Pemerintah harus selalu membangun dialog sosial dengan pengusaha dan pekerja demi mengatasi dampak virus Corona yang tengah mewabah saat ini. Hal itu guna membangun cita kehidupan yang terkikis akibat pandemi.
“Dialog sosial antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha harus selalu dinyalakan, untuk menjaga asa kehidupan dan kebangkitan di masa-masa sulit seperti ini,” kata Irham Ali Saifuddin, National Officer Program Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Indonesia, Rabu (15/4).
Artinya, pemerintah harus selalu melibatkan pengusaha dan pekerja secara bersamaan dalam setiap pengambilan kebijakan apapun yang terkait dengan ekonomi, dunia usaha, dan ketenagakerjaan. Hal itu, menurutnya, demi adanya kesepahaman bersama, saling mendengarkan, mengerti, dan memahami satu sama lain.
Irham mengingatkan pemerintah bahwa satu titik krisis dan krusial adalah membengkaknya angka pengangguran di pedesaan. “Kenapa? Karena ekonomi di perkotaan, sebagai epicentrum utama pandemi, sedang lesu darah,” ujarnya. Akibatnya, orang-orang desa yang menjadi kaim urban selama empar dekade terakhir akan tidak bisa lagi bertahan hidup di kota-kota besar. Mereka akhirnya tidak punya pilihan selain kembali ke desa masing-masing. Hal itu akan mengakibatkan terjadinya dimensi ruralisasi sebagai dampak Covid-19 ini.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pendekatan pemerintah juga harus komprehensif dalam mengentaskan problem krusial tersebut. “Selama ini saya menangkap kesan pendekatan yang digunakan lebih berperspektif urban dan industri sentri,” kata Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor itu.
Irham menyebutkan bahwa angka pengangguran di Indonesia sebelum pandemi Corona sebesar tujuh juta jiwa. Akan tetapi, jika pandemi ini berlangsung hingga tiga bulan, menurutnya akan ada penambahan 2,4 juta pengangguran baru.
“Padahal kita masih berjibaku dengan gelombang pertama pandemi. Negara-negara seperti Jepang, Singapura dan China saat ini sedang menghadapi gelombang kedua wabah,” katanya.
Ia berharap gelombang kedua tidak akan pernah menghampiri Bumi Zamrud Khatulistiwa karena dampaknya akan sangat buruk terhadap ekonomi. Bila itu terjadi, katanya, maka ekonomi Indonesia akan terdepresiasi jauh.
“Dalam konteks ini, kita harus hope for the best but prepare for the worst (berharap terbaik tetapi bersiap untuk hal terburuk),” terangnya.
Di saat krisis kesehatan yang membutuhkan jaga jarak seperti ini di mana mobilitas orang dibatasi, hal yang sangat menentukan adalah ketahanan pangan. Di sinilah urgensinya untuk mengubah bandul pendekatan ke desa. Sebab, selain fenomena ruralisasi yang sebagaimana disebutkan sebelumnya, kita juga bisa mengaktifkan ekonomi berbasis pangan di desa.
“Itu yang akan membuat kita akan punya daya resiliensi terhadap krisis ini bila pandemi akan berlangsung panjang, misalnya sepanjang 2020 ini. Na’udzubillah min dzalik,” katanya.
Ketua Federasi Percetakan, Penerbitan, Penyiaran, Pariwisata, Industri Kertas, dan Telekomunikasi (P4IT) DPP-K Sarbumusi Baetul Khoeri mengatakan pemerintah harus memberikan perlindungan sosial kepada pekerja akibat menurunnya produktivitas dunia industri.
“Produktivitas terganggu, sehingga pemerintah harus turun tangan untuk tetap memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi pekerja,” ujar Baetul pada Sabtu (21/3).