(L. 10 Juli 1915 – W. 1979)
KH. Muhammad Yasar semasa hidupnya adalah sosok ulama terkemuka, atau malah “sesepuh”-nya para ulama. Ia adalah putera seorang yang taat beragama yakni H. Abdullah yang lahir di Kotabaru, 10 Juli 1915.
Pendidikan dasar yang ditempuh adalah Volkschool di Kotabaru. Setelah itu dikirim ke Pondok Pesantren Normal Islam Rasyidiyah Khalidiyah di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara.Semasa menimba ilmu agama Islam di Normal Islam, KH. Muhammad Yasar tinggal di rumah keluarga, yakni nenek dari KH. Abdul Gani Majedi di Tangga Ulin, Amuntai. Bahkan ketika KH. Abdul Gani Majedi masih kecil, sering digendong oleh KH. Muhammad Yasar.
Tentu saja nenek dari tokoh dan praktisi serta pengamat berbagai masalah sosial keagamaan ini, besar andil dan jasanya dalam mendidik, atau malah mengembleng KH. Muhammad Yasar. Selain belajar di bangku sekolah di tingkat madrasah tsanawiyah Pondok Pesantren Normal Islam, Rasyidiyah Khalidiyah; beliau juga rajin menuntut ilmu di luar pondok dengan para ulama terkenal. Beliau aktif belajar secara privat melalui sistem kaji duduk dalam beberapa ilmu-ilmu keislaman, antara lain dengan Muallim KH. Khalid di Tangga Ulin.
Dari garis keturunan, KH. Muhammad Yasar ternyata memiliki hubungan kekeluargaan dengan para tokoh dan ulama ternama di Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu seperti KH. Idham Chalid, KH. Wahab Sya’rani, KH. Juhri Sulaiman, dan KH. Asy’ari Sulaiman.
Setelah menyelesaikan tingkat tsanawiyah di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, KH. Muhammad Yasar melanjutkan pelajaran ke tingkat madrasah aliyah di Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
Sebagaimana waktu duduk di bangku tsanawiyah Pondok Pesantren Normal Islam Rasyidiyah Khalidiyah, ia juga menambah ilmu pengetahuan agama dengan cara kaji duduk mendatangi para ulama terkenal di Martapura.
Para guru tempat KH. Muhammad Yasar menimba ilmu-ilmu agama Islam tersebut tidak saja terdiri dari para ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren Darussalam. Akan tetapi juga secara khusus dan tekun mendatangi ke rumah-rumah ulama terkenal dan luas ilmunya. Dalam hal ini yang dinilai paling besar jasanya memberikan ilmu-ilmu agama serta membentuk kepribadian beliau secara langsung atau tidak langsung, adalah KH. Ahmad Zaini (orang tua dari KH. Husin Qaderi).
Semasa menjadi santri Pondok Pesantren Normal Islam Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, maupun Pondok Pesantren Darussalam Martapura; KH. Muhammad Yasar banyak bertemu dengan beberapa orang teman seperjuangan menimba ilmu di pondok pesantren. Adapun teman akrab KH. Muhammad Yasar yang menjadi Ulama antara lain:
- Syekh Abdul Kadir Hasan di Martapura.
- Husin Kaderi di Martapura.
- Salman Jalil, di Martapura.
- Djamaluddin di Banjarmasin.
Meskipun sudah menimba ilmu secara informal, formal dan secara nonformal dengan puluhan ulama terkemuka dalam berbagai disiplin ilmu agama islam, seperti Tauhid, Fikih dan Tasawuf maupun Bahasa Arab, Tafsir serta Hadis. Ternyata itu belum cukup bagi orang yang memang haus ilmu agama seperti KH. Muhammad Yasar. Untuk menambah ilmu agama tersebut beliau pun sempat mukim di Mekah khusus untuk mengkaji dan memperdalam ilmu-ilmu pokok keislaman. Di kota suci yang terdapat Baitullah itu, KH. Muhammad Yasar berguru kepada beberapa orang ulama terkenal alim.
Sepulangnya dari Tanah Suci, KH. Muhammad Yasar mengabdi di tengah-tengah masyarakat serta di pemerintahan. Ia menjabat wakil ketua sekaligus merangkap anggota di Mahkamah Syariah, Kotabaru. Kemudian beliau merupakan tokoh ulama yang diminta secara permanen menjadi penasehat spiritual, pembimbing bidang kerohanian para Bupati di Kabupaten kotabaru
Sementara di bidang organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, yaitu Ketua Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Kotabaru sejak tahun 1970. Menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kotabaru dan Ketua Badan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten Kotabaru. Posisi yang ditempati atau diberikan kepada KH. Muhammad Yasar, memang sesuai dengan keilmuan dan kemampuan serta integritas kepribadian beliau sehari-hari, yakni sebagai figur pemimpin dan ulama teladan.
KH. Muhammad Yasar juga dikenal sebagai sosok pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada masa pergerakan tahun 1908 – 1945. Ketika itu beliau menjadi anggota BKRS di bawah pimpinan M. Alwy dan perang kemerdekaan tahun 1945. Sedangkan pada masa revolusi tahun 1945 – 1950, beliau juga tercatat sebagai anggota organisasi bawah tanah sebagai juru dakwah menentang pemerintah NICA (Belanda). Pada tahun 1947 beliau menggabungkan diri dalam kesatuan ALRI Divisi VI Pertahanan Kalimantan yang berpusat di Hulu Sungai. Di sini peran KH. Muhammad Yasar aktif bergerilya dengan tugas Badan Kehakiman.
Atas jasa-jasa dan pengorbanan K.H. Muhammad Yasar dalam masa-masa perjuangan tersebut, beliaupun mendapat penghargaan resmi dari Pemerintah Republik Indonesia. Penghargaan tersebut dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan di mana beliau termasuk sebagai salah seorang Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.
Beberapa murid beliau yang di kemudian hari menjadi ulama terkemuka sekaligus tokoh masyarakat yang disegani di Kabupaten Kotabaru. Di antaranya adalah KH. Sulaiman Naim, KH. Qusyairin, KH. Muhtar Mustajab dan lain-lain.
KH. Muhammad Yasar pergi untuk selama-lamanya menuju kehadirat Allah SWT pada hari Jumat tanggal 28 Juli 1979. Bertepatan dengan tanggal 3 Ramadhan 1400 H. jenazah beliau dimakamkan di tanah kelahiran beliau sendiri, yakni Kabupaten Kotabaru.
Dari perkawinan beliau dengan Sabariah dan Hj. Siti Rukayah, KH. Muhammad Yasar dikaruniai 11 orang anak, yaitu Adawiyah, Muhammad Zurkani, Hj. Salbiah, H.A. Zayadi Yasar, Ainul Fauziah, Nurhidayah, H. Kasyful Anwar, Taufiqurrahman, Masdewi, Hamsiah dan Hamidah. Sebagian di anatara anak beliau ini sudah ada yang meninggal dunia.
Dapat disebutkan di sini bahwa di antara anak beliau tersebut, yakni H.A. Zayadi Yasar, pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Majelis Umum Indonesia (MUI) provinsi Kalimantan Selatan. Sebelumnya menjadi pegawai Kantor Kementerian Agama Kalimantan Agama Kalimantan Selatan dan menjabat Kepala Bagian Sekretariat (Kabagset).
Dari anak-anak beliau tersebut lahir 18 orang cucu, dan semuanya telah berhasil menjadi sarjana IAIN. Malah beberapa orang di antaranya yang sudah melanjutkan studi hingga ke program Pascasarjana. Mereka juga rata-rata sudah bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), khususnya di Kementerian Agama provinsi Kalimantan Selatan.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.