Sedang Membaca
Ulama Banjar (93): KH. Abdul Syukur
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (93): KH. Abdul Syukur

Kh. Abdul Syukur

(L. 8 Agustus 1928 / 11 Sya’ban 1346 H )[1]

KH. Abdul Syukur lebih popular disebut Guru Syukur, baik oleh para santri pesantren Darussalam khususnya maupun kalangan kaum muslimin di kota Martapura umumnya. Sementara oleh anak-anak beliau sendiri di rumah biasa dipanggil Ayah, sebutan “ayah” ini mengandung makna penghormatan sekaligus kemuliaan dan ketaatan. Sudah biasa bagi orang suku Banjar, khususnya dalam komunitas “urang Martapura”, memberikan sebutan atau panggilan ayah dikarenakan adanya kelebihan pada orang yang bersangkutan.

Meski dikenal sebagai tokoh ulama panutan dan sangat dihormati serta dimuliakan di kota Martapura, Guru Syukur sebetulnya keturunan orang Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). KH. Abdul Syukur lahir dari pasangan suami isteri yang taat melaksanakan ajaran agama, yakni Anang Acil bin Taher dengan Salamah binti H. Ali bin Kiyai Ronggo. Karena berada dalam lingkungan keluarga yang taat dan patuh dalam beragama, maka beliaupun sejak kecil sudah terbiasa dengan lingkungan yang agamis, kehidupan yang religius Islami.

Oleh karena itulah tidak heran kalau orang tua dan kelaurga KH. Abdul Syukur menyekolahkan anak kesayangan ini di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Apalagi ketika itu KH. Abdul Syukur memang sudah berdomisili secara menetap di kota Martapura bersama kedua orang tua beliau. Dalam menuntut ilmu di dunia pesantren KH. Abdul Syukur termasuk anak yang tekun belajar, memiliki semangat otodidak yang tinggi, cerdas dan tanggap dalam menyerap sesuatu.

Di samping itu ada kelebihan KH. Abdul Syukur yang jarang dimiliki orang lain, yakni beliau dianugerahi oleh Allah SWT mudah memaham pelajaran, cepat menghafalnya serta memiliki ingatan yang kuat. Keutamaan yang beliau miliki ini tak hanya diakui oleh teman-teman sesama santri, akan tetapi juga mendapat acungan jempol dari guru-guru atau orang yang pernah mendidik serta mengajar beliau, baik secara formal maupun nonformal.

Dengan modal intelektual tinggi ditambah ketekunan dalam belajar dan semngat autodidik yang tinggi juga daya pikir yang bias dibilang brilian, membuat KH. Abdul Syukur dapat belajar dengan tenang. Nyaris tak ada keluhan sama sekali selama menerima pelajaran di pondok pesantren, semua mata pelajaran yang diberikan oleh muallim atau guru dapat diterima kemudian dicerna dengan baik, dan bahkan sampai mampu hapal di luar kepala.

Modal dasar tersebut tentu saja jauh lebih tinggi nilainya dari sekadar materi atau harta benda dan finansial. Sebab tidak sedikit fakta menunjukkan kalau anak orang berada atau orang mampu dan kaya, justru gagal dalam studinya. Padahal segala kebutuhan dan fasilitas penunjang studi sebenarnya sudah lengkap tersedia, mulai dari uang jajan hingga keperluan lainnya. Kegagalan ini dikarenakan mereka tidak mempunyai modal dasar sebagaimana yang dimiliki oleh KH. Abdul Syukur.

Baca juga:  Ulama Banjar (197): Prof. Dr. H. Mahyuddin Barni, M.Ag

Berkat keuletan, keseriusan, kesungguhan dan ketekunan dalam menuntut ilmu disertai dengan tekad yang kuat itulah, menghantarkan KH. Abdul Syukur berhasil dalam menamatkan pendidikannya di Pondok Pesantren Darussalam Martapura hingga tingkat akhir. Semua jenjang pendidikan yang beliau tempuh di sekolah agama, mulai madrasah diniyah, tsanawiyah sampai tingkat aliyah.

Semangat menuntut dan memperdalam ilmu agama senantiasa berkobar-kobar dan menggebu-gebu dalam diri KH. Abdul Syukur. Ini dibuktikan beliau, ketika masih menyantri di Pondok Pesantren Darussalam hingga menamatkannya, beliau masih belajar secara privat dengan sistem kaji duduk dengan guru-guru tertentu, baik dating sendiri atau bersama teman. Beliau juga selalu berupaya untuk tidak melewatkan begitu saja pengajian-pengajian yang diberikan oleh para ulama terkenal di sekitar kota Martapura.

Sebagai seorang santri KH. Abdul Syukur tampil apa adanya, rendah hati, peramah, suka menolong teman, dan bergaul dengan siapa saja. Meskipun sebagai anak yang pintar, namun KH. Abdul Syukur semasa menuntut ilmu tidak pernah membeda-bedakan teman, semua dikawani. Hanya saja sosok santri KH. Abdul Syukur termasuk orang yang tidak suka banyak bicara atau agak pendiam, kecuali yang perlu atau untuk memperdalam ilmu agama.

Sifat pendiam tersebut ternyata melekat sampai KH. Abdul Syukur dewasa dan berusia senja. Inilah salah satu penyebab yang membuat orang lain makin menghormati, memuliakan keulamaan beliau. Meski ada kesan disegani, tapi sebetulnya beliau tidak pemarah. Jadi keseganan orang bukan karena ditakuti, melainkan lantaran orang sangat mematuhi serta menghormati beliau. Dalam hal ini khususnya siapa saja yang pernah berguru dengan KH. Abdul Syukur, baik di di dalam maupun di luar pesantren.

Banyaknya prestasi yang dimiliki KH. Abdul Syukur tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh pengelola Pondok Pesantren Darussalam. Beliau termasuk alumni yang diminta mengajar di pondok yang menghantarkan beliau saendiri sebagai ulama. Malah tak hanya sebagai guru biasa, lantaran kealiman, kepemimpinan, kepribadian dan sifat-sifat terpuji yang dimiliki, beliau dipercaya untuk memimpin Pondok Pesantren Darussalam Martapura selama beberapa periode, bahkan hingga akhir hayat beliau.

Selama kepemimpinan beliau, alhamdulillah Pondok Pesantren Darussalam berkembang dengan pesat. Setiap tahun santrinya terus bertambah, mereka berdatangan dari kawasan pulau Kalimantan pada khususnya. Bahkan juga ada yang berasal dari pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera serta daerah-daerah lainnya di Nusantara. Semasa menjabat pimpinan, tak ada perbedaan penampilan KH. Abdul Syukur, tetap sederhana seperti biasa.

Baca juga:  Ulama Banjar (136): KH. Ahmad Suhaimi, A.Md

Dalam sehari-harinya beliau sudah terbiasa berbusana rapi memakai sarung, termasuk ketika menghadiri undangan berbagai upacara resmi, baik di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan maupun di tingkat pusat. Kekonsekuenan beliau memakai busana semacam ini memang jarang ditemukan pada ulama lain. Padahal disinilah sebenarnya dapat dilihat letak muru’ah dan tawaddhu, serta qonaah-nya seorang ulama sejati.

Walaupun keseharian KH. Abdul Syukur disibukkan dengan padatnya kegiatan mengajar dan memimpin Pondok Pesantren Darussalam. Namun beliau masih menyediakan diri dalam mengabdi kepada masyarakat, yaitu dengan memberikan pengajian, baik di rumah beliau sendiri maupun di tempat lainnya. Dalam memberikan pengajian biasanya KH. Abdul Syukur sering diminta menguraikan materi hadist-hadits Nabi Muhammad SAW. Materi ini juga merupakan mata pelajaran yang biasa beliau berikan di Pondok Pesantren Darussalam.

Banyak yang menyatakan kalau KH. Abdul Syukur sangat piawai dalam bidang hadits tersebut. Hal ini sesuai dengan hapalan dan ingatan yang kuat yang beliau miliki. Apalagi guru beliau menimba ilmu hadits itu sendiri adalah ulama hadits yang belajar di Mekkah, yakni KH. Anang Sya’rani Arif Kampung Melayu Ilir Martapura. Tidak sedikit ulama yang mengatakan kalau Guru Syukur adalah pewaris ilmu ulama hadits terkemuka tersebut.

Lantaran kepribadian yang lurus dan istiqomah serta keulaman yang tidak diragukan lagi, KH. Abdul Syukur pun oleh pemerintah Kabupaten Banjar diminta untuk menempati kursi Ketua Umum Majelis Ulama Kabupaten Banjar. Tentu saja jabatan terhormat dan bergengsi ini tidak diterima begitu saja oleh beliau, dengan tegas beliau menolaknya dan menyuruh orang lain saja yang menempati posisi itu. Demikian pula tatkala diminta menjadi Ketua Nazir Masjid Jami Al-Karomah.

Akan tetapi karena didesak oleh berbagai pihak, dan hal itu juga merupakan hasil musyawarah para ulama juga, maka tawaran itu pun akhirnya dengan segala kerendahan hati beliau terima. Dengan begitu semasa hidupnya beliau pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Umum Pondok Pesantren Darussalam dan Yayasan Pondok Pesantren Darussalam. Kemudian sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banjar, serta Ketua Nazir Masjid Jami Alkaromah Martapura.

Semua jabatan yang diamanahkan kepada KH. Abdul Syukur tersebut, ternyata bukan hanya untuk satu periode atau masa bakti kepengurusan saja. Akan tetapi berlangsung selama beberapa kali atau beberapa periode. Ini tentu saja karena keikhlasan serta keberhasilan beliau dalam merealisasikan amanah kepemimpinan yang dipikulkan.

Sebagai seorang ulama sepuh dan memiliki banyak posisi penting, KH. Abdul Syukur bersama keluarga tinggal di rumah sederhana di komplek pendidikan Darussalam Martapura Tanjung Rema, tepatnya di jalan Perwira Komplek Pangeran Antasari, Martapura. Beliau didampingi seorang isteri yang sopan santun dan setia Hj. Fatimah. Dari perkawinan dengan isteri tercinta itu dikaruniai 7 orang anak, lima orang laki-laki dan dua perempuan.

Baca juga:  Kritik Imam Fakhruddin Ar-Razi kepada Penganut Paham Muktazilah

Lengkapnya putera dan puteri KH. Abdul Syukur tersebut adalah sebagai berikut: 1. H. Madani, 2. Hafizi, 3. Tabrani, 4. H. Tarhib, 5. Hj. Rusaidah, 6. Rumdani, dan 7. Hj. Rizkiyah.

Anak tertua H. Madani, sejak dulu hingga sekarang bermukim di kawasan Pisangan Jakarta Timur menekuni dunia wiraswasta (pedagang permata). Meski sebagai pengusaha, anak beliau ini aktif dalam berbagai majelis taklim, bahkan memimpin grup Maulid Al-Habsyi Al-Banjari yang cukup terkenal di sana. Grup maulid Al-Habsyi yang dipimpin putera pertama KH. Abdul Syukur ini pernah ikut rekaman dengan Haddad Alwi.

Sementara itu putera KH. Abdul Syukur yang bernama H. Tarhib aktif mengajar di Pondok Pesantren Darussalam. Tampaknya putera beliau ini yang akan berkiprah mewarisi keilmuan dan perilaku keulamaan beliau. Bahkan postur tubuh dan rajah wajah yang dimiliki H. Tarhib pun sangat mirip dengan sang ayahandanya tersebut.

KH. Abdul Syukur adalah sosok ulama sejati yang menghabiskan usia beliau untuk mengabdi dalam dunia dakwah di tengah-tengah masyarakat, dan pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Ketokohan beliau sebagai ulama, dan kealiman dalam ilmu hadits serta hapalannya, belum tertandingi. Ada beberapa karya tulis beliau terkait dengan sanad kitab-kitab, khususnya bertalian dengan hadits Nabi Muhammad SAW.

Beliau benar-benar figur ulama berpengaruh yang patut menjadi panutan umat Islam. Ketulusan K. H. Abdul Syukur dalam mengemban amanat dan memimpin perlu diwarisi, demikian pula sikap hidup istiqomah sebagai hamba Allah yang senantiasa lurus di jalannya. Baik terhadap keluarga sendiri maupun kaum muslimin pada umumnya, KH. Abdul Syukur samasekali tidak meninggalkan harta benda, kecuali khazanah ilmu agama yang dapat menjamin siapa saja yang mengamalkannya untuk meraih sukses di dunia maupun di akhirat.

KH. Abdul Syukur berpulang ke rahmatullah pada tanggal 24 Maret 2007 bertepatan dengan 5 Rabiul Awal 1428 H, setelah mengalami sakit beberapa hari lamanya. Beliau meninggal di Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin dan dimakamkan di alkah keluarga di Kampung Melayu Ulu, Martapura, posisi makam beliau persis berdampingan dengan makam KH. Anang Sya’rani Arif, guru beliau yang dikenal ahli hadits.

[1] http://www.pp-darussalam.com/2013/03/alm-kh-abdus-syukur.html

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top