(L. 22 Nopember 1929 – W. 2002)
Menyebut nama Ahmad Nabhan Rasyid, orang pasti akan teringat pada tokoh pendiri Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai yaitu KH. Abdurrasyid. Nabhan adalah anak dari Mu’assis Rakha, ibunya bernama Hj. Siti Fatimah.
Nabhan dilahirkan di Amuntai tanggal 22 Nopember 1929 dan meninggal pada tanggal 22 Nopember 2002. Ia menikah dengan Hj.Siti Aminah. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai lima orang anak masing-masing Dra. Rosmaliayana, Dra. Lailatan Noor, Ir. Chaeruddin Fadly, Ir. Fachruddin dan si bungsu Rif’an Syaifuddin, Lc, MA.
Sebagai seorang anak tokoh pendidikan, di masa kecilnya Nabhan mendapat pendidikan yang lebih dari cukup. Orang tuanya (KH. Abdurrasyid) sangat peduli pada pendidikan anak-anaknya, terutama pendidikan agama. Nabhan menamatkan sekolahnya di Vervolk School dan kemudian ia dimasukkan ke Ma’had Rasyidiyah.
Setelah selesai belajar di Ma’had Rasyidiyah, Nabhan meneruskan pendidikannya ke Pondok Pesantren Modern KMI Gontor di Ponorogo. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan di Pondok. Nabhan memperdalam ilmunya ke perguruan tinggi. Ia menjadi mahasiswa di PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) Yogyakarta dan ikut terlibat dalam berbagai organisasi. Termasuk pula sering dipanggil mengaji ke Istana Wakil Presiden, karena telah memperoleh predikat sebagai qari terbaik tingkat mahasiswa. Selain itu, ia juga dipercaya menjadi Asisten Pribadi Prof. T.M. Hasby As Shidieqy dalam penulisan buku beliau.
Seperti pepatah mengatakan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, begitulah yang dialami oleh Nabhan. Ia mengikuti jejak sang ayah, hampir seluruh masa hidupnya diabadikannya pada bidang pendidikan. Pengagum tokoh Muhammad Natsir dan Muhammad Hatta ini sering ditawari kedudukan dan materi oleh penguasa pada zamannya, namun selalu ditolaknya dengan halus. Ia tidak mau munafik dan menjual idealismenya, berpendirian sangat teguh dan tidak mudah terpengaruh.
Kehidupan Nabhan termasuk sangat sederhana, namun berpendirian sangat teguh. Ia pernah ditawari untuk menjadi anggota DPR tingkat I Kalimantan Selatan selepas menjadi anggota DPRD Tingkat II Hulu Sungai Utara. Namun semua itu ditolaknya, karena dia ingin mengabdi pada profesinya dan Nabhan pernah berkata lebih bahagia menjadi seorang guru. Sebagai orang tua, ia termasuk orang yang sangat moderat dan bertanggung jawab serta memperhatikan anak-anaknya terutama dibidang pendidikan. Begitu juga sebagai orang tua ia tidak pernah marah, malah bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan.
Beliau tergolong orang yang senang menimba ilmu, tidak terbatas dibangku sekolah, tapi juga diberbagai kesempatan. Mulai dari duduk di Pondok Pesantren Rakha, ia terus mengelana menemui para tuan guru untuk belajar. Tidak terbatas di kota Amuntai, akan tetapi juga sampai ke Martapura dan Banjarmasin. Beliau malah selama beberapa tahun sempat tinggal di sana. Selain di Pondok Pesantren Moderen Gontor Ponorogo, ia juga mengaji di kota Solo, Bogor, Yogyakarta, dan Salatiga.
Berdedikasi penuh pada pendidikan dan dakwah, itulah bagian penting dari kehidupannya. Orang Pakapuran Amuntai ini pernah menjadi pelajar PGA Muhammadiyah di Banjarmasin, kemudian menjadi guru di Pondok Pesantren Rakha Amuntai, sebelumnya ia pernah menjadi pengajar di Pondok Pesantren KMI Gontor Ponorogo dan pada tahun 1959 ia pernah pula menjadi Guru di PGAN Mulawarman Banjarmasin. Tahun 1959 ia pulang ke Amuntai dan diangkat menjadi Kepala PGAN 6 tahun hingga tahun 1979. Karena pengalamannya di bidang dakwah, Nabhan diangkat menjadi Kasi Penais pada Kantor Departemen Agama Hulu Sungai Utara tahun 1980 hingga 1985.
Selama hidupnya mantan ketua Yayasan Pondok Pesantren Rakha ini ikut pula melakoni bidang politik. Ia sempat menjadi Ketua DPD Golkar Hulu Sungai Utara dan menjadi Anggota DPRD Tingkat II Hulu Sungai Utara hasil pemilu 1971.
Sebagai ustadz dan juru dakwah, KH. Ahmad Nabhan Rasyid juga sering diminta memberikan ceramah maupun khutbah di masjid-masjid di daerah Hulu Sungai Utara. Teks khutbahnya telah ia himpun dalam sebuah buku berjudul Kumpulan Khutbah Jum’at dan Hari Raya. Dua karya tulisannya yang lain yaitu Bekal Juru Dakwah dan Pesantren Masa Depan serta Guruku Kaum Santri.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.