Sedang Membaca
Menggerakkan Umat Islam Agar Peduli Perubahan Iklim
Ribut Lupiyanto
Penulis Kolom

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration)

Menggerakkan Umat Islam Agar Peduli Perubahan Iklim

Bill Oxford Rdlers3zggq Unsplash

Akhir-akhir ini kita sangat merasakan perubahan signifikan terkait suhu bumi. Fenomena pemanasan global (global warming) terindikasi mulai menyerang bumi ini. Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer sehingga radiasi matahari terperangkap berulangkali dalam jangka waktu relatif lama, dan akhirnya menyebabkan suhu permukaan bumi secara global meningkat.

Efeknya kemudian terjadi perubahan pada unsur-unsur iklim seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara. Perubahan unsur iklim tersebut akhirnya merubah pola iklim dunia, yang selanjutnya dikenal dengan Perubahan Iklim.

Kepedulian Islam

Giddens (2001) mengemukakan bahwa peradaban modern sekarang ini menunjukkan kondisi bahaya yang justru berasal dari internal, lebih dahsyat dibandingkan dari pengaruh eksternal. Realita menunjukkan semakin modern kehidupan, semakin banyak kerusakan dan permasalahan pelik. Menurutnya, peradaban materialisme sekarang tidak dapat lagi dipertahankan, sehingga akan lahirlah pandangan baru yang akan mendasari peradaban zaman selanjutnya, yaitu agama dam filsafat kehidupan kontemporer.

Jauh sebelum Giddens sadar, Islam telah datang sebagai agama paripurna dan sempurna. Islam berdedikasi ingin menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Kehadirannya bukan untuk mengancam agama lain. Bahkan Islam bertanggung jawab mensejahterakan semua manusia di muka bumi, tanpa kecuali. “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi ramhat bagi alam semesta “ (Q.S. Al-Ankabut :107).

Dalam Islam, konskuensi logis atas wujud penghambaannya secara vertikal kepada Allah SWT adalah mewujudkan kaidah keseimbangan secara makro dunia-akhirat, secara mikro jasad-pikir-dzikir, dan dalam skala meso seimbang kaitannya dengan interaksi antar sesama manusia dan lingkungan alamnya. Semuanya integral tak bisa saling meniadakan. Islam menempatkan sumberdaya alam sebagai aset sumber kehidupan makhluk hidup. “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur” (Q.S. Al-A’raf: 10).

Baca juga:  Membaca Ulang Peristiwa Madiun 1948

Makna aset tentunya bukan semata potensi eksploitasi, namun terbingkai sebagai nikmat. Konskuensinya, manusia juga dituntut bersyukur dengan mengusahakan keseimbangan dan kelestarian. Alam dan lingkungan merupakan sumber daya yang membutuhkan pengelolaan untuk terus mampu memberikan penghidupan bagi manusia. Al-Qur’an Surat Ar Rum ayat 41 menegaskan bahwa kerusakan di darat dan di laut itu sejatinya disebabkan karena perbuatan tangan manusia sendiri dan Allah memberikan bencana agar manusia itu sadar kembali ke jalan yang benar. Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini membuktikannya. Memang ada penyebab faktor alami, namun sebagian besar adalah karena aktifitas manusia atau disebut Abdillah (2001) sebagai kiamat antropogenik.

Islam telah memberitakan prediksi terjadinya perubahan iklim sejak 14 abad silam. Setidaknya ada tujuh ayat dalam Al-Qur’an ( Al-Qomar :11, Ar-Rahman :37, Al-Haqqah: 16, Al-Ma’arij: 8, Al-Mursalat: 9, An-Naba’: 19, dan At-Takwir :11) yang menyebutkan kata-kata “jika langit terbelah” dan “jika langit menjadi lemah”. Ayat ini secara substansial telah memperingatkan akan terjadinya penipisan lapisan ozon sebagai salah satu penyebab pemanasan global. Al-Qur’an juga telah menceritakan salah satu akibat pemanasan global, yakni naiknya permukaan air laut. Di Surat Al-Infithar:3, At-Takwir: 6, dan Ath-Thur: 6. Sudah menjadi kewajiban bagi muslim untuk mencegah kerusakan. Karenanya, berbagai upaya mengerem perubahan iklim merupakan bagian dari kewajiban ajaran Islam. Islam secara tegas melarang segala tindakan yang berlebihan (Q.S. Al-An’am: 141). Dalam konteks perubahan iklim berbagai perbuatan berlebihan yang menjadi penyebabnya antara lain membuang sampah sembarangan, penanganan sampah yang tidak pas, penebangan hutan, penggunaan bahan bakar berlebihan, dan lainnya. Konsekuensinya, muslim dituntut melakukan penagangan sampah, hemat energi, pelestarian hutan, penghijauan, dan sebagainya.

Baca juga:  New Normal: Seperti Apa Konsep Dirimu?

Terbukti, Islam bukan sekadar agama ritual. Islam juga agama kontekstual atas segala dinamika di alam semesta dari sesuatu yang belum dan tidak mampu dijangkau indra dan teknologi manusia hingga hal-hal besar yang telah, sedang, dan akan dialami peradaban dunia. Sangat besar kepedulian ajaran Islam bagi pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Mendasarkan gelaran tersebut, sangat tepat Prof. Yusuf Qardhawi (2002) memposisikan setara antara memperhatikan lingkungan dengan memperhatikan agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.

Gerakan Eko-Spiritual

Pada dasarnya tidak ada problematika yang perlu dikhawatirkan dari lingkungan. Semuanya justru bersumber dari pola interaksi dan dampak perbuatan manusia (Al-Qaradhawi, 2002). Sehingga, strategi paling efektif mengatasinya adalah dengan memperbaiki manusianya. Allah Maha Berkehendak, tapi Dia juga akan memberikan seseuai yang diusahakan manusia (Q.S. Ar Ra’d: 11).

Manusia hidup di bumi secara koloni, sehingga harus berperan aktif sebagai makhluk sosial. Partisipasi konkritnya adalah berupa kontrol sosial dalam bingkai amar ma’ruf nahi munkar (seruan ke arah kebajikan dan pencegahan praktek pengrusakan). Menyeru kebaikan merupakan aksi atas pemahaman ilmu yang didapat. Apabila dilakukan secara masif, maka seruan ini dapat menjadi upaya antisipatif terjadinya permasalahan dan kerusakan. Sedangkan, ketika melihat kerusakan, seperti praktek pengelolaan sumberdaya alam yang menyimpang maka wajib mencegah sampai melawan sekuat kemampuan. Jihad fii sabilillah melalui amar ma’ruf nahi munkar merupakan payung tertinggi ajaran Islam. Ibarat bangunan ia adalah atapnya. Salah satu bidang kontemporer yang patut dinaungi jihad fii sabilillah adalah gerakan penyadaran sekaligus aksi pelestarian lingkungan.

Sudah tak terhitung berapa pertemuan internasional membahas perubahan klim terselenggara, bahkan beberapa kali diselenggarakan di Indonesia. Namun agaknya, konferensi kali ini memberikan harapan besar. Hal ini tidak lepas dari adanya kesatuan pijakan dan motivasi yaitu spiritualisme Islam. Agama merupakan pijakan utama setiap insan. Maka, kemampuan menerjemahkan ajarannya menjadi aksi nyata dan gerakan yang menyatu akan menjadi jurus paling ampuh.

Baca juga:  Qiraah Sab'ah 1: Mengapa Cara Membaca Al-Qur'an Berbeda-beda?

Kebaikan yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisasi “ demikian Ali bin Abi Thalib Ra memberi nasihat bijak. Bentuk-bentuk eksploitasi lingkungan untuk kepentingan ekonomi kapitalistik dewasa ini telah menjadi jaringan yang cukup rapi dan sistematis, baik melalui persekongkolan politik, sekutu invasi budaya, dan lainnya. Konsekuensinya kerjasama menjadi kebutuhan mendesak. Antar stakeholder, antar wilayah, antar bangsa, perlu duduk dan bergerak bersama dalam satu vis, yakni mengelola alam dan lingkungan dalam bingkai keadilan sosial maupun ekologis serta dalam motivasi jihad fii sabilillah.

Poin penting yang harus diupayakan adalah menguatkan komitmen muslim untuk mempromosikan dan membimbing masyarakat sampai akar rumput untuk memahami adanya perubahan iklim, mengembangkan masjid sebagai pusat komunitas dan pendidikan yang menebarkan pesan pembangunan berkelanjutan, membuat pedoman dan etika agar penerapan pendidikan dan pelatihan lingkungan bedasarkan pendidikan Islam, serta bekerja sama dengan berbagai organisasi agar lebih mampu menumbuhkan semangat memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang hijau dan lestari.

Jika tidak ingin mengulang kelemahan (bahkan kegagalan), maka poin-poin di atas tak boleh lama-lama hanya tersimpan dalam dokumen sejarah. Perlu segera memperluas dukungan dan memulai aksi nyata untuk menindaklanjutinya. Muslim mesti bersatu dalam persatuan (wihdatul ummah) untuk bersama melawan perubahan iklim. Semua lini kehidupan dan segala potensi perlu segera dikerahkan secara massif dalam gerakan eko-spiritual yang bersubstansikan jihad fii sabilillah.

Ke depan, tugasnya tak hanya menggerakkan internal muslim. Lebih dari itu juga mesti bersinergi menggalang dukungan semua kalangan agama demi kemaslahatan bersama. Bukan untuk mencampradukkan ajaran, melainkan menggapai kesamaam tujuan dunia, yakni terciptanya bumi yang lestari dan berkelanjutan.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top