Sedang Membaca
Sajian Khusus: Seabad Usmar Ismail
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sajian Khusus: Seabad Usmar Ismail

1 A Sajian Khusus

Indonesia merayakan Hari Film Nasional setiap tanggal 30 Maret. Penetapan itu merujuk pada tanggal produksi film Darah dan Doa yang disutradarai Usmar Ismail pada 30 Maret 1950. Darah dan Doa dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia, disutradarai oleh orang Indonesia, dan diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini).

Perayaan HFN 2021 menjadi istimewa karena sekaligus memeringati 100 tahun usia Usmar Ismail, yang lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921. Alif.id pun turut merayakannya dengan menurunkan empat artikel mengenai Usmar Ismail yang ditulis oleh Bandung Mawardi, dalam rubrik Sajian Khusus edisi ke-60, Rabu (31/3/2021).

Suatu saat, Presiden Pertama RI, Soekarno, menyebut Usmar Ismail sebagai sutradara film yang sesungguhnya. Kehadirannya memang sebuah momentum bagi jagat perfileman di Indonesia, ketika arus film mulai membanjiri dunia, mengakhiri dominasi Hollywood.

Sutradara Riri Riza menyebut Usmar Ismail sebagai pencerah yang hadir pada zamannya, dan telah membuat film Indonesia bagian dari film global. Hal itu tampak dalam film yang ia garap, Tiga Dara, misalnya, yang sangat feminis. Usmar Ismail bersama Asrul Sani dan Sjumandjaja bisa dikatakan adalah para semiman-pemikir yang membangun fondasi kuat perfilman Indonesia.

Seperti kita tahu, ‎penetapan 30 Maret sebagai HFN merujuk pada tanggal produksi film Darah dan Doa yang disutradarai Usmar Ismail pada 30 Maret1950. Darah dan Doa dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia, disutradarai oleh orang Indonesia, dan diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini).

Baca juga:  Kota Islam yang Terlupakan (10): Kumbi Saleh, Tanah Emas dan Harmonisasi Agama

Momen HFN sebetulnya juga bisa menjadi ajang untuk menampung aspirasi komunitas-komunitas film yang jumlahnya banyak sekali. Ratusan komunitas film independen, termasuk di perguruan tunggi, telah turut menjadi penyangga agar perfilman Tanah-Air tidak ambruk.

Lesbumi

Secara kebetulan, HFN beriringan dengan hari lahir Lesbumi yang ke-59. Dan Usmar Ismail pernah menjadi tokoh sentral organisasi di bawah payung Nahdlatul Ulama ini. Dia diajak Djamaluddin Malik dan Asrul Sani untuk bergabung dalam organisasi yang sebetulnya memandang dunia seni “tidak utuh”.

Ada orang NU yang berpendapat bahwa Usmar Ismail tidak bisa disebut orang NU karena lebih cenderung sekuler dan tidak taat beragama. Tapi bagi kiai yang penuh husnudon menilai bahwa Usmar itu sengat Islam.

“Sebelum masuk Lesbumi, Usmar sudah membuat film yang ‘islami’ yaitu Darah dan Doa. Ini film religi,” begitu kira-kira pendapat orang yang mendukung Usmar ikut bergabung di NU. Penilaian sarat kecurigaan sebagian orang NU  juga dialamatkan pada senias yang juga penyair, Asrul Sani. Ini perbeda dengan Djamaluddin Malik (Djamaluddin inilah yang berperan penting dalam mengajak dua tokoh film nasional ini) yang sejak tahuan 1940-an awal memang aktif di NU, terutama di Ansor.

Di NU, Usmar Ismail pernah menahkodai Lesbumi tahun dari 1962 hingga 1969, sekaligus masuk kepengurusan PBNU. Pada tahun 19966-1969, dia menjadi anggota parlemen dari Partai NU.

Baca juga:  Ketika Mark Rutte dan Gus Dur Meminta Maaf: Refleksi atas Permintaan Maaf Belanda kepada Indonesia

Semoga sajian khusus ini bisa dinikmati. Terima kasih pada Bandung Mawardi yang menyediakan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk menulis di sajian khusus ini.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top