(L. 17 Mei 1922/ 20 Ramadhan 1340 H – W. 2000)
H. M. Syamsuri lahir di Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pada tanggal 20 Ramadhan 1340 H, bertepatan dengan tanggal 17 Mei 1922 M. Ia berasal dari keluarga sederhana, namun orang tua dan keluarga beliau dikenal sebagai orang-orang yang taat beragama. Keluarga beliau sehari-hari hidup dengan rukun dan senantiasa menjalankan ajaran agama, serta saling hormat menghormati satu sama lain. Bagi siapa yang lebih tua menyayangi yang muda sedangkan yang lebih muda menghormati atau malah memuliakan orang yang lebih tua dari mereka.
Sesuai dengan latar belakang kehidupan keluarga itu, maka H. M. Syamsuri pun sudah terbiasa hidup agamis sejak kecil. Malah pengaruh lingkungan keluarga yang fanatik ini sangat membekas dalam jiwa beliau. Oleh sebab itulah sekolah dasar yang pertama kali dimasuki adalah Madrasah Ibtidaiyah. Setelah merasa cukup bekal untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, orang tua beliau mengirimnya ke Mekkah, beliau belajar di Masjidil Haram dengan beberapa ulama sepuh dan terkenal di masa itu. Di Tanah Suci ini H.M. Syamsuri menuntut ilmu agama dengan tekun dalam beberapa cabang ilmu agama Islam, selama lebih kurang lima tahun, yaitu dari tahun 1974 sampai 1979.
Sosok ulama seperti H. M. Syamsuri termasuk orang yang giat dan kreatif dalam belajar, beliau tidak bersifat menunggu namun proaktif. Itulah sebabnya berbagai pengetahuan penunjang banyak didapat melalui proses belajar autodidak atau secara mandiri. Beliau rajin membaca kitab yang menerangkan ilmu-ilmu keislaman, belajar memahami isinya guna memperoleh intisarinya. Inilah yang membuat beliau berwawasan luas dan berpikiran maju ke depan. Itu terbukti dengan pemikiran beliau yang dinamis dalam menyikapi segala sesuatu, baik terkait masalah keagamaan maupun nonkeagamaan.
Lantaran berbekal ijazah yang minim, H. M. Syamsuri tidak mengadu nasib sebagai pegawai negeri. Beliau justru memilih pekerjaan sehari-hari sebagai pedagang keliling. Meskipun demikian modal ilmu agama yang beliau miliki tidak membuatnya menjadi minder. Justru makin optimis, karena di sela-sela aktivitas dagang, masih dapat dimanfaatkan untuk mengabdikan diri mengajarkan agama di masyarakat. Setelah minat masyarakat semakin antusias mengikuti pengajian-pengajian beliau, maka jumlahnya pun kian bertambah. Kondisi inilah akhirnya yang mengilhami beliau untuk membangun atau membuka pengajian-pengajian dan bimbingan belajar agama, di antaranya di Kebun Bunga, Kelayan, Jambu Burung, dan lain-lain.
Dalam pengajian atau ketika mengisi majelis taklim, H. M. Syamsuri terlebih dahulu membaca situasi dan kondisi jemaahnya. Oleh karena itulah masyarakat pun senang mengikutinya, baik pengajian atau mejleis taklim maupun dalam bentuk ceramah agama. Sebagai ulama, H. M. Syamsuri dikenal ramah dengan jemaah. Dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat tidak menonjolkan diri secara berlebihan. Kehidupan yang penuh kesederhanaan inilah yang menjadikan beliau sebagai ulama yang disegani, dihormati dan dimuliakan.
H. M. Syamsuri biasa melayani masyarakat secara terbuka, kapan dan di manapun beliau punya kesempatan, mudah diajak bicara lebih-lebih menyangkut agama. Jika ada orang menanyakan sesuatu yang harus dipecahkan, beliau berhati-hati memberikan jawaban. Setelah dirasa cukup kuat dan memiliki dasar pijakan yang tidak diragukan lagi barulah beliau menjawabnya. Andaikata masalahnya cukup pelik, maka beliau terlebih dahulu mempelajari dan menanyakannya kepada sesama ulama yang dinilai lebih senior serta luas ilmunya.
Dari pernikahan dengan Hj. Ramsiah, H. M. Syamsuri dikaruniai 7 orang anak, yaitu sebagai berikut: H. Husaini Syamsuri, Hj. Mursyidah Syamsuri, Hj. Nortasiah Syamsuri, H. Masruyani Syamsuri, Norhasanani Syamsuri, St Husnah Syamsuri, dan Muhyiddin Khalidi.
H. M. Syamsuri tinggal di rumah di jalan Melati RT 5 No. 3 kelurahan Kebun Bunga kecamatan banjarmasin Timur, kota Banjarmasin. Di rumah inilah beliau menghembuskan nafas terakhir, beliau berpulang ke rahmatullah pada tanggal 16 Rabiul Awwal 1421 H, bertepatan dengan 18 Juni 2000. Jenazah beliau dimakamkan di kampung halaman yang menjadi tumpah darah, yakni di Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).
Meskipun isteri, anak dan keluarga merasa sedih dan berduka sedalam-dalamnya ditinggalkan beliau. Namun mereka menyadari bahwa setiap yang bernyawa pasti akan kembali ke hadirat Ilahi, maka hal itupun disadari sebagai musibah yang mesti diterima dengan ikhlas. Kendatipun H.M. Syamsuri tidak meninggalkan harta benda yang banyak bagi generasi penerusnya, , namun semboyan hidup beliau bagus untuk dicermati, disikapi dan ditindaklanjuti dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: “tawakkal kepada Allah swt setelah usaha dan ikhtiar”.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.