Kisah ini juga dituturkan Gus Dur di Taman Ismail Marzuki pada tahun 1992. Sebagaimana humor lainnya, dalam kisah ini sebenarnya Gus Dur sedang mengkritik Soeharto yang sedang menjadi presiden saat itu. Soeharto yang sudah memimpin 20 tahun lebih waktu itu masih enggan diganti.
Berikut penuturan Gus Dur:
Jadi ada seorang kepala pemerintahan ditanya tukang cukur langganannya.
“Tapi ini di negara lain loh ya.” Kata Gus Dur yang diikuti tawa peserta.
Pemimpin ini memiliki kebiasaan setiap setengah bulan cukur. Karena waktu itu sedang rame isu sukses pemimpin, tukang cukur lugu ini pun bertanya kepada presiden, “Bagaimana kabar suksesi, Pak?”
Mendengar pertanyaan itu, presiden bertanya balik. “Mengapa tanya soal itu, Mas?”
“Lha iya to, Pak. Ini kan dimana-mana pada rame membahas suksesi. Setahu saya suksesi itu tentang pergantian pemimpin. Bapak apa sudah ketemu belum penggantinya?”
“Ya belum.” Jawab presiden singkat.
Presiden sebenarnya enggan membicarakan suksesi meskipun media rame menjadikannya isu. Sebab, dia enggan diganti.
Setengah bulan berikutnya, pemimpin ini cukur lagi dan tukang cukur bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama. “Apa sudah dapat pengggantinya, Pak?”
“Ya belum. Kan susah mencari pengganti pemimpin.” Jawab presiden singkat.
Pertanyaan ini ditanyakan terus oleh tukang cukur setiap kali si penguasa cukur rambutnya.
Hingga akhirnya, si pemimpin ini curiga dan jengkel. Dia pun bertanya balik.
“Sampean ini kok tanya suksesi pemimpin terus kenapa, Mas? Apa urusannya dengan Anda?” tanya presiden.
Sambil tersenyum, tukang cukur yang lugu itu menjawab, “Lha iya saya tanya terus, Pak.”
“Mengapa?” tanya presiden lagi.
“Soalnya setiap kali saya menanyakan soal suksesi, Anda jadi tegang dan bulu kuduknya berdiri. Saya kan jadi enak mencukurnya.” jawab tukang cukur.
“Oalah, Mas… Mas…”
Barangkali setelah mendengar jawaban itu, bulu kuduk presiden tak lagi berdiri saat ditanyai suksesi dan si tukang cukur harus mencari pertanyaan lain agar bisa membuat presiden tegang hingga bulu kuduknya berdiri.