(L. diperkirakan 1905 – W. 1970)
Di antara anak-anaknya yang diwawancarai, tidak ada yang tahu persis hari tanggal bulan dan tahun kelahiran guru seni baca Alquran ini. Namun setelah di konfirmasi dengan tahun kematiannya (1970) dalam usia 65 tahun, maka kelahirannya diperkirakan sekitar tahun 1905.
Umar Baqi dilahirkan di Desa Pakacangan Rt. 01/RW. 02, Kecamatan Amuntai Utara, tempat tinggalnya tidak jauh dari H. Ahmad Suhaimi A.Md, dan persis berseberangan sungai dengan Pondok Pesantren Rasyidiah Khaidiyah Amuntai. Ia adalah satu-satunya anak tunggal dari H. Isa. Pendidikan yang pernah ditempunhnya setelah Sekolah Rakyat (SR) adalah Normal Islam Amuntai kemudian mengaji duduk dengan tokoh-tokoh agama di daerah ini.
Dari perkawinannya dengan Hj. Nurani telah dianugrahi lima orang anak dan satu diantaranya telah meninggal dunia. Masing-masing Fatayani, Mawardy, Anwari, Nursyahdi dan Mardani. Semua berdomisili di Desa Pakacangan, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Bakatnya di bidang seni baca Alquran sudah tumbuh sejak kecil, ditunjang dengan suaranya yang merdu. Meskipun tidak pernah meraih prestasi dibidang musabaqah karena saat itu perlombaan berupa MTQ memang belum ada, namun Umar Baqi telah mengabdikan diri sesuai kemampuan yang dimiliki, membina masyarakat yang berminat dan berbakat untuk mempelajari dan mendalami seni baca Alquran ini. Spesifikasi keahliannya bidang suara dan lagu dengan tidak mengabaikan aspek lainnya berupa tajwid dan fashahah. Salah seorang tim peneliti pernah bertemu dengannya ketika ia masih hidup, sehingga pernah mendengar suaranya beberapa kali terutama ketika ia menyampaikan khutbah jum’at sekaligus menjadi Imam di Masjid Raya Amuntai. Kemerduan suara dan kefasihannya membaca ayat Alquran memang diakui masyarakat saat itu sebagaimana juga pengakuan anak-anakanya.
Pembinaan seni baca Alquran yang dilakukanya pada dasarnya mengambil tempat di rumahnya sendiri, sekali-sekali bisa juga di tempat lain sesuai peserta pengajiannya. Berdasarkan hal ini maka dapat diketahui bahwa kegiatannya tidak segencar yang dilakukan generasi sesudahnya seperti H. Abd. Hadi, H. Rafi’ie, H. Darmawan dan H. Aini Bilal.
Dari sejumlah muridnya yang pernah belajar dan masih diingat anak-anaknya adalah Prof. Dr. Abdullah Karim M.Ag (dosen Fakultas Usuluddin IAIN Antasari Banjarmasin) dan H. Ahmad Suhaimi, A.Md. Khusus yang terakhir ini sebagaimana dikemukakan sebelumnya, selalu meraih prestasi di bidang seni baca Alquran, baik tingkat Kabupaten Hulu Sungai Utara maupun tingkat Provinsi Kalimantan Selatan.
Selain itu juga aktif di bidang dakwah Islamiah, di antaranya membuka pengajian di rumahnya berupa majelis ta’lim, menjadi khotib jum’at di beberapa masjid di Kabupaten Hulu Sungai Utara terutama di Masjid Raya Amuntai dan Di Masjid Desa Panyiuran. Pengabdian dalam bentuk lainnya adalah keterlibatannya sebagai salah seorang pengurus organisasi keagamaan Nahdhatul Ulama (NU) Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Setelah mengalami sakit beberapa waktu akhirnya ia dipanggil menghadap hadrat Allah Swt. pada tahun 1970 dalam usia 65 tahun. Dikuburkan di Alkah, dekat masjid didesanya yaitu Masjid Nurul Anwar Pakacangan, meninggalkan seorang istri yang bernama Hj. Nurani. Kini kuburnya diapit almarhumah istrinya dan seorang anaknya, almarhum Mawardi. Mudah-mudahan Allah Swt. merahmatinya sesuai amal baktinya terutama amal baktinya di bidang pembinaan seni baca Alquran, kepada generasi dan masyarakat sesudahnya.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.