdirinya Masjid Sang Ciptarasa itu pada tahun 1482 M. Sebab Kerajaan Demak baru berdiri pada tahun 1481 M(Lihat Slame Mulyana). Tetapi masjid Demak memang sudah berdiri pada tahun 1478 M, awalnya adalah Masjid Agung Kadipaten Bintoro , yg masih tunduk pada Kerajaan Majapahit.

Komentari

Scroll To Top