Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (99): KH. Adnani Iskandar

Kh. Adnani Iskandar

(L. 17 September 1929 – W. 17 Februari 2011)

Ulama yang satu ini tidak asing lagi bagi masyarakat kota Banjarmasin, bahkan masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya. Popularitas KH. Adnani Iskandar bukan saja karena beliau termasuk ulama sepuh yang masih produktif berdakwah di daerah ini. Akan tetapi justru lantaran luasnya ilmu pengetahuan agama yang dimiliki. Ini tidak mengherankan karena beliau menuntut ilmu agama tidak terbatas di dalam negeri saja, tapi juga sampai ke tanah suci Mekkah. Setidaknya ada dua cabang ilmu agama yang diakui masyarakat dari kealiman beliau, yaitu sebagai ulama fikih dan ulama tasawuf.

Sebagai ulama tasawuf, diberikan langsung oleh masyarakat luas, sebab beliau mengajarkan ilmu ini melalui majelis taklim beliau sendiri yang diberi nama majelis taklim Al-Futuhiyah. Di majelis taklim yang masih eksis hingga tahun 2000 ini KH. Adnani Iskandar mengajarkan ilmu tasawuf dan yang dibaca adalah kitab yang sangat terkenal karya ulama sufi Syekh Abdul Karim Al-Jili, yaitu Insan Kamil. Juga kitab tasawuf terkenal lainnya yang ditulis oleh Ibnu Arabi yang berjudul Al-Hikam serta karya ulama sufi Ibnu Athaillah As-Samarkandi yang berjudul Al-Hikam dan kitab Iqazul Himam fi Syarh alHikam. Inilah kitab yang menjadi indikator utama bagi masyarakat dalam mempelajari tasawuf, malah tingkatannya pun (maqam) mereka katakan sudah berada pada ’tingkat tinggi’.

Adapun sebagai ulama fikih, predikat ini pada umumnya diberikan oleh kalangan masyarakat kampus atau para akademisi. Pasalnya, karena memang KH. Adnani Iskandar sebagai dosen tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari memiliki disiplin ilmu fikih. Mata kuliah ini pula yang beliau berikan pada mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Antasari tingkat doktoral. Bahkan mata kuliah ilmu fikih ini pula yang beliau asuh pada umumnya ketika memberikan kuliah di perguruan tinggi lainnya, seperti STAI Rakha Amuntai, STAI Al-Washliyah Barabai, STAI Darul Ulum Kandangan, dan Uniska Banjarmasin.

Dengan demikian KH. Adnani Iskandar bisa dibilang sebagai ulama ”two in one”, artinya memiliki kealiman ganda sekaligus, pertama di bidang tasawuf dan kedua di bidang fikih. Beliau dilahirkan di Kandangan tanggal 17 September 1929 dari pasangan suami isteri H. Iskandar dan Hj. Acil, yang merupakan keluarga agamis serta tergolong berada. Karena itulah sejak kecil beliau sudah dipersiapkan sedemikian rupa untuk mendalami ilmu agama yang kelak di kemudian hari menjadi orang yang alim. Dalam hal ini apakah dengan cara menuntut ilmu melalui pendidikan informal di rumah tangga atau dalam lingkungan keluarga, di jenjang pendidikan formal di sekolah, maupun pada jalur pendidikan nonformal.

Baca juga:  Ulama Banjar (64): KH. M. Hasyim Mochtar El-Husaini

Pada tingkat pendidikan formal tingkat dasar KH. Adnani Iskandar disekolahkan orang tuanya pada Madrasah Ibtidaiyah di tanah tumpah darah sendiri, Kandangan, selesai tahun 1942. Sedang tingkat lanjutan pertama dan atas diselesaikan tahun 1949 di SMIP Banjarmasin. Kemudian oleh kedua orang tua dan dukungan keluarga beliau dikirim ke tanah suci Mekkah selama lebih kurang enam tahun belajar di Madrasah Aliah Darul Ulmu mekkah, tahun 1949-1955. Sedangkan pendidikan tingkat perguruan tinggi diselesaikan tahun 1967 di Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin.

Selama menimba ilmu pengetahuan di tanah suci Mekkah, KH. Adnani Iskandar tidak menyia-nyiakan kesempatan di kota kelahiran Rasulullah tersebut. Beliau mengisi dan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya, di samping belajar di lembaga pendidikan formal. Beliau juga mengaji secara nonformal kepada beberapa guru yang terdiri dari para ulama terkenal dalam berbagai bidang ilmu agama Islam. Beberapa ulama besar dan terkenal kealimannya yang dijadikan guru oleh beliau itu adalah sebagai berikut:

  • Syekh Abdul Karim, ulama besar Mekkah kelahiran Banjarmasin; dengan ulama ini beliau belajar ilmu ushul fikih.
  • Syekh Abdul Qadir Mandailing, mempelajari ilmu tata bahasa Arab (nahwu sharaf).
  • Syekh Abdul Qadir khusus mempelajari ilmu tafsir Alquran dan hadis-hadis Rasulullah SAW.

Ketiga ulama besar terkemuka di mekkah tersebut besar sekali andilnya dalam memberikan ilmu pengetahuan agama sekaligus membentuk kepribadian KH. Adnani Iskandar, sehingga kelak beliau berhasil menjadi seorang ulama berbobot. Memang KH. Adnani Iskandar dapat belajar dengan giat dan tekun, serta secara khusus kepada ketiga orang Syekh tersebut, yang kealiman ilmunya sangat mumpuni.

Ketika kembali ke tanah air, KH. Adnani Iskandar diminta mengajar pada SMIP Banjarmasin, yaitu dari tahun 1958 sampai 1960, lembaga pendidikan Islam di mana dulunya beliau bersekolah. Karir sebagai dosen (PNS) beliau tekuni sejak tahun 1964 hingga 1985 pada Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Namun ketika sudah pensiun pun beliau masih tetap diminta untuk memberikan mata kuliah ilmu fikih di fakultas tersebut dan fakultas-fakultas lainnya di IAIN Antasari Banjarmasin.

Sebagai tenaga edukatif, KH. Adnani Iskandar sangat disenangi oleh para kolega dosen lainnya maupun oleh para mahasiswa. Beliau sangat piawai dalam mengajar, sehingga tidak menjenuhkan. Ketika mengikuti kuliah dengan beliau, seakan-akan waktu berjalan begitu cepat, sehingga tidak pernah merasa bosan. Beliau senang jika ada mahasiswa yang bertanya, malah untuk ini beliau pandai memancing mahasiswa untuk bertanya. Jawaban-jawaban yang beliau berikan selalu rasional, ilmiah dan memuaskan, sebab selalu diberikan argumentasi yang tepat baik dalil-dalil naqli maupun aqli.

Di samping aktif menjadi tenaga edukatif dan mendidik masyarakat melalui berbagai aktivitas tabligh, KH. Adnani iskandar malah menyediakan waktu secara khusus mengajar para petugas penegak hukum, yakni qadhi dan jaksa. Kegiatan yang dilakukan secara khusus ini dilakukan selama lebih kurang 10 tahun, yaitu dari tahun 1960 hingga tahun 1969, dan berhasil mendapat respon positif dari aparah hukum tersebut.

Baca juga:  Abu Ubaidah bin al-Jarrah: Sahabat Penuh Integritas    

Ketika menjalani masa pensiun pun beliau selalu berusaha mengabulkan permintaan masyarakat untuk berdakwah di majelis-majelis taklim, pengajian-pengajian maupun ceramah agama dan sebagai khatib. Salah satunya adalah mengisi pengajian fikih secara rutin seminggu sekali sesudah shalat Magrib di masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin. KH. Adnani Iskandar memiliki kekhasan dalam memberikan tausiyah kepada para jemaah, sehingga selalu digemari. Antara lain suara yang nyaring, lidah yang fasih, retorika yang menarik, interaktif serta penguasaan materi yang disampaikan.

KH. Adnani Iskandar yang beralamat di jalan Nagasari No. 1 Banjarmasin ini, juga termasuk ulama yang senang dalam berorganisasi. Itu terbukti selagi masih muda, tepatnya dalam tahun 1960, pernah menduduki jabatan Sekretaris pada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) kota Banjarmasin. Bahkan lima tahun sebelumnya (1955), beliau sudah mendapat kepercayaan menempati kursi Sekretaris Komite Nahdlatul Ulama (NU) Kandangan, Hulu Sungai Selatan.

Masih pada organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia itu (NU), KH. Adnani Iskandar setelah selesai sebagai Sekretaris NU kota Banjarmasin, meningkat menjadi Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Wilayah NU provinsi kalimantan Selatan, tepatnya pada tahun 1965. Semua ini tentu saja karena dedikasi dan loyalitas beliau yang tidak sedikit bagi kemajuan ormas Islam tersebut. Bahkan hingga sekarang pun, nama KH. Adnani Iskandar beserta para ulama lainnya masih tetap tercantum sebagai salah seorang pengurus PW NU Kalimantan Selatan.

Ormas Islam terkemuka lainnya yang digeluti KH. Adnani Iskandar adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) provisin Kalimantan Selatan. Pada organisasi yang menjadi wadah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim ini, beliau duduk di komisi fatwa, malah pernah menjabat sebagai ketua komisi. Komisi ini sangat relevan dengan bidang keahlian beliau, yaitu dalam ilmu fikih, sebab dalam program kerjanya komisi fatwa sering melakukan istibath hukum, guna melahirkan suatu fatwa.

Kepercayaan yang diberikan kepada KH. Adnani Iskandar lainnya lagi sesuai dengan spesifikasi keulamaan beliau, adalah sebagai salah seorang pengurus Dewan Syariah Bank Berkah Gemadana. Di samping itu, pada tahun 1972 KH. Adnani Iskandar pernah diminta untuk bergabung dalam organisasi politik terbesar di tanah air, Golongan Karya (Golkar). Pasca reformasi dan jatuhnya rezim Orde Baru banyak partai baru bermunculan, salah satunya adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), di Partai ini beliau ikut bergabung.

Baca juga:  Menguak Dimensi Tasawuf dalam Kehidupan Socrates

Sebagai seorang ulama, KH. Adnani Iskandar tentu saja tidak sedikit melahirkan karya tulis. Tidak saja untuk kebutuhan akademik atau perkuliahan, melainkan juga untuk kepentingan serta kemajuan pendidikan Islam serta dinamika dakwah pada umumnya. Di antara buah pena beliau itu, meskipun dipublikasikan untuk kalangan tersendiri (terbatas) adalah sebagai berikut:

  1. Ushul al-Bida wa al-Sunan wa Mudhar al-Ibtida’i fil Masailul Fiqhiyah. Berisi tentang beberapa persoalan dalam kehidupan yang dinilai bid’ah dan bagaimana hukumnya.
  2. Fikih Mazahib Tafsir. Sesuai namanya, tulisan ini membahas tentang mazhab-mazhab dalam penafsiran tafsir Alquran, terutama sekali yanga berkenaan dengan ayat-ayat hukum.
  3. Hadits-hadits Tarbawi. Tulisan berbahasa Arab ini merupakan sebuah diktat atau bahan pegangan para mahasiswa dalam mata kuliah hadis di Fakultas Tarbiyah. Isinya membicarakan tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah kependidikan.
  4. Mudzakirat fi al-Masail al-Fiqhiyah. Tulisan berbahasa Arab ini berupa diktat yang dipersiapkan sebagai pegangan para mahasiswa di Uniska Banjarmasin. Berisi tentang hukum terkait dengan beberapa persoalan baru dalam perkembangan dunia modern.

Ada banyak hal yang menarik dari ketokohan dan penampilan KH. Adnani Iskandar dalam kehidupan beliau sehari-hari, sehingga banyak orang yang simpatik. Yang paling menonjol dalam penampilan beliau sehari-hari adalah kesederhanaannya. Kalau dilihat beliau berjalan, tidak banyak orang yang tahu jika beliau itu sebenarnya adalah seorang dosen maupun ulama yang alim; sebab beliau berpakaian apa adanya. Beliau akrab dalam bergaul, dan tidak begitu menjaga jarak apalagi sampai membeda-bedakan. Beliau tidak memilah-milah mana masyarakat awam, dosen, karyawan, pejabat maupun pelajar dan mahasiswa.

Pendek kata, tutur kata, sopan santun, sifat, sikap dan perilaku sehari-hari betul-betul dapat dijadikan teladan. Walaupun kini beliau sudah mengurangi kegiatan-kegiatan dakwahnya demi memelihara kesehatan, mengingat usia beliau yang sudah semakin sepuh. Meski dalam usia yang semakin senja tersebut namun ingatan beliau masih baik sehingga masih dapat melaksanakan ajaran agama, dan sesekali memberikan penjelasan tentang masalah agama kepada orang yang datang dan menanyakan sesuatu kepada beliau.

Sesuai dengan perjalanan usia yang terus mengikuti keseharian beliau, KH. Adnani Iskandar pun suatu ketika dalam kondisi sakit. Lantaran sakit yang beliau derita itu dan sesuai dengan apa yang ditakdirkan Allah kepada semua hamba-Nya, maka tepat pada tanggal 14 Rabiul Awal 1432 H, atau bertepatan dengan hari Kamis tanggal 17 Februari 2011 beliau dengan tenang berpulang ke rahmatullah.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top