Pernah ada seseorang yang mem-bully atau menghina Abu Bakar As-Shiddiq di hadapan Kanjeng Nabi Muhammad saw. Hinaannya dilakukan terus-menerus tanpa henti. Mendengar hinaan itu, Kanjeng Nabi Muhammad diam dan sesekali tampak tersenyum.
Sahabat Abu Bakar yang dihina berulang kali akhirnya tak tahan juga dengan umpatan orang itu. Hingga beliau pun membalas menghina. Kanjeng Nabi yang mendengar Abu Bakar membalas hinaan orang tadi, beranjak pergi menjauh dari Abu Bakar.
Abu Bakar merasa tak enak hati melihat sikap Rasulullah. Beliau pun berhenti mencaci dan berjalan mendekati Kanjeng Nabi Muhammad.
“Ya Nabi, Panjenengan dari tadi duduk bersamaku. Mengapa sewaktu ada orang yang menghinaku Nabi hanya diam. Tapi mengapa kok ya malah beranjak pergi di saat aku membalas hinaannya? Apakah aku salah bersikap begitu?” tanya Abu Bakar.
Rasulullah menatap Abu Bakar dan berkata. “Jadi begini. Tadi ketika Panjenengan diam saat dihina, ada malaikat duduk di sampingmu. Malaikat itu membalas hinaan orang itu. Namun di saat kamu membalas caciannya, malaikat pergi dan setan duduk di sampingmu dan menggodamu. Nah aku tak ingin duduk di samping setan. Oleh karenanya aku pergi.”
Kanjeng Nabi melanjutkan nasehatnya, “Sahabatku, ada tiga pekara yang seluruhnya benar. Pertama seseorang yang dizalimi. Tapi ia membalas dan menyerahkannya kepada Allah. Kedua orang yang memberi sesuatu dengan maksud menyambung silaturrahim. Ketiga seseorang yang memberikan sebagian hartanya untuk pengemis.”
Kisah ini memberikan pelajaran tentang cara bersikap dan menghadapi orang yang menghina. Yakni dengan diam dan berdoa kepada Gusti Allah. Mengenai kisah ini bisa dilihat dalam Kitab Majmaul Zawa’id bab Makarimul akhlaq wa al-afw ‘amman zhalama.